Sabtu, 11 Februari 2017

Gerhana, Antara Mitos Dan Sains

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :

(190).Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat gejala bagi orang-orang yang berakal, (191). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil bangun atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan wacana penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau membuat ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran:190-191). 

Hanya ulil albaab (orang-orang yang berfikir dengan iman) yang mau merenungi makna gerhana dan mengambil hikmahnya. Gerhana kadang tampak menakutkan. Secara perlahan bulan menjadi gelap sebagian, kemudian selama beberapa ketika bulan berada pada fase gelap total, dan kemudian secara perlahan purnama kembali pada wujudnya yang cemerlang. Seolah  bulan “dimakan” sesuatu yang luar biasa. Malam terang bulan tiba-tiba gelap.  Muncullah aneka macam mitos di aneka macam masyarakat. Sebagian masyarakat ada yang percaya dengan mitos bahwa  gerhana bulan dimakan raksasa sehingga orang-orang memukul aneka macam benda untuk mengusir raksasa itu. Dan itu dianggap berhasil ketika bulan kembali benderang.

Sebagian masyarakat percaya juga dengan mitos yang mengaitkan gerhana dengan mengambarkan jelek tertentu. Pada zaman Rasululah Sallallahu Alaihi wa Sallam, mitos itu pun terekam di dalam beberapa hadits. Saat putra Rasululah Sallallahu Alaihi wa Sallam, Ibrahim, wafat terjadi gerhana sebagian di wilayah Madinah. Orang-orang ada yang mengaitkan ajal Ibrahim dengan insiden gerhana. Namun Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam membantahnya dan mengajarkan nilai-nilai tauhid untuk menyikapinya. Kalau pun ada ketakutan yang muncul, takutlah kepada Allah yang membuat gerhana, bukan takut kepada gerhananya atau mitos-mitos yang tak terang logikanya.

Di dalam hadits Abû Burdah dari Abû Mûsâ Radhiyallâhu ‘anhu, dikisahkan insiden gerhana di Madinah: “Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam eksklusif bangun terkejut dan merasa ketakutan selesai zaman akan datang. Beliau pergi ke masjid dan melaksanakan sholat yang panjang berdiri, ruku’, dan sujudnya. Setelah itu Nabi bersabda, “Gerhana ini yakni gejala dari Allah, bukan disebabkan lantaran ajal atau kelahiran seseorang. Namun gerhana ini terjadi semoga Allah menakuti hamba-hamba-Nya. Apabila kalian melihat sesuatu dari gerhana, maka takutlah dan bersegeralah berdzikir kepada Allah, berdoa, dan memohon ampunan-Nya.” (Muttafaq ‘Alaihi)

Ya, gerhana hanyalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan sains, kita sanggup lebih banyak mempelajari ayat-ayat-Nya di alam ini. Gerhana memberi banyak bukti bahwa alam ini ada yang mengaturnya. Allah yang mengatur peredaran benda-benda langit sedemikian teraturnya sehingga keteraturan tersebut sanggup diformulasikan untuk prakiraan.
 
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS Ibrahim:33)

Matahari dan bulan beredar pada orbitnya masing-masing, bagaimana sanggup mengakibatkan gerhana? Pada awalnya orang-orang menganggap bumi diam, bulan dan matahari yang mengitari bumi dalam konsep geosentris. Kemudian berkembang pemahaman matahari yang membisu sebagai sentra alam semesta, benda-benda langit yang mengitarinya, dalam konsep heliosentris. Bulan dan matahari juga dianggap  punya cahayanya masing-masing. Tetapi Al-Quran memberi isyarat, bahwa walau terlihat sama bercahaya, bahu-membahu bulan dan matahari berbeda sifat cahayanya dan gerakannya.

Dialah yang menimbulkan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, semoga kau mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak membuat yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan gejala (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus:5).

Ayat ini bukan hanya mengungkapkan perbedaan sifat cahaya bulan dan matahari, tetapi juga perbedaan geraknya. Perbedaan orbitlah yang mengakibatkan matahari tampak tidak berubah bentuknya, sedangkan bulan berubah-ubah bentuknya sebagai perwujudan perubahan daerah kedudukannya (manzilah-manzilah) dalam sistem bumi-bulan-matahari. Kini sains sanggup mengungkapkan sifat gerak dan sumber cahaya bulan dan matahari.

Gerak harian bulan dan matahari, terbit di Timur dan terbenam di Barat, hanya merupakan gerak semu. Karena bahu-membahu bumilah yang bergerak. Bumi berputar pada porosnya sekali dalam sehari sehingga siang dan malam silih berganti dan benda-benda langit pun tampak terbit dan terbenam, menyerupai hanya bulan dan matahari. Sesungguhnya gerak yang terjadi bukan hanya bumi yang berputar pada porosnya, tetapi juga bulan dan matahari beredar pada orbitnya. Bulan mengorbit bumi, sementara bumi mengorbit matahari, dan matahari pun tidak diam, tetapi bergerak juga mengorbit sentra galaksi. Cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir di intinya, sedangkan bulan berasal dari pantulan cahaya matahari. Efek adonan sudut tiba cahaya matahari dan sudut tampak dari permukaan bumi mengakibatkan bulan tidak selalu tampak bulat, tetapi berubah-ubah dari bentuk sabit ke purnama yang bulat, dan kembali lagi ke sabit tipis menyerupai pelepah kering.
    
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka yakni malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di daerah peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami memutuskan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah ia hingga ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia menyerupai bentuk pelepah yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapat bulan dan malampun tidak sanggup mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS Yaasiin: 37-40).

Walau tampak matahari dan bulan berjalan pada jalur yang sama, mustahil keduanya bertabrakan atau saling mendekat secara fisik, lantaran orbitnya memang berbeda. Perjumaan bulan dan matahari ketika gerhana matahari hanyalah ketampakkannya, ketika matahari tampak terhalang oleh bulan yang berada di antara matahari dan bumi. Dan pada ketika gerhana bulan, bulan dan matahari berada pada posisi yang berseberangan sehingga cahaya matahari yang mestiny mengenai bulan, terhalang oleh bumi. Bulan purnama menjadi gelap lantaran bayangan bumi.

Bentuk sabit bulan selama perubahan manzilah-manzilah (fase-fase) bulan mengatakan bahwa bulan itu berbentuk bulat. Lengkungan sabit dibuat oleh lengkungan bulan yang berbentuk menyerupai bola. Lalu mengapa pada ketika gerhana bulan terlihat juga bentuk lengkungan selama proses gerhana sebagian? Lengkungan kegelapan gerhana itu menjadi bukti bahwa bumi kita juga bulat. Karena bahu-membahu pada ketika terjadi gerhana bulan, bayangan bumilah yang menutupi permukaan bulan. Lengkungan pada ketika gerhana tidak terlalu melengkung lantaran lingkaran bayangan bumi di bulan beberapa kali lebih besar dari lingkaran piringan bulan.

Banyak aspek sanggup kita pelajari dari gerhana bulan. Tingkat kegelapan ketika gerhana bulan juga menjadi indikator kualitas atmosfer yang bayangannya tampak pada peralihan terangnya purnama dan gelapnya bayangan bumi. Bila cahayanya jernih putih kekuningan dan batas antara gelap dan terang terlihat sangat nyata, itu mengindikasikan atmosfer bumi relatif higienis dari debu. Namun jikalau ada debu letusan gunung berapi yang cukup tebal, maka pada proses gerhana sebagian akan tampak warnanya kemerahan hingga hitam dengan batas gelap-terang yang baur.

Sains menjelaskan fenomena yang sesungguhnya. Sains menghilangkan mitos dan meneguhkan keyakinan akan kekuasaan Allah. Gerhana kita ambil hikmahnya, bahwa Allah mengatakan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan fenomena itu. Keteraturan yang luar biasa yang Allah ciptakan memungkinkan insan menghitung peredaran bulan untuk dipakai dalam perhitungan waktu dan dipakai untuk memprakirakan gerhana.

Gerhana matahari cincin yang terjadi pada 29 April 2014. Beberapa kota yang sanggup mengamati gerhana matahari cincin ini yakni tenggara Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang berupa gerhana matahari sebagian.

Masih ada 2 gerhana lagi yang akan terjadi di tahun 2014 ini yakni pada bulan Oktober 2014, di mana tanggal 8 akan terjadi gerhana bulan total yang sanggup diamati dari seluruh wilayah Indonesia. Kemudian pada 23 Oktober 2014 ada gerhana matahari sebagian namun kali ini tidak sanggup diamati dari Indonesia.
 
Ketika kita menyaksikan kebenaran prakiraan sains, bukan pujian intelektual yang kita tunjukkan melainkan ungkapan: Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau (dari segala kekurangan), maka (ampunilah segala kesalahan penjelahahn intelektual kami dan) peliharalah Kami dari siksa neraka.

Sumber http://fisika-indonesia.blogspot.com


EmoticonEmoticon