Senin, 31 Juli 2017

Kehidupan Sesudah Menikah


Selamat menempuh hidup baru, ya :)
Begitu pesan yang saya baca pada tiap kado yang saya buka bersama suami selepas program pernikahan.

Yes, that’s right. Hidup sehabis menikah itu tidak sebelas dua belas dengan hidup saat masih single. Paham maksudnya kan? Agaknya tagline “selamat menempuh hidup baru” bukan sekedar tagline. It’s real. Benar-benar lembaran gres dan benar-benar memulai semua dari awal.

Jadi, nikah itu lezat apa enggak?

Nikah itu enak, tapi bukan berarti nggak ada nggak enaknya. Single juga gitu. Single itu enak, tapi banyak juga nggak enaknya. Intinya, semua keadaan, semua kondisi, semua keputusan itu ada plus minus nya, ada aturan alasannya ialah akibatnya, ada teori timbal baliknya. Nggak akan ada suatu keadaan yang enaaaak terus atau nggak enaaaak terus selama kita masih di dunia.

Trus, intinya?

Entahlah, sehabis sekian usang nggak nulis di blog ini, agaknya hari ini jari jemari udah rindu berat buat nulis di sini. Ya meskipun pada akhirnya tulisannya nggak penting-penting amat, nggak terlalu berfaedah juga. Kaprikornus lewatin aja kalo sekiranya goresan pena ini menuh-menuhin reading list, hehe.

Jadi, pada dasarnya kehidupan sehabis menikah itu berbeda dengan kehidupan saat masih sendiri. Yaiyalah ya, jelas. Adaptasi, penerimaan, pengakuan, kelapangan dada, kesabaran dan aneka macam ilmu level tinggi butuh sekali untuk dipelajari dan pelan-pelan diterapkan.

Melalui goresan pena ini, saya ingin membuatkan ihwal hidup sehabis menikah versi saya.

Hidup sehabis nikah itu awalnya canggung. Canggung menghadapi diri sendiri yang sedang menjalani proses adaptasi. Canggung, yang biasanya apa-apa sendiri, kini ada orang lain, jadi ada yang nemenin, ada yang bantuin.

Hidup sehabis menikah itu menyerupai nano nano. Manis, asem, asin, rame rasanya. Ini serius bukan iklan, wkwk. Manis manis legit karna benih-benih dalam hati pelan-pelan mulai bersemi. Asem asem nikmat karna kadang untuk mengikuti keadaan masing-masing hati harus super kuat. Asin asin gurih karna mencar ilmu ihwal kesabaran dan penerimaan itu seru seru susah. Rame rasanya karna masih teramat banyak hal seru nan indah yang rasanya beda-beda kalo dijalani.

Hidup sehabis menikah itu butuh berton-ton pemanis hati untuk beradaptasi, butuh beratus-ratus karung stok kesabaran, butuh berhektar-hektar keluasan dan kelapangan dada. Terkesan berat sekali dan terkesan jauh dari ekspektasi. But, inilah kenyataan dari sebuah ijab kabul apalagi usia ijab kabul yang masih dini.

Kok gitu?

Ya emang gitu. Karna menikah itu ihwal menyatukan 2 isi kepala menjadi 1 rangkuman yang meliputi keduanya. Coba bayangkan, kita dengan saudara sekandung kita yang sedarah, seibu sebapak dan seatap semenjak lahir aja kadang masih sering beda pendapat, kalo nggak ada yang ngalah sanggup jadi berantem. Nah apalagi saat kita sudah menikah, kita hidup sama orang yang nggak sedarah, beda ibu bapak, nggak pernah seatap, beda latar belakang, beda lingkungan, beda didikan, beda segala-galanya lah. Kemungkinan beda pendapat dan berantem niscaya ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Loh kok susah gitu? Terus indahnya apa?

Indahnya itu, saat kita sama-sama berhasil setahap demi setahap menuntaskan hal-hal yang terkesan susah tadi. Manis sekali, saat masing-masing dari kita berusaha menerapkan kata “saling” yang tiap hari beda-beda temanya. Bisa jadi hari ini temanya saling mendapatkan kekurangan, besok saling introspeksi diri, lusa saling pengertian, dan hari-hari lainnya niscaya beda-beda temanya. And it’s so beautiful when we can passed the level.

Iya, rasanya indah banget saat kita berhasil menerapkan aneka macam kata “saling”. It feels like, tiap hari rasa sayang sama cinta itu nambah terus. Rasa pengertian dan penerimaan itu makin kuat. Pokoknya indah lah ya.

Menikah ialah ibadah. Ibadah yang paling lama. Ibadah semenjak kesepakatan terucap sampai tamat hidup memisahkan. Maka, pertahankanlah, luruskan niat selalu.

Menikah juga ihwal belajar. Belajar saling menerima, mencar ilmu saling melengkapi, mencar ilmu saling membuka pintu maaf selebar-lebarnya, dan mencar ilmu ilmu-ilmu “saling” tingkat tinggi lainnya. Maka, jangan pernah berhenti belajar.

Jadi, kesimpulannya.. jangan takut menikah, jangan pula terburu-buru dalam menikah.

Persiapkan segala amunisi ilmu untuk kehidupan sehabis menikah nanti.

Bagi yang akan menikah, jangan hanya terlena dengan persiapan walimah. Memang penting dan menyenangkan. Tapi kita jaaauuuuuh lebih butuh persiapan sehabis walimah selesai.

Wallahu a'lam bishowwab.

Sumber http://ismimiitsme.blogspot.com


EmoticonEmoticon