Lovely Maid Part 11
Sivia melambaikan tangannya ke Shilla, sohibnya yang akan menuju restoran siap saji yang telah menjadi daerah Shilla bekerja selama dua hari ini. Sedangkan Agni, mereka telah berpisah dengan Agni semenjak tadi alasannya ialah Agni harus bekerja di bengkel yang tidak jauh dari rumah mereka. Awalnya, Sivia hanya mau menemani Shilla serta menungguinya. Namun, hal lain terpikir olehnya. Ia mustahil bersantai-santai saja sementara ketiga sohibnya bekerja. Lihat saja Ify, ia harus tinggal di rumah majikannya selama dua minggu, itu berarti mereka hanya akan bertemu di sekolah.
Setelah Shilla masuk ke daerah kerjanya, Sivia keluar dari mall dan berjalan tanpa tujuan. Ia ingin bekerja sungguh. Namun pekerjaan apa yang sanggup ia dapatkan??? Gadis chubby itu terus berjalan lurus ke depan, sekali-kali ia memperhatikan orang-orang yang sibuk dengan kebiasaannya. Satu...dua senyuman tercipta di wajah anggun gadis itu manakala tingkah orang menarik hatinya untuk tersenyum.
Sivia memperhatikan toko Florist yang berada 100 meter dari tempatnya berdiri. Ia yakin toko itu ialah toko florist alasannya ialah banyaknya bunga yang berada di sekitar toko tersebut. Yang menciptakan Sivia tertarik ialah antrian panjang yang ada di depan toko tersebut. Dengan cepat ia menuju toko itu, siapa tahu ia menerima pekerjaan.
Feeling Sivia kali ini bekerja dengan cepat. Saat ia tiba di toko tersebut, ia mendapati kalau pelayan toko di sana kekurangan tenaga kerja. Mereka bekerja dengan sangat cepat, namun sering terjadi kesalahan buktinya terdengar pelanggan yang berkata ‘itu bukan pesananku’. Sivia mendekati toko itu. Mencoba menyeruak dari kerumunan dan memasuki wilayah dalam toko.
“Di, tolong telponin Nyonya. Kita kekurangan pekerja nih, lihat ramai sekali,” ucap Lara pelayan yang sibuk membawa tiga rangkai bunga di kedua tangannya.
“Aduh....gue juga sibuk, Ra. Kalo gue nelpon yang nolong elo siapa,” balas Diana sobat sepekerja Lara. Keduanya sibuk berjibaku dengan pekerjaannya.
Diam-diam Sivia tersenyum senang. Ia mendekati salah satu diantara keduanya. “Permisi, Mbak. Saya sanggup membantu mbak bekerja di sini?” tanya Sivia to the point sekaligus berharap-harap dalam hati.
“Ah....iya-iya. Silakan. Kamu sanggup melayani pelanggan yang mengantri di sana,” ucap pekerja yang berjulukan Lara.
Mata Sivia berkaca-kaca riang. Dia sangat bahagia alasannya ialah hari ini ia sanggup bekerja. Dengan cekatan ia melayani pelanggan di daerah yang telah ditunjuk oleh Mbak Lara.
***************
Ternyata menjaga seorang Raynald Aditya Haling itu bukanlah hal yang susah. Ray sangat gampang untuk dijaga. Ia tidak banyak kehendak dan sukanya mendengarkan dongeng juga menonton film-film disney, itu sangat memudahkan Ify.
“Yah....filmnya habis Ray,” ucap Ify.
Saat ini ia dan Ray sedang menonton Film Disney Mickey Mouse and his Freind. Ify duduk di sebelah Ray yang tidur di kasur yang memang disedikan untuk tidur. Ray bangkit dari posisi duduknya dan duduk dipangkuan Ify.
“Jalan-jalan yuk, Kak Ify. Lay bosan di lumah. Kak Lio belum pulang lagi,” pinta Ray. Ify mengangguk-ngangguk. Tuan mudanya yang satu itu belum juga pulang semenjak dua jam yang lalu, tepatnya ketika jam sekolah bubar. Sekarang saja sudah jam empat sore lewat itu berarti sudah dua jam semenjak pukul dua siang. Sebenarnya, Ify tidak harus ambil pusing kalau Rio tidak di rumah alasannya ialah dengan begitu ia tidak perlu repot-repot melihat wajah suram tuan mudanya itu. Suram alasannya ialah ia kesal terhadap dirinya, hehehehe...
“Ayo-ayo kita keluar. Ray mau ke mana?” sepakat Ify sekaligus bertanya pada Ray. Gadis berdagu tirus itu menggendong Ray dan membawanya keluar rumah.
Saat tiba di pintu gerbang yang tidak pernah berhasil menciptakan rasa terpesona Ify hilang akan keindahan yang dimiliki oleh gerbang tersebut. Minimalis dan sangat indah untuk dilihat. “Kak, Ify. Ayo kelual. Lay mau main di lapangan itu,” rengek Ray yang melepaskan Ify dari keterpesonaanya.
“Siap, Ray. Pegang Kak Ify yang kuat, kita lari!!” seru Ify semangat dan mulai berlari. Gayanya tadi mau berlari cepat-cepat, ternyata Ify hanya sekedar berlari. Nggak mau capek sih. Modusnya Ify saja tadi, hahaha....
“Kak Ify lambat! Yang cepat dong kakak,” pinta Ray. Ify mengangguk dan segera mempercepat larinya. Membawa Ray dalam gedongnya sambil berlari ternyata melelahkan juga. Ray berat sih.
Hosh....hosh...hosh....nafas Ify terengah-engah. Jarak rumah Rio dengan lapangan kompleks ternyata tidak mengecewakan menguras tenaganya. Ditambah lagi dengan Ray yang berada di gendongannya. “Hhh....Kak Ify capek Ray. Ray main sama teman-teman itu saja ya?” ucap Ify. Sumpah ia benar-benar lelah.
Ray menatap segerombolan belum dewasa yang seumuran dengannya sedang bermain kejar-kejaran. Matanya berkilat-kilat bahagia melihat mereka tertawa dengan asyiknya. Tanpa sadar ia mengangguk kepada Ify kemudian dengan cepat ia berlari dan bergabung dengan belum dewasa di sana.
Ify bersyukur dalam hati. Ia segera mengambil posisi duduk yang tidak jauh dari daerah Ray bermain. Ia harus menepati janjinya dengan Tante Manda, ia harus menjaga kepercayaan perempuan baik itu kepada dirinya. Kalau saja Tante Manda tidak menolong dirinya, niscaya ia akan menjadi bual-bualan Rio dan abang kelas mesum itu akan memperlakukannya layaknya maid yang paling sengsara seantero dunia hingga tertulis dalam sejarah.
Ternyata memperhatikan belum dewasa kecil bermain itu ialah hal yang menyenangkan. Tak jarang Ify tertawa melihat belum dewasa yang tertawa lepas. Wajah mereka menyerupai malaikat, polos dan sangat menarik.
“Kak Ify,” panggil Ray sekali-kali ketika ia berlari dan melewati Ify. Ify membalas sapaan Ray dengan senyuman dan lambaian tangan.
“Ayo semangat, Ray. Lari yang kenceng!!!” seru Ify menyoraki Ray menyerupai sedang berlomba lari saja. Ify sebagai seporter tunggal Ray. Ia bertepuk tangan sendiri.
“Hei....” tegur seseorang.
Ify menolehkan kepalanya ke kanan menuju sumber suara. Ia menemukan seorang pria yang duduk tidak jauh dari dirinya. “Kenapa?” tanya Ify.
Pemuda itu terkekeh pelan. “Lo nungguin siapa sih? Adek lo ya hingga semangat gitu?” tanya cowok itu.
Ify menggeleng. “Nggak kok. Gue nunggui tuan muda gue. Gue mah babysitter,” jawab Ify. “Kenalin, gue Alyssa. Panggilnya boleh Alys boleh juga Lyssa. Tapi gue lebih suka dipanggil Ify, hehehe,” tambah Ify lengkap dengan cengengesan ala Ify.
“Gue Andryos Ariyanto dan gue lebih suka dipanggil Debo aja,” balas Debo dan mengulurkan tangannya.
Ify tersenyum lebar. “Oke Debo. Salam kenal ya,” ucap Ify dan menyambut uluran tangan Debo.
“Jadi, kenapa lo berada di sini?” tanya Ify membuka percakapan. Entahlah kenapa ia sanggup memulai percakapan duluan dengan seorang laki-laki, apalagi yang gres ia kenal. Ini insiden langkah dan Ify sanggup mencicipi itu. Debo pun mulai bercerita dan Ify siap mendengarkannya. Lumayan, menunggu Ray sambil menerima sobat baru.
**************
“Fiuuhh.....” gumam Via sambil mengelap peluh yang berada di pelipisnya. Ia benar-benar merasa lelah. Pekerjaan hari ini benar-benar menguras tenaga, namun sangat menyenangkan. Ia harus tetap semangat alasannya ialah masih ada satu pelanggan yang menunggu pelayanan dari toko Florist ini.
“Ini pesanannya, Nyonya. Bunga Azalea. Sangat cocok dengan busana Nyonya hari ini,” ucap Via sambil menyerahkan satu pot bunga Azalea berwarna orange yang menyejukan. Pembeli itu tersenyum dan segera menuju kasir untuk membayar bunga yang ia pesan.
“Ah....leganya. Hari ini cukup hingga jam segini. Capek banget,” ucap Lara dan mengambil posisi duduk bersahabat dengan Sivia.
Via yang mendengarnya jadi terkekeh sendiri. “Ramai sekali ya, Mbak? Memang kayak gini ya setiap harinya?” tanya Via.
Lara kaget. Itu sanggup terlihat dari bola matanya yang membola. “Eh....kamu. Nggak juga kok. Setiap hari sih nggak kayak gini, tapi ramai juga,” jawab Lara. “Ngomong-ngomong, kita belum kenalan ya?” ucap Lara dan mengangguk-ngangguk. “Di, ke sini dong. Kita belum kenalan sama dia, yang bantu kita tadi,” panggil Lara pada sobat sekerjanya Diana. Yang dipanggil dengan cepat tiba menghampiri.
“Gue Lara. Ini Diana. Kamu siapa?” ucap Lara memperkenalkan diri.
“Sivia. Panggilannya Via,” ujar Via dan tersenyum sangat manis.
“Duh....makasih banget ya, Via. Kita berdua jadi tertolong alasannya ialah ada kamu. Sebenarnya sih, toko ini sangat perlu tenaga kerja baru. Ramai banget sih,” ucap Diana.
Via mengangguk-ngangguk. “Masih Sekolah Menengan Atas ya? Kelas berapa?” tanya Lara yang gres menyadari kalau masih mengenakan seragam sekolah.
“Iya, Mbak. Baru kelas sepuluh kok. Mbak Lara sama Mbak Diana udah kuliah ya?” jawab dan tanya Sivia secara bersamaan.
“Yap. Baru semester 5. Oh iya, gimana kalo Via kerja di sini aja. Mau nggak? Nanti kita tanyain sama pemilik toko ini. Beliau orangnya baik kok. Gimana, Via mau nggak?” tanya Lara antusias.
“Yang benar? Mau dong, Mbak. Via kan lagi cari kerja nih,”jawab Via dan tersenyum lebar. Tinggal tunggu acc, ia sanggup mendapatkan kerja.
“Nah, kalo gitu besok jam tiga Via udah ada di sini. Gimana?” tawar Diana.
Via mengangguk cepat. “Pasti sanggup dong, Mbak. Via dateng. Bila perlu sebelum jam tiga,” ucap Via penuh semangat.
*****************
Tidak tahu kenapa hari ini Rio mendapatkan ajuan Dea untuk menemani cewek yang gila shopping dan salon itu pergi melaksanakan rutinitas biasanya. Ia benar-benar tidak tahu. Ntah alasannya ialah ia dipelet atau alasannya ialah ia sedang kesambet. Untung saja sesudah Dea bershopping ria, Rio sanggup bebas dari dia. Ia benar-benar gres sadar ketika Dea memintanya untuk menemani gadis itu pergi ke salon. Yang benar saja dong????!!! Dua jam ia menemani Dea belanja dan dengan baik hatinya ia yang membayar semua belanjaan Dea. Hebat!!! Dalam dua jam Rio menghabiskan satu juta rupiah hanya untuk Dea. Seorang gadis yang bukan pacarnya. Belanjaan Dea memang nggak banyak, tapi mahal-mahal semua. Berhubung dirinya nggak pelit dan Dea nggak malu-maluin dirinya dengan tampilan modis ala Dea, Rio jadi tidak mempermasalahkannya. Namun yang jadi duduk kasus untuk dirinya, ketika Dea meminta dirinya untuk menemani ke salon. Yaikkss.....nggak bakalan.
Untung saja Rio berhasil kabur dan di sinilah ia ketika ini. Di jalan raya menuju kompleks perumahan rumahnya. Saat memasuki gang perumahnnya Rio memperlambat kecepatan motor kesayangnya. Ia menikmati sedikit udara sore hari ini. Dia memang sudah kesorean pulang, tadi ketika ia melihat jam yang menempel di pergelangan tangannya, jarum jam telah menandakan pukul lima lewat dua puluh lima menit, itu berarti sudah jam setenga enam sore. Lagian, Rio juga kangen dengan adiknya, Ray.
Ketika Rio melewati lapangan kompleks, ia jadi sedikit tertarik. Tumben-tumbenan lapangan itu ramai, biasanya juga sepi. Mata Rio melotot ketika menemukan adiknya sedang berlari-lari menghindar dari temannya yang menggunakan topeng monster. Rio tahu, kalau Ray sedang bermain kejar-kejaran. Mata Rio semakin melotot ketika ia menemukan baju Ray yang penuh dengan debu. Tidak sanggup ia biarkan, si Pinky itu di mana? Kenapa Ray dibiarkan begitu saja.
Rio mempercepat laju motornya dan mendekat area lapangan. Setelah memarkir motornya di pinggir, Rio memasuki area lapangan. Matanya menyipit untuk memastikan sosok yang ditangkap matanya yang sedang asyik mengobrol. Itu ia si Pinky, batin Rio. Mata Rio yang sudah disipitkan, malah ia sipitkan lagi. Ify tidak sendirian dan ia bersama pria yang seumuran dengannya. Tidak sanggup Rio biarkan.
Langkah kakinya ia percepat. Ia tidak sanggup membiarkan ini. Enak saja Ify menelantarkan adiknya dan si Pinky itu asyik mengobrol dengan orang lain. Memang ia siapa?
“Heh! Pinky!” ucap Rio ketika ia sudah berdiri di sebelah Ify.
Ify berhenti tertawa dan mendongak ke atas. Di dapatinya tuan mudanya sudah berdiri di sebelahnya dengan wajah yang sangat menakutkan. “Eh....tuan muda Rio. Kenapa?” tanya Ify.
“Itu majikan lo, Fy?” tanya Debo dengan bisikan. Ify mengangguk samar.
Rio menarik tangan Ify dan membawa gadis itu pergi dari Debo. Cekalan tangan Rio tidak begitu kuat, jadi tidak terlalu sakit bagi Ify. Itu sanggup dilihat, ia masih saja sempat-sempatnya melambaikan tangan dan berpamitan dengan Debo.
“Lepasin dong, Tuan. Sakit tahu!” protes Ify.
Rio seakan tidak mendengarkannya dan masih saja menarik tangan Ify hingga mereka berdua hingga di daerah Ray. “Lo lihat adik gue, Pinky. Lo ngobrol sama Debo dan adik gue lo biarkan sendiri bermain hingga kotor begini,” semprot Rio dan menunjuk ke arah Ray yang masih asyik dengan permainan yang ia lakoni.
Ify mendecih kesal. Nggak segitunya juga kali. “Wajar dong kalo Ray kotor, kan ia bermain. Nggak bakal hingga ngebuat Ray sakit kali. Kan habis main eksklusif mandi,” ucap Ify dan memutar bola matanya malas.
Rio mendidih. Ia tidak sanggup mendapatkan argumen Ify. “Lo kira adik gue orang miskin yang biasa main kotor-kotoran. Yang biasa kena penyakit. Emang ia kayak elo, miskin. Mikir dong, Pinky!” bentak Rio.
Hati Ify mencelos ketika mendengar Rio menyampaikan dirinya miskin. Jelas-jelas tidak perlu Rio beberkan dan menyampaikan di depan dirinya, Ify sendiri sudah menyadari. Rio sangat berbeda dengan Debo. Debo saja tidak mempermasalahkan kalau ia berteman dengan seorang babysitter. “Oke...oke...stop lo bilang gue miskin. Gue cukup SADAR DIRI!” balas Ify dan memperlihatkan tekanan penuh pada kata sadar diri. Maksudnya semoga Rio mengerti.
Tanpa sengaja Rio menangkap bola mata Ify. Di sana tersirat kepedihan dan Rio mencicipi hal tersebut. Tiba-tiba ia menyerupai diselimuti dengan rasa bersalah.
“KAK LIO!!!!” seru Ray yang sudah berdiri di sebelah kakaknya itu.
“Sekali lagi lo ngelantarin Ray kayak tadi. Lo tahu kesannya kan?” ancam Rio.
Ray memperhatikan kakaknya yang memarahi babysitternya. Ia mencibir ke kakaknya itu. “Kak Lio kenapa malahin Kak Ify. Lay seneng tahu dijaga sama Kak Ify. Kak Ify itu nemenin Lay nonton, main, suapin Lay makan. Kak Ify sayang sama Lay. Kenapa abang malah-malah sih? Kan kasihan Kak Ify,” tutur Ray dengan wajah polosnya.
Ify yang sudah berdiri di belakang Ray melet-melet ke arah Rio. “Syukurin,” ucap Ify tanpa suara. Tingkahnya tersebut berhasil menciptakan Rio melotot.
“Ayo pulang sama kakak,” ajak Rio dan meraih Ray dalam gedongannya. Ray membisu saja dan Ify mengikuti dari belakang.
Saat tiba di motor Rio. Rio segera mendudukan Ray di depannya dan ia siap mengemudi. Merasa ada yang kurang, Ray mencari Ify. Ternyata benar. Babysitternya itu masih berdiri di sebelah motor. Menyadari kalau Ray mencari sosok Ify, Rio mengambil alih.
“Gue nggak mau lo ikut nebeng sama gue,” ucap Rio telak.
Ify mendengus kesal. Memang siapa sih yang mau nebeng sama ketos mesum pesek itu. “Gue juga ogah. Gue sanggup jalan kaki,” balas Ify sengit.
“Syukur deh kalo lo sadar diri,” ucap Rio.
“Memangnya elo yang nggak sadar diri. Dasar ketos mesum, item, pesek, sok-sokan pula. Nggak sudi gue nebeng sama elo. Sampai elo nyembah-nyembah dan mohon-mohon sama gue, gue nggak akan pernah nebeng sama elo!” cerocos Ify dan segera berjalan kaki dengan wajah bete.
Ray yang tidak tahu apa-apa menatap kepergian Ify dengan wajah bingung. “Kak Ify kenapa Kak Lio?” tanya Ray.
“Biasa Ray. Masalah wanita. Sedang sensi aja,” jawab Rio santai dan tidak perduli kalau sang Adik tidka mengerti sama sekali. Lalu, ia menstrater motornya dan menuju kediamannya.
*****************
Saat ini jarum jam sudah menandakan pukul setengah tujuh malam. Ray sedang asyik menonton dengan ditemani oleh Ify yang juga sibuk dengan buku pelajaran Kimia. Sepertinya Ify sedang mengerjakan kiprah dari sekolah.
Perlahan-lahan dengan niscaya Rio membuka pintuk kamarnya dan berjalan keluar. Ia melihat ke bawah dari atas, “Gue ke bawah juga ah,” ucap Rio. Sebelum ia turun ke lantai dasar, Rio menyambar buku Fisikanya.
“Kak Lio!!!” seru Ray dan melambaikan tangannya kepada Rio.
Ify yang sibuk dengan buku Kimianya hanya melihat kedatangan Rio melalui sudut matanya. “Dia belajar? Nggak mungkin,” batin Ify.
“Belajar membaca yuk sama abang yuk, Ray,” ajak Rio.
“Tuhkan bener, gayanya aja mau belajar!” batin Ify dan tanpa sadar ia mencibir.
Rio melihat cibiran itu. “Apaan lo cibir-cibir ke gue,” bentak Rio.
Ify tersentak kaget. “Kok tahu ya?” tanya Ify dalam hati. Ia tidak membalas Rio sama sekali daripada dirinya mencari ribut.
“Nggak mau deh Kak Lio. Lay mau nonton. Itu lucu tahu,” ucap Rio penuh penolakan kepada Rio. Mendengar tanggapan Ray, Ify tertawa sembunyi-sembunyi.
“Heheheemm,” deham Rio. Lagi-lagi ia sadar kalau Ify menertawakan dirinya.
“Dasar Pinky stress, gila, sok pula,” umpat Rio sadis. Ia tahu benar kalau Ify mengacukan dirinya, dengan bergairah Rio mengambil buku fisika dan membaca materi pelajaran untuk besok.
Keheningan mulai terjadi, Rio dan Ify sibuk dengan pekerjaan masing-masing sementara Ray asyik dengan menonton film cartoon yang diputar Ify tadi.
“Kak Ify....Kak Ify....” panggil Ray.
Ify menjauhkan buku kimianya dan menoleh ke arah Ray. “Kenapa Ray?” tanya Ify dan memasukan pulpennya ke dalam buku.
“Lay lapel, mau makan. Kak Ify masakin Lay ya?” pinta Ray.
Ify mengangguk dan berjalan kemudian duduk di sebelah Ray. “Ray mau makan apa? Kak Ify masakin deh, apapun yang Ray mau.”
Mata Ray berbinar-binar. “Celius, Kak Ify?” Ify mengangguk. “Lay mau nasi goyeng yang ada udangnya kecil-kecil di atas nasi. Telus....telus....ada telulnya yang mata capi sama yam goyeng yang pahanya yang becal. Ya ya ya??”
Ray yang memesan masakan malah Rio yang membayangkan. Di benaknya yang penuh dengan fisika tadi telah tergantikan dengan sepiring nasi goreng persis menyerupai yang disebutkan Ray. Nasi goreng yang ada daun selederinya, udang kecil-kecil, wanginya yang menggiurkan ditambah pula ayam goreng lengkap dengan telur goreng. Menggiurkan. Asyik-asyik membayangkan sajian nasi gorengnya, tiba-tiba bayangan Rio tergantikan oleh wajah adik kelasnya yang sedang melotot tajam kepada dirinya. Rio tersentak dan kembali ke dunia nyata. Dia paham maksud itu, niscaya ia tidak akan sanggup jatah nasi goreng. Tetapi, apa salahnya ia mencoba.
“Sip, Ray. Kak Ify liat dulu ada nggak bahannya. Kalo nggak ada, masak yang ada aja gimana?” tanya Ify. Ray mengangguk setuju.
“Fy....Ify.....,” panggil Rio dengan lembut.
Ify mengangkat sebelah alisnya. Heran. Dia heran, ini gres yang kedua kalinya Rio memanggil dirinya Ify, bukan Pinky. Ini sih kalau ia tidak salah hitung. “Pasti ada maunya,” batin Ify.
“Apa?” tanya Ify.
“Gue satu ya? Nasi gorengnya satu. Gue juga laper tahu,” jawab Rio dengan anggun lengkap dengan senyumnya yang paling memikat.
Ah....senyum Ify melebar, bukan alasannya ialah ia terpesona, tapi...... “Ditunggu aja deh,” ucap Ify dan kembali fokus pada Ray. “Kak Ify masak dulu ya, Ray. Muach....” ucap Ify dan mencium pipi Ray yang chubby. Rio melotot melihatnya.
Baru saja ia akan memarahi Ify, namun teringat dengan pesanannya. Kalau ia berkata bergairah pada Ify sanggup saja ia yang bakalan kena getahnya sendiri, alamat tidak makan malam hari ini. Jadi, Rio memutuskan untuk membisu saja.
“Dia memang sanggup masak,” batin Rio ketika indra penciumannya menangkap busuk enak nasi goreng ala Ify.
“Halum banget, Kak Ify!!!!” seru Ray dan tersenyum-senyum sendiri.
Setengah jam telah berlalu dan sekarang Ify sudah kembali dengan dua piring nasi goreng di kedua tangannya. Satu piring tanpa tutup dan satu piring yang ada tutupnya. Wajah Rio benar-benar berbinar-binar. Ini pertama kalinya ia benar-benar menginginkan untuk memakan sesuatu. Melihat nasi goreng yang tanpa tutup itu Rio sudah sangat lapar. Benar-benar menggoda.
“Ini nasi goreng untuk, Ray. Persis sama yang Ray pesen,” ujar Ify dan meletakkan nasi goreng itu di depan Ray. Ray mengangguk-angguk senang.
Ify menoleh ke arah Rio dan ia tersenyum. Lalu Rio juga ikutan tersenyum. Alhasil, keduanya saling melempar senyum. Bukan senyum sih bekerjsama tapi seringaian.
“Itu buat gue, Fy?” tanya Rio.
Ify mengangguk. “Iya. Special buat Tuan Muda Rio,” jawab Ify dengan bunyi yang sengaja dibentuk anggun dan lembut.
“Thank you. Gue laper banget,” ucap Rio dan mengambil sepiring nasi goreng yang berada di tangan Ify.
“Kak Ify ambil minum ke belakang dulu ya, Ray,” ujar Ify dan berjalan dengan cepat ke belakang.
Sementara Rio, ia dengan tidak sabarnya membuka tutup nasi goreng itu. Dia benar-benar lapar dan Rio pun mengangkat tutup piring tersebut. Reaksi pertama yang Rio lakukan ialah membolakan matanya. Kedua dadanya keliatan naik-turun dan ketiga...... “IFFFFYYYY PIIINNNKKYYY SIIAAAAALLLLAAAANNNNN!!!!!!!” teriak Rio.
Ify yang berada di belakang tertawa terbahak-bahak. Air matanya saja hingga mengalir. “Memang enak gue kerjain. Makan tuh kertas,” ucap Ify di final ketawanya yang sudah berhenti.
Tidak salah kalau Rio berteriak alasannya ialah ia benar-benar lapar dan adik kelas Pinky-nya itu seenaknya saja mengerjai dirinya. Masa di piring yang tertutup itu ialah surat perjanjian kerja Ify. Dan parahnya lagi, kalimat yang menyatakan Ify dihentikan diperintah oleh siapapun termasuk dirinya di kotakin dengan spidol. Niat banget ngerjain dirinya. “Damn!” rutuk Rio.
“Ini minumnya, Ray,” ucap Ify dan duduk di depan Ray. Diam-diam Ify melirik Rio yang sedang mengumpat, Ify yakin sekali itu dan objek yang diumpatnya niscaya dirinya sendiri. Ify mah sebodo amat, penting ia sanggup ngerjain Putra Mahkota Pangeran Haling itu. Hahahhaha....
“Udah selesainya makannya, Tuan?” tanya Ify iseng.
Rio melirik tajam ke arah Ify. “Apa lo? Puas lo ngerjain gue. Makan tuh surat perjanjian lo!” ucap Rio ketus. Ify nyengir saja.
“Aduh.....Ray! Makannya belepotan amat. Sini Kak Ify suapin,” ujar Ify dan mengambil alih sepiring nasi goreng Ray.
Rio melirik iri kepada Ray yang sanggup makan dan melirik kesal kepada Ify yang terlalu pelit. Dan terakhir mendumelin nama mamanya yang kenapa sanggup menyetujui perjanjian menyerupai itu. Ini lagi, Bi Imah hari ini dan dua hari ke depan nggak di rumah. Alamat nggak makan benar-benar kejadian. “Sialan!”
“Eeeennnnaakkkk baaanggetttt, Kak Ify. Lay suka tau,” puji Ray dan tetap melahap nasi goreng itu. Pipinya yang chubby jadi kembung. Saat nasi goreng itu telah lulus ke ginjalnya, Ray mengambil gelas untuk minum, tetapi airnya sudah ludes. “Minum,” ucap Ray. Ify berdiri dan meraih gelas yang kosong itu tak lupa meletakkan sepiring nasi gorengnya di depan Ray.
Rio benar-benar lapar. Dari tadi ia dikacangin pula oleh Ify si Pinky dan adik kesayangannya itu. “Sssttt....Ray abang bagi nasi gorengmu ya? Lapar nih,” ucap Rio sebelum Ray mengangguk, ia sudah menyambar nasi goreng itu dan mengambil sesendok. Ternyata....memamang enak banget. Ray nggak bohong.
Tap...tap...tap... langkah kaki Ify terdengar semakin mendekat. “Satu sendok lagi, Ray!” ucap Rio dan mengambil satu sendok. Saat Ify sudah kembali Rio akal-akalan fokus dengan buku fisikanya.
“Nah...ini minumnya!” seru Ify ceria. Dia melirik nasi goreng Ray. “Wah....Ray pinter banget. Nasi gorengnya udah berkurang banyak. Makannya nggak berserak lagi,” puji Ify.
Ray menatap datar Ify dari gelas minumnya. “Bukan Lay yang makannya kok, Kak Ify. Tapi Kak Lio. Kak Lio lapel banget,” ucap Ray dengan polosnya.
Rio menepuk dahinya dengan tangan kanannya, ia lupa bilang sama adik kesayangannya itu kalau jangan bilang-bilang sama babysitter ngeslinnya itu.
“Lo itu ya? Udah tau ini buat adek lo masih aja lo embat, abang macem apa lo. Parah!” caci Ify.
“Kok Kak Ify malah sama Kak Lio? Kan Kak Lio lapel. Lay nggak apa-apa makannya beldua sama Kak Lio, kan nasi goyengnya banyak. Kak Ify suapin Kak Lio juga ya?” ucap dan pinta Ray.
Ify melongo. Ray bilang suapin Rio juga?? Ogah!!!!
Rio nggak termangu menyerupai Ify. Dia sebodo amat mau Ify kek yang suapinnya atau bukan. Sekarang ia benar-benar lapar dan ingin makan.
“Kak Ify mau ya?” pinta Ray.
“Tapi Ray.....” protes Ify.
Melihat Ify menampilkan wajah memelasnya pada Ray, Rio eksklusif mengambil antisipasi. Untung saja surat perjanjian yang dilempar tadi nggak pergi jauh-jauh, Rio eksklusif meraihnya dan memperlihatkan pada Ify cuilan di mana ia dihentikan menolak semua undangan Ray. Senjata makan tuan! Gerutu Ify.
“Gue laper banget, Pinky. Suapin gue!” perintah Rio dengan ceria. Sangat ceria alasannya ialah mulai ketika ini ia sanggup kembali menjadi majikan yang harus diperhitungkan bukan diabaikan.
Setelah Ify memperlihatkan satu suapan kepada Ray, Ify menyuapi Rio. Ia memasang wajah cemberutnya. Saat ia akan menyuapi tuan muda yang sudah nggak layak disuapin itu, Rio memintanya tunggu sebentar. “Ingat ya, Pinky. Majikan tetap majikan. Maid tetap maid. Lo tetap maid-nya gue. Sampai kapanpun,” desis Rio. “Gue mau makan, suapin gue!” perintah Rio kemudian ia menunjuk ke arah Ray.
Dengan bergairah Ify menyuapi Rio dan melihat ke arah yang ditunjukan Rio. Ify mengerti maksudnya itu. Sangat mengerti. Makara pada intinya, rencanya telah gagal. Si Tuan Muda ngeselin sekaligus Ketos Mesum itu sudah punya penangkalnya, siapa lagi kalau bukan Ray.
Kalau kemarin-kemarin Rio yang menggerutu dengan menyebutkan kata sialan dan damn kali ini giliran Ify. Dia benar-benar kalah dengan Rio. “Sialan!” rutuk gadis anggun itu dalam hati.
BERSAMBUNG....
EmoticonEmoticon