Selasa, 03 April 2018

Makalah Efek Perubahan Iklim Terhadap Pertanian

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca  Makalah dampak perubahan iklim terhadap pertanian



BAB I
PENDAHULUAN

1.1PENGERTIAN  

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akhir banyak sekali kegiatan yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim yaitu unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak jelek terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di tempat katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan contoh curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan insiden iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.

Perubahan iklim yang telah menimbulkan beberapa tragedi yang  memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih jelek di masa mendatang. Dengan memakai perkiraan kenaikan suhu di Indonesia antara 0,40 - 30 C di  tahun 2030 dan 0,90 - 40 C di tahun 2070, terbukti bahwa perubahan iklim akhir memanasnya bumi secara negatif akan menurunkan produksi pertanian dan tingkat kesejahteraan antara     2,5 - 18 persen per tahun.

Beberapa inovasi terakhir mulai memperjelas imbas iklim terhadap produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian sanggup disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah. Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tumbuhan pangan. Produktifitas pertanian berubah-ubah secara faktual dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih kuat terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih kuat dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan (Munawar, 2010). Makalah ini akan membahas mengenai penyebab terjadinya perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman.


1.2TUJUAN PENULISAN 

1.menghetahui penyebab terjadi nya perubahan iklim
2.menghetahui dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman 
3.menghetahui Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
4.Menghetahui naik nya suhu udara yang berdampak bagi tanaman.
5.Menghetahui perubahab contoh curah hujan



BAB II
PEMBAHASAN

2.1PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akhir banyak sekali kegiatan yang mendorong peningkatan suhu bumi (Las, 2007).  IPCC  (2007) dalam Noordwijk (2008). telah menawarkan  banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah geologi. Perubahan tersebut terjadi lantaran adanya peningkatan  konsentrasi  gas  rumah  kaca  (GRK)  di  atmosfer, terutama tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O.

Gas rumah beling utama yang terus meningkat yaitu karbon dioksida (CO2). Sebagian dari karbon dioksida ini sanggup diserap kembali, antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan pecahan dari proses pertumbuhan tumbuhan atau pohon. Namun, sekarang kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tumbuhan atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara bertahap. Ada beberapa gas rumah beling yang lain. Salah satunya yaitu metan (CH4), yang sanggup dihasilkan dari lahan rawa dan sawah serta dari tumpukan sampah dan kotoran ternak. Gas-gas rumah beling lainnya, meski jumlahnya lebih sedikit, antara lain yaitu nitrogen oksida (N2O) dan belerang heksaflorida (SF6) (United Nations Development Programme Indonesia, 2007).

Beberapa jenis gas di atmosfir, menyerupai CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi lantaran kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Prediksi peningkatan suhu bumi bukanlah suatu hal yang gampang iklim di suatu tempat merupakan hasil interaksi dari proses-proses fisika dan mekanik yang saling berhubungan. Peningkatan suhu, akan mengakibatkan peningkatan evapotranspirasi yang berdampak pada meningkatnya konsentrasi. Apabila konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang berupa uap air, H2O(gas).  Uap air juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi, sementara di lain pihak keberadaan uap air tersebut juga menimbulkan umpan balik negatif lantaran peningkatan pertumbuhan awan, mengakibatkan terhambatnya transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi (Syarifuddin, 2011).

Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK yaitu perindustrian, penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari insiden secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK menyerupai dari letusan gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan sampai kita bernafaspun mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah beling yang berada di lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan banyak sekali kegiatan insan dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet ini (Hamid, 2009).

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) mengklasifikasi enam jenis gas yang sanggup menyerap radiasi matahari di lapisan atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4), Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs). Gas karbondioksida (CO2), dinitrooksida (NO2) dan metana (CH4) terutama dihasilkan dari pembakaran materi bakar fosil di sektor energi, transportasi dan industri. Gas metana (CH4) juga dihasilkan dari kegiatan pertanian dan peternakan. Sementara untuk gas sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) dihasilkan dari industri pendingin dan penggunaan aerosol (partikel kecil/debu) (Hamid, 2009).

2.2DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PERTANIAN.
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat bersahabat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya contoh curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas insiden iklim ekstrim (anomali iklim) menyerupai El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air maritim akhir pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).

1.Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.

Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir ketika ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tumbuhan di dalam industri pertanian di dalam rumah beling merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tumbuhan menyerupai tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 yaitu meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.

Selain imbas positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai imbas positif terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tumbuhan berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tumbuhan tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O sanggup dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat (Syarifuddin, 2011).

Efek pribadi dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus hidrologi mengakibatkan imbas positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).  

2.Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.

Suhu merupakan faktor lingkungan yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tumbuhan ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu sampai titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju perembesan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)

Pengaruh peningkatan suhu sanggup mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tumbuhan akan mengakibatkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akhir evaporasi. Hal tersebut sanggup kuat negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan terutama pada tempat yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tumbuhan mempunyai suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tumbuhan untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diharapkan oleh tumbuhan untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan yaitu berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tumbuhan akan semakin pendek yang kesudahannya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).

Dampak peningkatan suhu terhadap tumbuhan pangan  menurut Las (2007) yaitu terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air,  percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan  mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman.  Bahkan  dirjen  IRRI  (International  Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C sanggup menurunkan produktivitas  beras dunia sekitar  5-10 %.

Peningkatan temperatur sanggup mengakibatkan penurunan produksi pada banyak sekali jenis tumbuhan pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon et al., (2008), Pada tumbuhan padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akhir panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.   

Di samping itu temperatur juga secara pribadi berperan terhadap perkembangan biji menyerupai pengisian biji dan laju produksi materi kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi sanggup menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria  et al., 2002) gandum (Hawker dan Jenner, 1993).

Peningkatan temperatur selama kemasakan juga sanggup mengakibatkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan kuliner pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya pecahan “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada pecahan gabah yang kurang tepat pada trend panas diperkirakan mempunyai kekerabatan yang bersahabat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan kuliner selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini yaitu pecahan dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.

3.Berubahnya Pola Curah Hujan.

Perubahan iklim juga  menyebabkan  terjadinya perubahan  jumlah hujan  dan  pola  hujan  yang  mengakibatkan  pergeseran  awal  musim  dan  periode  masa tanam. Penurunan  curah  hujan telah menurunkan potensi satu periode masa tanam  padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak  perubahan  pola  hujan  diantaranya mempengaruhi waktu dan trend tanam, contoh tanam, degradasi lahan, kerusakan tumbuhan dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati. 

4.Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)  

            Seperti El-Nino dan La-Nina.

Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka maritim di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka maritim di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Kondisi suhu muka maritim di samudra pasifik yang hambar menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini mengakibatkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan mengakibatkan turunnya hujan yang lebih banyak di tempat tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina yaitu El-Nino ketika suhu permukaan maritim di Samudra Pasifik menghangat dan mengakibatkan terjadinya trend kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada ketika El-Nino sanggup mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).

Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil  pengamatan  jangka panjang memperlihatkan bahwa terjadinya trend kemarau panjang akhir adanya  fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey  et  al., 1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tumbuhan padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen lantaran kekeringan tersebut menjadikan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 mengakibatkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).

Kekeringan  merupakan faktor lingkungan utama yang sanggup menghambat pertumbuhan tumbuhan dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tumbuhan ketika menerima cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan menjadikan penurunan produksi tanaman.

Pada ketika terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga  terjadi kendala  masuknya CO2 dan menurunkan kegiatan fotosintesis. Selain menghambat kegiatan fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat  sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab ajal tanaman.

Penurunan laju fotosintesis akhir cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) kehilangan cairan tubuh kutikula, dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.    

Sedangkan La-Nina mengakibatkan kerusakan tumbuhan akhir banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina mengakibatkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada tempat rawan banjir, kehadiran La-Nina mengakibatkan gagal panen akhir terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap tumbuhan akan lebih sensitif pada tumbuhan muda dibandingkan tumbuhan cukup umur (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir mengakibatkan kehilangan hasil tumbuhan padi sebesar 214 ton GKG per tahun.

5. Naiknya Permukaan Air Laut.

Dampak  naiknya muka  air  laut  di  sektor  pertanian  terutama  adalah  penciutan  lahan  pertanian  di  pesisir pantai,  kerusakan  infrastruktur  pertanian,  dan  peningkatan  salinitas  yang  merusak tumbuhan  (Las, 2007).

Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akhir terendam air laut, peningkatan permukaan air maritim juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tumbuhan sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali tumbuhan maritim dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat bersahabat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akhir peningkatan permukaan air maritim menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).

Pengaruh garam terlarut terhadap tumbuhan yaitu melalui osmotik lantaran konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tumbuhan menyerab air. Akar tumbuhan mempunyai membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak sanggup melewatkan hampir semua garam terlarut. Makara air secara osmotik semakin sulit diperoleh tumbuhan dengan semakin meningkatnya kadar garam larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu sanggup meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai adaptasi osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tumbuhan nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses pertama yaitu deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi, untuk sanggup mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun membelah tetapi tidak mengakibatkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres osmotik ini yaitu terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).


BAB III
PENUTUP

3.1KESIMPULAN

1. perubahan iklim berdampak sekali terhadap pembanguna pertanian, sehingga apabila perubahan ini terus menerus bumi akan kering sehinga materi pangan pun menjadi berkurang.

2. Indonesia yaitu sebagai Negara kepulauan dan di tempat katulistiwa yaitu sangat rentan terhadap perubahan iklim perubahan contoh hujan kenaikan air laut, dan suhu udara dan kekeringan segagai dampak serius yang di hadapi Indonesia.

3.sebagai warga Negara Indonesia sebaik nya kita berhemat dalam kebutuhan menyerupai makanan, air , listrik dan lain lain . perubahan cuaca yang dasyat tidak sepenuh nya sanggup di peridiksi. Memang sudah takdir ALLAH SWT jadi sebelum itu terjadi sebaik nya kita bersiap siap dengan dating nya perubahan iklim tersebut.

4. perubahan iklim tidak hanya kuat terhadap tumbuhan tetapi juag berdampak dalam kesehatan insan segala macam penyakit ada dalam perubahan iklim, Meningkatnya penyakit pernapasan, jantung, dan alergi akhir buruknya kualitas udara, misalnya, sebagai akhir seringnya terjadi kebakaran hutan.

3.2SARAN

Kami sebagai penerus bangsa akan mengurangi imbas rumah beling dan penebangan hutan dan pohon secara liar sehingga suhu di bumi sanggup stabil dan berhemat dalam kebetuhan hidup menyerupai makanan,listrik, air .



Sumber http://makalah-laporan.blogspot.com/


EmoticonEmoticon