Selasa, 13 Maret 2018

Lovely Maid Part 16




Akhirnya saya posting lagi dongeng ini.  Ini cuma satu part doang alasannya yaitu beberapa yang udah diketik disimpen dulu dan sisanya masih banyak belum selesai diketik, hoho.... jujur saya kerjanya lambat habis males banget mau ngetik itu... kerja dua kali... salah saya juga sih, nulisnya dibuku *maklum hobby*. Oh iya, maaf kalo part ini ngecewain dan nggak menyerupai yang kalian bayangin *kayak ada yg bayangin aja*. Jujur, ini merupakan salah satu part membosankan. Walaupun ini membosankan, part ini harus ada untuk kelanjutan part sebelumnya. Dan alasan utama part ini membosankan yaitu saya nggak terpikirkan lagi mau bagaimana. Untuk warning, part berikutnya masih membosankan, hoho....
Ngomong-ngomong, selamat membaca :) 





 Lovely Maid Part 16


Gadis itu meringkuk dalam selimut tebal yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Yah… selimut itu menyelimuti dirinya hingga dagu gadis itu. Memang malam ini sangat dingin, ditambah lagi dengan hujan yang terus mengguyur tanpa henti.
      
Drrraaaazzzzzzz………. Drrrraaazzzzzz………

Hujan masih setia membahasahi bumi. Kedinginan, gadis itu menarik lagi selimutnya dan semakin meringkukan tubuhnya hingga berbentuk bulan sabit.

Tes… tes… tes…

Air hujan berhasil menembus atap berbahan seng rumah gadis itu. Namun tampaknya gadis itu belum menyadarinya sama sekali.

Tes… tes… tes…

Tetap saja air hujan itu terus menetes dan membasahi kakinya. Gadis itu tampak bergerak menarik kakinya sendiri. Sepertinya, ia mulai menyadari sesuatu.

Gadis itu mengangkat kakinya hingga lepas dari balutan selimut dan membuatnya merasa hambar alasannya yaitu kulitnya mencicipi eksklusif bersentuhan dengan permukaan air hujan.

Tes… tes… tes….

Yeah…. Yang ketiga kalinya karenanya gadis bagus itu membuka matanya, otomatis kakinya eksklusif turun dan beliau mencicipi lembap di daerah kakinya mendarat. Dengan cepat gadis itu mengambil posisi duduk dan bola matanya membuka lebar tatkala melihat kasurnya sudah basah.

Itu berarti….

Yap, gadis itu mengangkat wajahnya ke atas dan ia menemukan air hujan yang tetap setia menetes. Dan akhirnya….

“RUMAH GUE BOCORRRR!!!!!!!!!” seru gadis itu. Dia eksklusif turun dari daerah tidurnya menuju dapur. Namun, bola matanya lagi-lagi terbelalak kaget dikala menemukan dapurnya sudah digenangi air setinggi mata kaki. Lagi-lagi….

“GUE KEBANJIRAN!!!!!!” teriak gadis itu lagi.

Dengan cepat gadis itu mencari ember dan benda-benda lainnya yang sejenis, menyerupai ember. Bahkan gadis itu mengambil mangkuk dan gayung sebagai alat tempurnya menghalau hujan yang dengan tidak tahu malunya membahasi rumahnya. Hujan tak berperi kemiskinan.

Aturannya orang miskin mah jangan dibanjirin, kasihan tau ah!!!

Sebodo dengan banjir yang di dapur, gadis itu eksklusif berlari ke kamarnya. Saat ini yang paling membutuhkan pinjaman pertama pada detik-detik kebanjiran yaitu kamarnya. Ketika tiba di kamar, gadis itu eksklusif meletakkan ember di atas daerah tidur yang atapnya bocor.

“Alhamdulilah, teratasi,” gumam gadis itu.

Lalu ia mulai menyidik yang lainnya dan sukses beliau harus meletakkan ember yang ia bawa di lantai sempurna di atap yang mempunyai diameter kebocoran sekitar 0,5 cm. Benar-benar malam yang buruk.

“Lo kok jahat banget sih hujan. Gue itu miskin. Rumah gue bolong-bolong. Kok elo malah buat banjir rumah gue sih??? Coba rumah orang kaya aja, kayak rumahnya senior di sekolah gue yang sombong itu, niscaya cepet antisipasinya. Lah gue? Mesti pake ember, baskom, bahkan mangkuk dan gayung. Lo tega banget sih!!!” dumel gadis itu sambil memperhatikan air hujan yang terus menetes di baskom.

Drrrrttt…….ddrrrtttt…….. whuuussss……..

Hujan semakin deras saja ditambah lagi dengan angin puting-beliung yang setia menemani turunnya hujan. Dan tentu saja menciptakan gadis itu cemas.

“Jangan hingga dah!” harap gadis itu.

Krreeeekkk…….. kreeek…… blaaaashhhhh………

“Oh My………!!! Atap rumah gue!!!!!!!!!” seru gadis itu histeris dan buru-buru lari ke dapur.

Perkiraan gadis itu ternyata benar. Ya ampun, atap dapurnya terbuka satu dan masih ada waktu untuk memperbaikinya alasannya yaitu masih satu paku yang menjadi penahan antara seng dengan kerangka atap.

Melihat atap rumahnya yang lagi sekarat, gadis itu segera keluar rumah dan berlari menuju rumah salah satu sahabatnya.

“AGNI…. AGNI…. AGNI!!!!!” teriak gadis itu sambil menggedor-gedor pintu rumah sahabatnya.

Namun belum ada juga sahutan.

“AGNI…. AGNI…. AGNI….!!!!”

Tetap nihil.

“AGGNIIIIIIIIIIIII TOLONGIIIIIN GUEEEEEE!!!!!!!!”  teriak gadis itu lagi.

Rumah yang menjadi sasaran tak kunjung membukakan pintu. Beda halnya dengan rumah di sebelahnya. Terdengarlah bunyi krasak-krusuk dan gedoran yang mengangguk tidur penghuni rumah sebelah.

************

Shilla tengah menikmati tidur dalam balutan selimut hangat di cuaca hujan malam hari ini. Sangking enaknya, ia hingga bermimpi bertemu pangeran super ganteng yang menyambut kedatangannya di sebuah istana megah.

“Oh My Princess, would you dance with me??” pinta sang Pangeran sambil mengulurkan tangannya.

Dalam mimpi itu Shilla mengangguk malu-malu dan menyambut uluran tangan sang Pangeran hingga jarak mereka semakin erat dan Shilla merasa tidak absurd dengan wajah sang Pangeran.

“Why My Princess?? You’re so beautiful,” tanya dan puji sang Pangeran sambil tersenyum.

Senyum itu… Shilla merasa tidak asing… senyum itu… senyum miring yang pernah ia lihat. Senyum itu milik…

“AGGNIIIIIIIIIIIII TOLONGIIIIIN GUEEEEEE!!!!!!!!” teriak bunyi yang eksklusif menghancurkan mimpi Shilla ke dalam bentuk puzzle-puzzle mimpi.

“Ya ampun Via!!!!!” ucap Shilla cepat dan kini ia sudah terbangun dari mimpinya, bahkan sudah dalam posisi duduk.

Dengan segera, gadis itu berjalan menuju pintu keluar untuk mengatahui apa yang Via lakukan di tengah malam menyerupai ini.

*************

“AGNI… AGNI…. AGNI BANGUN DONG!!!! BUKA PINTUNYA!!! TOLONGIN GUE!!!!” ucap Via dengan bunyi yang cukup kencang. Ia tidak perduli dengan dirinya yang sudah basa kuyub akhir hujan yang masih saja turun.

Ketika membuka pintu, beliau eksklusif mendapati Via yang dalam keadaan lembap berdiri di depan pintu rumah Agni.

“Lo kenapa hujan-hujanan gini, Vi?” tanya Shilla yang eksklusif menghampiri Via.

Via menoleh dan kini menatap Shilla dengan sorot mata berbinar-binar. Kenapa?? Nggak tahu…

“Ya ampun, Shilla!!! Lo bangkit tanpa perlu gue bangunin. Tolongin gue buat bangunin Agni dong. Di tidur kebo banget.”

Drrrtttttt………. Drrrttttttttt……..

“Memang kenapa bangunin Agni tengah malem gini?” tanya Shilla bingung.

Bukannya menjawab, Via eksklusif menunjuk ke arah rumahnya. “Atap gue,” ucap Via.

Bola mata Shilla melebar. Itu atap rumah Via hampir melayang. “Cepet bangunin Agni. Itu kudu mesti diperbaiki!!!!!!!!” seru Shilla cepat.

“Makanya, elo yang teriak.”

Shilla mengangguk. “AAAAAAAAGGGGGGGGGGGGNNNNNNNIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII…………… AAAAAAAAGGGGGNNNNNNNNNIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII……………..!!!!” teriak Shilla.

*************

Lagi asyik-asyinya tidur di dalam balutan selimut hangat, tiba-tiba terusik dengan teriakan cempreng yang sanggup ia kenali di mana saja. Itu teriakan cempreng sahabatnya sekaligus tetangga rumahnya. Dengan lesu dan menggosok kedua matanya dengan punggung tangan, Agni bangkit dan segera menuju pintu depan.

Cklek….

Pintu rumah terbuka dan Agni eksklusif menemukan kedua sahabatnya yang menatapnya penuh binar-binar, menyerupai menemukan secumpuk emas di tengah jalan.

“Kenapa?” tanya Agni.

Via eksklusif menunjuk ke arah rumahnya, sempurna ke arah atapnya yang bocor. “Tolongin gue ya, Ag? Kan lo jago tuh dengan hal beginian,” pinta Via.

“Ayolah, Ag. Kasihan Via-nya. Lo kan the best.” Kali ini Shilla juga memohon.

“Oke… tapi gue pinjem mantel lo ya, Shill. Kalo pake payung ribet. Dan Via ambil tangga di sebelah rumah Ify,” ucap Agni.

Keduanya eksklusif berlari mengambil apa yang Agni suruh, sementara Agni mengambil peralatan tempurnya.

************



Bukannya berbicara, Rio malah mengambil piring dan meletakkannya di lantai sebelah. Lalu tangannya ia letakkan di kedua pundak Ify, kemudian ia menatap kedua bola mata Ify dengan intens. “Gue mau bilang… Bagi gue elo itu….”

Haatttccchiiimmm…….
      
“Bagi gue el… haaaatttccchiiiimmm…..!!!!”
      
“Gue ngantuk!!!!”
      
“Bagi gue elo itu…………..”

“Apaan sih!!!!” seru Ify kesal. Lama-lama ia kesal juga.

Ehehemm… Rio masih menatap Ify dengan begitu intens. Bola matanya masih terkunci untuk menatap bola mata di depannya. “Bagi gue….”

“Ya, bagi elo, gue ini siapa?” tanya Ify jutek. Lama-lama beliau benar-benar kesal dengan tuan mudanya ini.

Rio tetap bergeming dan Ify memutar bola matanya malas. Ia segera berdiri dan mengambil piring yang Rio pindahkan tadi.  Kali ini tidak ada penahanan dari Rio dan Ify segera berjalan menuju dapur…

“BAGI GUE ELO ITU… malaikat gue, Ify,” ucap Rio yang pada final ucapannya, ia ucapkan sangat pelan dan menyerupai mirip gumaman tak jelas.

“Apaan, Kak?” tanya Ify yang telah menatap ke arah Rio lagi.

“Apaan apanya?” tanya Rio balik dengan santai.

Ify mendengus kesal. “Tadi lo bilang, bagi elo, gue itu siapa?”

“Bagi gue elo itu MAID TERSAYANG gue.”

Bola mata Ify sukses melebar. Maid tersayang???? Ada kata tersayang?? Dan imbuhan ter- sanggup berarti paling dan nggak sengaja. Tapi tampaknya dalam ucapan tuan mudanya itu, imbuhan ter- lebih merujuk pada yang paling disayang bukan nggak sengaja tersayang. Tapi… apa itu tidak keliru???

“Maid tersayang???” ulang Ify pelan.

Rio tersentak. Apa yang udah beliau bilang?? Maid tersayang?? Itu sungguh bukan Rio banget, masih mending bila beliau menyampaikan maid terbaik, bukan maid tersayang. Dan kini itu semua sudah terlanjur.

“Bagi gue elo memang maid terbaik gue dan tersayang juga, soalnya, ehem… Ray sayang banget sama elo. Sebentar-bentar elo.”

“Ah iya… gue tau kok. Gue balikin piring dulu,” ucap Ify dan pergi meninggalkan Rio.

“Ntar siang, kita latihan nyanyi duet sama LCT!!!” ucap Rio mengingatkan dan beliau segera menuju kamarnya.

*****************

Whuuuuuuuusssssssssss…………. Angin beserta air hujan masih setia mengguyur bumi. Seorang gadis yang sedang sibuk di atap rumah dengan palu dan paku sebagai alat perangnya.

“Ayo Agni!!! Semangat!!!!” seru Via sambil mengangkat tangannya ke atas.

Sahabatnya di sebelah merasa sedikit sulit memayungi dirinya dengan Via semoga tidak terlalu terkena air hujan yang turun dengan derasnya.

“Ayo Agni!!! Our Heroin!!!” seru Via lagi.

Shilla memutar bola matanya bosan. “Bisa membisu nggak sih, Vi??? Bisa-bisa kita kehujanan berdua di sini dan elo mau kita kena demam berjamaah?? Kalo elo sendiri sih nggak apa-apa, gue ogah!!!!” ucap Shilla dan menatap kesal Sivia.

Via menampilkan cengiran andalannya. Ekspresi luar biasa yang dimilikinya, yang bisa-bisa menciptakan orang merasa beliau yaitu makhluk yang sangat suci. Tidak merasa bersalah.

Shilla hanya menatap Via sebentar kemudian kembali melihat Agni yang masih berkutat dengan seng, paku, dan palu. Shilla jadi berpikir-pikir, jika tidak ada Agni bagaimana dengan mereka?? Pasti bila terjadi hal menyerupai ini, beliau dan Via hanya akan menentukan untuk menampung air hujan dengan baskom-baskom dan ember-ember. Tidak lupa juga memohon-mohon bahkan bersujud-sujud semoga hujan berhenti.

 “Huaaaaaaaa…. Pakunya lepas!!!!!!” teriak Agni dan melihat sebuah paku yang berwarna keabu-abuan meluncur ke bawah dan beliau hanya membisu saja.

Sementara Via dan Shilla keduanya mengakat wajah ke atas dan melihat Agni yang juga sedang melihat paku yang meluncur ke bawah.

Bagai gerakan slow motion, paku kecil itu menyusuri potongan cekung seng dan dengan santai mengikuti alur yang membawanya turun.
“Itu pakunya jatuh ya, Ag?” tanya Shilla memecah keheningan.

“Iya, Shill. Pakunya jatuh dan itu….”

“Cuma paku kan, Ag? Pasang lagi dong, rumah gue bakalan kebanjiran kalo belum di pasang juga,” potong Via.

Agni mengangkat sebelah alisnya. “Tapi Via, itu paku terakhir,” ucap Agni dari atas.

Bibir Via terbuka sesaat dan kedua bola matanya melebar tak percaya. “Itu paku terakhir, Ag? Makara kalo nggak ada paku, nggak sanggup nempel? Jadi… cari pakunya, Shilla!!!!!!!” seru Via dan beliau melihat ke atas seng dan paku itu meluncur ke bawah.

Langsung saja Sivia bergerak ba-bi-bu mengikuti arah jatuhnya paku berharga itu. Sedangkan Shilla kerepotan sendiri mengikuti pergerakan Sivia. Kadang Sivia ke kanan dan tidak berapa usang ke kiri. Lalu mundur ke belakang dan mereka saling bertumburan dan itu menciptakan keduanya terduduk di halaman yang berlantaikan tanah. So niscaya menciptakan celana mereka kotor dan basah.

“VIAAAAA!!!!!” seru Shilla kesal.

“Paku, Shill. Paku sangat berharga tau!!!!!” balas Via dan matanya masih memicing dengan tajam untuk mencari sebuah paku yang sangat berharga itu.

“Tapi…. Coba kita orang kaya, kan nggak gini jadinya!” ucap Shilla.

“Iya ya, Shill. Punya rumah yang nggak bocor, nggak kedinginan dan nggak perlu ngelakuin hal kayak gini,” ucap Sivia nimbrung, ia sedikit melupakan tentang paku berharganya.

“Punya suami ganteng, keren, kaya, baik, nggak sok. Itu harapan gue banget, Vi. Terus punya anak yang imut dan bagus kayak gue, sama satu anak lagi yang ganteng dan keren kayak suami gue,” ucap Shilla sambil membayangkan apa yang ia katakana. Bibirnya membentuk senyuman dan bola matanya berbinar-binar gembira. Bermimpi memang hal yang sangat menyenangkan dan sayangnya itu hanya berlebel mimpi.

“Itu mimpi gue juga kali, Shill. Ntar rumah kita deketan kayak gini. Gue, elo, Agni, dan Ify. Tapi rumahnya udah gede bagus juga. Wowwww……. Indah banget ngebayanginnya, Shill.”

“Vi…”

“Shilll…”

“VIA SHILLAAA PAKUUUNYAAAA MANAAAAAA!!!! MAU BUNUH GUE SAMPAI MATI KEDINGINAN!!!!” seru Agni kesal.

Khayalan indah Via dan Shilla terbuyarkan sepenuhnya alasannya yaitu teriakan Agni yang berhasil mengalahkan bunyi hujan yang masih setia turun dengan derasnya.

“PAKU… PAKU…!!!!” seru Via tiba-tiba dan beliau berlari ke sana kemari mencari paku, benda kecil yang sangat mereka butuhkan dikala ini. Via sudah tidak peduli dengan hujan yang telah membasahi seluruh tubuhnya. Ia tidak peduli. Sekarang yang penting paku.

Whuuuuuuuuusssssssss…….. dddddrrrrrrttttttttttttt…….. bunyi hujan dan angina beradu.

“Via…. Cepat dong… sengnya mau lepas lagi nih!!!!” seru Agni.

“Gue cari dulu, Ag!!!” balas Via.

Shilla tak kalah repot, dengan payungnya yang tetap melindungi dirinya dari hujan, Shilla masih mencari paku itu, benda kecil yang dikala ini sangat mereka butuhkan.

Matanya melirik ke atap seng dan turun lagi ke tanah. Dari tanah ke atap seng, dan itu terjadi berulang-ulang. Hingga mengakibatkan dirinya menyerupai hadiah boneka surprice yang kepalanya bergerak ke atas dan ke bawah.

Sebuah benda sedikit cemerlang mungkin alasannya yaitu terkena cahaya lampu menarik perhatian si Chubby Via. Dengan berjalan ala kodok loncat, Via menyerupai mengendap-ngendap menuju benda yang menarik perhatiannya dan ternyata……..

“Pakunya ketemu!!!!!!!!!” seru Via. Dia menyambar benda mati itu dan mengancung-ngancungnya ke atas. Yeah!!!!!

“Cepetan lo manjat, Vi. Gue bakalan pegangin tangganya,” ucap Shilla penuh semangat dan beliau telah berdiri di sebelah tangga yang menghubungkan permukaan tanah dengan atap rumah.

Via menelan salivanya. Manjat ke atap rumah?? Hujan-hujan?? Pake tangga?? Ini kan rumahnya. Tapi….

“Kenapa harus gue?” tanya Via.

“Karena ini rumah elo, Via!!” jawab Shilla gemas.

“Terus?”

Alis Shilla bertaut. “Terus elo yang udah lembap kuyub, tanggung tuh. Lagian gue nggak sanggup manjat.”

“Oh gitu ya…,” gumam Via.

Shilla mengangguk.
“TAPI KENAPA HARUS GUE????!!!!!!” teriak Via tiba-tiba. Dia paling takut dengan namanya manjat. Nggak mau.

Shilla jadi kesal sendiri. “KARENA IFY NGGAK DI RUMAH VIIIIAAAAA!!!!!” balas Shilla nggak kalah kencang.

“PAKUUUUNYYAAAA MMMAAAANNNAAAAAAAAAA!!!!!!” seru Agni yang semakin kesal di atap rumah.

“IFYYYYYYYYYYYY PULLLLAAAANGGGG DOOOONGGGG!!!!!!!” teriak Via.

Bletak…. Shilla menimpuk kepala Via seenak jidatnya.

“Cepetan, Vi. Lo mau masuk angin????” seru Shilla dongkol.

Via menelan salivanya dan mengamati tangga kayu yang terlihat sangat rapuh. Dari belakang Shilla mendorong-dorong punggung Via.

“Cepetan, Vi,” ucap Shilla.

Via mengangguk pasrah dan beliau mulai menaiki anak tangga pertama. Satu anak tangga telah berhasil ia naiki, masih ada empat belas anak tangga lagi yang perlu ia naiki. “Jangan liat ke bawah,” batin Via. Dengan semangat yang sangat kecil, Via karenanya menginjakkan lututnya di atap seng. Tanpa sengaja ia melihat ke bawah, melihat Shilla yang mengacungkan jempol ke arahnya. Bukannya membalas kebanggaan Shilla, Via malah menatap ngeri ke bawah. Bukan menatap Shilla alasannya yaitu tiba-tiba Shilla menjadi kembarannya Nenek Lampir. Bukan, sueeerrr deh. Tapi ketinggian yang berhasil ia naiki.

“IIhhhhh…..,” Via bergidik sendiri.

“Vi, cepetan mana pakunya? Makin deras nih,” pinta Agni dan menjulurkan tangan kirinya. Bukannya bermaksud tidak sopan, hanya saja tangan kanannya lagi menahan potongan ujung seng.

Via mengerenyitkan dahinya, jadi beliau harus berjalan ke daerah Agni? Dan itu jaraknya dua meter. Kok menyeramkan gini sih?? “Ya Tuhan, apa harus gini jadi orang miskin,” batin Via. Benar-benar tidak adil!!!!!

“Cepetan, Vi. Lo tinggal merangkak aja, pelan-pelan, licin. Ntar lo nyungsep ke bawah.”

Wajah Via membiru. Nyungsep ke bawah?? Berarti beliau jatuh dengan posisi tidak elit dong?? Dan beliau bakalan mencium tanah?? Ogah!!!! Mending ada Kak Alvin!!!!

“Cepetan, Vi! Ntar lo demam!!!!” ucap Agni lagi.

“Harus?”

Agni mengangguk yakin. Dan mau tak mau Via merangkak menuju daerah Agni.

Tak hingga tiga menit, Via sudah berada di sebelah Agni. “Nih pakunya, Ag,” ucap Via. Dan Agni mengambil benda kecil tersebut.

“Elo pegang ini seng, Vi. Gue pakuin sekarang.”

Via mengangguk. Udara semakin hambar dengna hujan semakin mengguyur.

Tok.. tok.. tok… tok… TOK…

“Selesai,” ucap Agni.

Via menatap atap seng yang sudah melekat kembali di kerangka atap rumahnya. Pelan-pelan senyum lebar terukir di bibir manis cewek chubby itu.

“YYEEEAAAAAAAAAAHHHHHHHH!!! RUMAH GUUUUEEEE BAGUUUSSSS LAAAGGIIII!!!!” seru Via jingkrak-jingkrak. Hingga tanpa sadar ia meloncat-loncat pelan dalam posisi duduk dan tentu saja….

“VVVVVVVVIIIIIIIIIIIAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…………!!!!!” teriak Shilla dan Agni bersamaan.

Yah, Sivia sukses merosot dari atap seng persis menyerupai paku tadi.

BRRRRRUUUUUKKKKKKKkkkk…………………


****************


Bersambung ke Part 17

Sumber http://sagita-shelly.blogspot.com


EmoticonEmoticon