Jumat, 01 September 2017

Cinta Pertama

Di hidupku, saya hanya punya satu sosok laki-laki yang saya idam-idamkan, 
Yang rahasia saya sebut namanya disetiap doaku. 
Dia ialah Ayah,
Laki-laki yang seringkali tanpa permisi masuk ke kamarku,
dan mulai membuka obrolan-obrolan anggun berdua.

Bagi seorang perempuan, 
Ayah ialah cinta pertamanya.
Ya.. Aku mengasihi Ayah.
Aku mengasihi dikala dimana kami duduk berdua ataupun berjalan berdua, 
Kemudian mulai mengingat-ingat kenangan yang pernah kami lewati bersama. 
Menanyaiku perihal kehidupan kampusku, 
Memberikanku aneka macam nasihat, saran dan motivasi.
Pun tak ketinggalan, bertukar isu mengenai dunia teknologi yang selalu menjadi topik hangat baginya.

Sungguh, ayah ialah laki-laki yang sangat mengasihi anaknya sebesar itu. 
Dengan setiap tetes peluhnya, dengan setiap derita sakitnya, 
Dengan setiap asap kendaraan yang melekat ditubuhnya. 
Aku, mencintainya.


Sesungguhnya, cintaku padanya memang tak gampang terucap. 
Hingga di sisa nafas terakhirnya, 
Aku dengan rasa sesakku, alhasil membisikkan kepadanya, 
'Mimi mengasihi Ayah, mimi sayang sama ayah. 
Tapi yah, Allah lebih sayang sama Ayah. 
Mimi ikhlas, yah. Pergilah dengan damai kalau ini memang waktunya berpulang. 
Allah yang jaga kami, gak usah khawatir. 
Ayah fokuslah ingat Allah. Kosongkan hati dan fikiran Ayah. 
Ingat Allah saja. Allah, Lillah, terus ya, yah.' 

Waktu pun berlalu, hingga hingga dikala ini, 
di hampir 2 tahunnya ayah berpulang, saya pun masih suka membisikkan cinta. 
Membisikkan rasa cintaku kepada Ayah melalui do'a yang kulambungkan kepada Sang Maha Pemilik Cinta.
Meminta padaNya semoga kelak dikumpulkan kembali di kawasan terbaik bersamanya, 
Meminta padaNya untuk sanggup bercerita, bersenda gurau, melampiaskan rindu padanya,
Meminta padaNya semoga amalan2 yang kukerjakan berimbaskan pahala juga untuknya,
Meminta padaNya semoga aku, bersama adik-adikku terus dijaga dalam penjagaanNya semoga bisa terus menjadi amal jariyahnya Ayah, menjadi ladang pahalanya Ayah,
Sebab, sungguh, saya belum bisa membalas jasanya sedikitpun semasa hidupnya.


***********************************************

Beberapa waktu belakangan entah kenapa perasaan saya begitu haru, berkali-kali seakan diingatkan perihal kehidupan sehabis ini, perihal tamat hayat yang tidak mengenal usia, perihal nikmat sehat yang seringkali kita lalaikan, perihal bekal yang akan dibawa nanti, perihal dosa yang mungkin belum tertaubati.

Sudah 2 ahad terakhir ini saya tidak berziarah ke makam ayah dan hari ini dikala ada di hadapan makam beliau,  tiba-tiba pikiran saya seakan terbawa ke momen dikala ia meninggal, teringat terperinci bagaimana perasaan yang saya rasakan kala itu, tak terasa air mata menggelayut di ujung mata ini. Sedih kehilangan orang yang kita sayangi tentunya. Tapi betapa kitapun diingatkan bahwa kita pun akan segera menyusul, cepat atau lambat hanya tinggal menunggu waktu. Teringat bahwa tamat hayat berada amat sangat dekat. Bukan perkara bau tanah atau muda, sakit atau sehat, ini hanya perkara batas jatah hidup yang Allah berikan sesuai ketetapannya.

Seringkali terbersit dalam benak ini,
sudah siapkan bekal apa untuk kembali nanti? 
Sudah cukupkah amal yang diperbuat selama di dunia untuk bekal nanti?
Membayangkan nanti hanya kita sendiri yang akan berada di dalam kubur, ditanyai malaikat perihal amal apa yang telah diperbuat selama di dunia. Apakah akan diberikan kelapangan ataukah kesempitan, diberikan cahaya ataukah kegelapan, diistirahatkan ataukah diberikan balasan.
Wallahu a'lam, semoga kita kembali dalam keadaan yang baik dan khusnul khotimah. 

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berziarah ke makam ibunya. Kemudian Rasulullah menangis dan menciptakan orang-orang yang ada di sekitarnya pun ikut menangis. Lalu ia bersabda, 'Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohon ampunan baginya (Ibu Rasulullah), tapi Allah tidak memperlihatkan izin kepadaku. Dan saya meminta izin kepada Allah untuk menziarahi kuburnya, maka Allah mengizinkanku. Karena itu berziarahlah kalian ke kubur, alasannya gotong royong ziarah kubur itu mengingatkan akan mati. (HR. Muslim).'
Saat ini, yang ada dipikiran saya hanyalah rasa bersalah. Semakin remaja saya semakin menyadari bahwa orang bau tanah sangat sangat berarti. Bahwa mereka seharusnya dibahagiakan, bukan direpotkan. Bahwa mereka seharusnya kita manjakan selagi mereka masih ada. Mendo'akan mereka hingga kita sudah tidak bisa lagi mendoakan.

Sungguh, tidak ada cinta yang lebih besar daripada cinta orang bau tanah pada anaknya. Dan tidak ada laki-laki manapun yang bisa mengasihi wanita sebaik seorang ayah mengasihi anak perempuannya. Percayalah.
Ketahuilah nak, saya ialah ayahmu walau dengan keterbatasanku. Aku selalu berusaha memenuhi semua inginmu alasannya kau ialah belahan terpenting dalam hidupku, dan saya berusaha semaksimal mungkin menjagamu dan mendidikmu. - Laki-laki yang kucintai, ayah.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu..


Sumber http://ismimiitsme.blogspot.com


EmoticonEmoticon