Senin, 14 Mei 2018

Ham | Wewenang Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Uud 1945

Mahkamah konstitusi telah dibentuk berdasarkan UU RI Nomor 24 tahun 2003. Tugas mahkamah konstitusi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu merupakan forum negara yang mempunyai kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan keadilan guna menegakkan aturan dan serta peradilan negara. MK harus sanggup menunjukkan pandangan yang baik juga pada dunia internasional sebagaimana kiprah indonesia di dunia internasional, demi menjaga kekerabatan yang baik dengan negara lain, jikalau negara lain mengetahui kebobrokan aturan peradilan tentu hal itu menunjukkan nilai minus dimata dunia.

Struktur mahkamah konstitusi

Mahkamah konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan keputusan presiden, yang diajukan tiga orang oleh mahkamah agung, tiga orang oleh dewan legislatif dan tiga orang oleh presiden. Ketua dan wakil ketua mahkamah konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga tahun. Hakim konstitusi harus mempunyai integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil dan negarawan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara hal itu dipertimbangkan untuk mengurangi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan.

MK (Mahkamah Konstitusi) mempunyai tanggung jawab dalam tugasnya sebagaimana dalam Tugas mahkamah konstitusi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 untuk mengatur segala organisasi, administrasif, serta keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. MK (Mahkamah konstitusi) juga perlu untuk memberitahukan laporan secara terjadwal pada masyarakat secara terbuka mengenai : permohonan yang terdaftar, diperiksa dan diputus, pengelolaan keuangan dan kiprah administratif lainnya.

Wewenangan Mahkamah Konstitusi

Wewenangan Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk melaksanakan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

1. Menguji UU Terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Kewenangan yang paling penting dari keempat kewenangan yang harus dilaksanakan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu kewenangan untuk melaksanakan pengujian konstitusi undang-undang. maka dari keempat kewenangan tersebut, yang sanggup dikatakan paling banyak menerima sorotan di dunia ilmu pengetahuan yaitu pengujian atas konstitusi Undang-undang. MK (Mahkamah Konstitusi) harus sanggup membangun huruf bangsa diera globalisasi kini ini, yang mana aturan peradilan harus tegak setegak-tegaknya dengan begitu nilai-nilai pendidikan huruf bangsa dalam segi aturan akan terbentuk.

Pengujian terhadap UU dilaksanakan melalui landasan Undang-Undang Dasar 1945. Pengujian dilakukan dengan 2 cara yaitu materil atau formil. Pengujian materil berkenaan dengan pengujian atas UU, sehingga terang belahan mana dari UU yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Yang diuji sanggup terdiri dari 1 bab, 1 pasal, 1 kalimat ataupun 1 kata dalam UU yang bersangkutan. kemudian pengujian formil yaitu pengujian berkenaan dengan proses pembentukan UU tersebut menjadi UU apakah telah mengikuti mekanisme yang berlaku dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang dimana semua hal itu sudah dilakukan berdasarkan struktur forum negara sebelum dan setelah amandemen.

2. Memutuskan Sengketa Pendapat 

Mengenai hal sengketa dalam segala hal kewenangan forum konstitusi negara yaitu adanya perbedaan pendapat atau pedoman yang disertai persengketaan  lainnya terhadap kewenangan setiap forum negara itu. Hal ini sanggup terjadi mengingat sistem kekerabatan antara satu forum dengan forum lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu dengan yang lainnya. Sebagai tanggapan dari kekerabatan tersebut, dalam melaksanakan kewenangan masing-masing forum timbul kemungkinan terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam kasus ini, akan menjadi hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003.

3. Memutuskan Pembubaran Partai Politik

Kebebasan Partai politik dalam berpartai yaitu cerminan kebebasan manfaat organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat yang dijamin dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Oleh lantaran itu, setiap orang sesuai dengan ketentuan UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam aktivitas parpol. Karena itu, pembubaran parpol bukan oleh anggota partai politik yang bersangkutan merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.

Untuk adanya jaminan pemberian terhadap prinsip kebebasan berserikat itulah maka disediakan cara pembubaran suatu partai politik yang diwajibkan untuk ditempuh melalui mekanisme dari konstitusi yang berlaku. Yang diberi hak “berdiri” untuk menjadi pemohon dalam suatu kasus pembubaran partai politik yaitu Pemerintah, bukan orang perorang atau sekelompok orang. Yang berwenang menetapkan benar tidaknya hal-hal yang dijadikan alasan tuntutan pembubaran partai politik yaitu Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, sebuah prinsip dari kemerdekaan untuk berserikat yang telah dikokohkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak dilanggar oleh para penguasa politik yang pada pokoknya juga yaitu orang dari partai politik lain yang  memenangkan pemilihan umum. Dengan cara ini, MK (Mahkamah Konstitusi) harus adil untuk mengatasi ancaman tanggapan jikalau tidak ada keadilan dalam masyarakat yang dimana partai politik biasanya mengusung aspirasi dari masyarakat, MK juga harus sanggup pula menghindari timbulnya tanda-tanda dimana penguasa politik yang memenangkan pemilihan umum menghanguskan partai politik yang kalah pemilihan umum dalam rangka persaingan yang tidak sehat dan tidak fairplay menjelang pemilihan umum tahap berikutnya.

 4. Memutuskan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu

Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, pemilihan umum mempunyai tujuan untuk menentukan presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga, yaitu pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua, partai politik akseptor pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat dan DPRD, dan ketiga, (perorangan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Sedangkan penyelenggara pemilihan umum yaitu Komisi Pemilihan Umum yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (PANWASLU) sebagaimana yang telah berlaku dalam sistem pemilu di indonesia ketika ini. Apabila timbul perselisihan pendapat antara akseptor pemilihan umum dengan penyelenggara pemilihan umum, dan perselisihan itu tidak sanggup diselesaikan sendiri oleh para pihak, maka hal itu sanggup diselesaikan melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.

Yang menjadi permasalahan yang memang harus segera diselesaikan di Mahkamah Konstitusi yaitu soal perselisihan perhitungan pendapatan bunyi pemilihan umum yang telah ditetapkan dan diumumkan secara nasional oleh KPU melalui struktur organisasi pemerintahan dikota,kabupaten maupun struktur organisasi pemerintahan desa yang menjadi panitia pemilu, dan selisih perolehan bunyi dimaksud kuat terhadap dingklik yang akan diperebutkan. Jika terbukti bahwa selisih peroleh bunyi itu tidak menghipnotis peroleh dingklik yang diperebutkan, maka kasus yang dimohonkan akan dinyatakan tidak sanggup diterima.

Jika selisih yang dimaksud memang berpengaruh, dan bukti-bukti yang telah diajukan sangat kuat dan beralasan, maka permohonan dikabulkan dan perolehan bunyi yang benar ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga perolehan dingklik yang diperebutkan akan jatuh ke tangan pemohon yang permohonannya dikabulkan. Sebaliknya, jikalau permohonan tidak beralasan atau bukti-bukti yang diajukan tidak terbukti benar, maka permohonan pemohon akan ditolak. Ketentuan-ketentuan ini berlaku baik untuk pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, maupun untuk pasangan capres/cawapres.

5. Memutuskan Pendapat dewan perwakilan rakyat Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan Wakil Presiden

Memutuskan segala pemasalahan sengketa penuntutan pertanggung jawaban presiden atau Wakil Presiden dalam istilah resmi Undang-Undang Dasar 1945 diberikan sebagai kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan pendapat dewan perwakilan rakyat bahwa Presiden maupun Wapres telah melaksanakan pelanggaran aturan negara yaitu pengkhianatan terhadap negara, melaksanakan tindakan korupsi yang  mempunyai dampak korupsi bagi negara dan masyarakat, dan lain sebagainya. Atau perbuatan tercela yang menimbulkan presiden atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat menjadi Presiden dan Wakil presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar dan juga meninggalkan tugas,fungsi, dan wewenang presiden dan wakil presiden. Maka Mahkamah Konstitusi mempunyai kewajiban untuk menunjukkan putusan atas opini atau pendapat dewan perwakilan rakyat bahwa presiden dan/atau Wapres diduga melaksanakan kasus pelanggaran aturan seperti, penghianatan terhadap negara sendiri, korupsi, penyuapan, tindakan pidana lainnya dan juga perbuatan tercela yang menimbulkan presiden dan wakil presiden tidak lagi memenuhi persyaratan ibarat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sumber http://pendidikansrg.blogspot.com


EmoticonEmoticon