Rabu, 31 Oktober 2018

Hakikat Anak Didik Dalam Pembelajaran Matematika Sd

Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini sanggup kita lihat dengan terperinci baik itu dalam bentuk fisik maupun dari cara berpikir, bertindak, kebiasaan, hobi, kerja, keinginan, tanggung jawab dan sebagainya. Tetapi banyak orang sampaumur bahkan pendidik/ guru yang masih beranggapan bahwa seorang siswa atau
anak sanggup berpikir dan bertindak ibarat orang dewasa.

Anak Sebagai Suatu Individu

Pada ketika ini masih ada guru yang menawarkan konsep-konsep matematika sesuai jalan pikirannya, tanpa memperhatikan bahwa jalan pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang sampaumur dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap gampang berdasarkan nalar orang sampaumur sanggup dianggap sulit dimengerti oleh seorang anak. Anak tidak berpikir dan bertindak sama ibarat orang dewasa. Oleh lantaran itu dalam pembelajaran matematika di SD, konsep matematika yang aneh yang dianggap yang dianggap gampang dan sederhana berdasarkan kita yang cara berpikirnya sudah formal, sanggup menjadi hal yang sulit dimengerti oleh anak.

Selain itu setiap anak merupakan individu yang berbeda. Perbedaan pada tiap individu sanggup dilihat dari minat, bakat, kemampuan kepribadian, pengalaman lingkungan,dll. Karena itu seorang guru dalam proses pembelajaran matematika hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan karakterisitik anak didik tersebut.

Anak Usia SD dalam Pembelajaran Matematika di SD

Anak usia SD ialah anak yang berada pada usia sekitar 7 hingga 12 tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri belum dewasa pada tahap ini sanggup memahami operasi logis dengan dukungan benda-benda konkrit, belum sanggup berpikir deduktif, berpikir secara transitif.
Contoh :
$2 + 2 = 4,$
$4 + 2 = 6,$
$6 + 2 = 8,$
$10 + 2 = 12.$
Proses ini sudah sanggup dipahami oleh siswa sebagaimana kita ketahui, matematika ialah ilmu deduktif, formal, hierarki dan
memakai bahasa simbol yang mempunyai arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD kalau diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpkir anak SD. Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum sanggup berpikir secara deduktif biar sanggup mengerti matematika yang bersifat deduktif.

Matematika yang merupakan ilmu dengan objek aneh dan dengan pengembangan melalui kecerdikan sehat deduktif telah bisa berbagi model-model yang merupakan teladan dari sistim itu yang pada akibatnya telah dipakai untuk memecahkan dilema dalam kehidupan
sehari-hari. Matematika juga sanggup mengubah pola pikir seseorang menjadi pola pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan terperinci oleh orang sampaumur pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk kecerdikan dan menyulitkan bagi anak.

Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum formal atau masih konkrit ialah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru yang mengajar matematika.

Matematika yang dipelajari oleh siswa SD sanggup dipakai oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis dan cermat dan akibatnya sanggup dipakai untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.

Meningkatkan Minat Belajar Matematika Pada Anak

Minat berguru merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses pembelajaran matematika. Minat yang timbul dari kebutuhan anak merupakan faktor penting bagi anak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Oleh lantaran itu minat berguru anak harus diperhatikan dengan cermat. Dengan adanya minat berguru pada anak sanggup memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk berguru matematika. Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan dari luar kalau berguru yang dilakukannya cukup menarik minatnya.

Apabila anak didik memperlihatkan minat berguru yang rendah maka kiprah guru dan orang renta untuk meningkatkan minat tersebut. Jika guru mengabaikan minat berguru anak maka akan menimbulkan ketidak berhasilan dalam proses pembelajaran matematika.

Guru sebagai tenaga pengajar di kelas hendaknya berusaha sedapat mungkin untuk membangkitkan minat berguru pada anak didiknya dengan banyak sekali cara, contohnya dengan memperkenalkan kepada anak banyak sekali kegiatan belajar, ibarat bermain sambil belajar
matematika, memakai alat peraga yang menarik atau memanipulasi alat peraga, memakai majemuk metode pembelajaran pada saaat mengajar matematika, mengaitkan pembelajaran matematika dengan dunia anak.
Contoh :
Alat peraga sanggup diubahsuaikan dengan benda-benda permainan anak, contohnya kelereng, bola dan sebagainya.

Anak yang mencapai suatu prestasi berguru matematika, tolong-menolong merupakan hasil kecerdasan dan minat terhadap matematika. Kaprikornus seorang anak mustahil sukses dalam berguru matematikatnpa adanya minat terhadap matematika. Minat sanggup timbul pada
seseorang kalau menarik perhatian terhadap suatu objek. Perhatian ini akan terjadi dengan sendirinya atau mungkin timbul disebabkan adanya efek dari luar.

Beberapa hal yang harus dilakukan guru dalam menumbuhkan minat anak dalam berguru matematika
1. Menyesuaikan materi pelajaran yang diajarkan dengan dunia anak, contohnya dengan memanfaatkan lingkungan.
Contoh :
♦ Mengajar bangun ruang kubus dan balok guru sanggup memakai ruang kelas dan kotak berbentuk kubus sebagai alat peraga.
♦ Mengajar kerucut sanggup dikaitkan dengan model topi ulang tahun atau daerah es krim.

2. Pembelajaran sanggup dilakukan dengan cara dari gampang ke yang sukar atau dari konkret ke abstrak.
Contoh :
♦ Dari gampang ke yang sukar
Lingkaran diajarkan pada tahap awal kemudian dilanjutkan dengan jari-jari dan garis tengah, keliling lingkaran, luas bundar dan penggunaan bundar pada bangun ruang ibarat kerucut, tabung dan bola.
♦ Dari konkret ke abstrak
Mengajar penjumlahan bilangan cacah, contohnya 2 + 3 dimulai dengan menawarkan model ibarat 2 kelereng ditambah 3 kelereng kemudian digabung, sehingga mengahasilkan 5 kelereng. Kemudian dilanjutkan dengan tahap semi konkret dengan gambar 2 kelereng dan 3 kelereng ibarat berikut:
◯ ◯ + ◯ ◯ ◯ = ◯ ◯ ◯ ◯ ◯
Berikutnya dilanjutkan dengan tahap aneh dalam bentuk simbol : 2 + 3 = 5

3. Penggunaan alat-alat peraga.
Hal ini sanggup dilakukan dengan cara :
♦ Langsung yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri, mengadakan percobaanpercobaan
yang sanggup diamati anak didik.
Misalnya : Guru membawa alat-alat atau benda-benda peraga ke dalam kelas atau membawa anak didik ke laboratorium, kebun hewan dan sebagainya.
♦ Tidak pribadi yaitu dengan memperlihatkan tiruan contohnya model, gambar-gambar, photo-photo dan sebagainya.

4. Pembelajaran hendaknya membangkitkan kegiatan anak.
Hendaknya anak didik dilatih bekerja sendiri atau turut aktif selama pembelajaran berlangsung, msialnya :
♦ Mengadakan banyak sekali percobaan dengan membuat kesimpulan, keterangan, menawarkan pendapat dan sebagainya
♦ Memberikan tugas-tugas untuk memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan dan sebagainya.
♦ Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing ke arah diskusi.

5. Semua kegiatan berguru harus kontras.
Hal-hal yang tidak sama bahkan menimbulkan kontras akan sanggup menarik perhatian anak, sehingga sanggup menimbulkan minat untuk mengetahui lebih lanjut.
Contoh : segitiga dikontraskan dengan bangun datar yang lain ibarat persegi panjang, jajar genjang, layanglayang dan sebagainya.

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik secara aktif dan sadar. Hal ini berarti bahwa kegiatan berpusat pada anak didik sedangkan guru lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator (pembimbing) terjadinya proses belajar. Oleh lantaran itu untuk mengaktifkan siswa dalam berguru maka seorang guru matematika sanggup membimbing anak.

Upaya Peningkatan Prestasi Anak Dalam Pembelajaran Matematika

Untuk sanggup meningkatkan prestasi anak dalam pembelajaran matematika, salah satu faktor penunjang ialah adanya proses berguru yang efektif. Kedewasaan insan yang hidup dan berkembang ialah insan yang selalu berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar.

Perubahan yang dialami seseorang lantaran hasil berguru dalam matematika memperlihatkan pada suatu proses kedewasaan yang dialami oleh anak tersebut. Misalnya dari tidak tahu berhitung, menjadi tahu berhitung. Dari tidak tahu majemuk model geometri ruang, menjadi tahu geometri ruang. Belajar matematika ialah proses yang aktif, semakin bertambah aktif anak dalam berguru matematika semakin ingat anak akan pelajaran matematika itu.

Merencanakan dan membuat suatu “situasi” berguru matematika yang baik di sekolah maupun di rumah, memerlukan beberapa pengertian antara lain perihal proses berguru matematika yaitu memperbesar kesanggupan untuk situasi berguru matematika. Makin baik cara berguru matematika, makin baik pula situasi berguru matematika, makin lancar dan efektif proses berguru matematika itu berlangsung. Proses berguru matematika sanggup berlangsung dengan efektif kalau orang renta bersama dengan guru mengetahui kiprah apa yang akan dilaksanakan mengenai proses berguru matematika.

Sifat-sifat proses berguru matematika ialah :
1. Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan. Dari lingkungannya si anak menentukan apa yang ia butuhkan dan apa yang sanggup ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Menyediakan suatu lingkungan berguru matematika yang kaya dengan stimulus (rangsanganrangsangan) berarti membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Belajar berarti berbuat.
Belajar matematika ialah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat. Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi lebih terperinci dan gampang dipahami oleh anak sehingga konsep itu benar-benar tahan usang di dalam ingatan siswa.

3. Belajar matematika berarti mengalami.
Mengalami berarti menghayati sesuatu positif pengahayatan. Dengan mengalami berulang-ulang perbuatan maka berguru matematika akan menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin usang makin terperinci dan generalisasi makin gampang disimpulkan. Belajar
matematika ialah suatu kegiatan yang bertujuan supaya tujuan matematika yang dirumuskan tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan kegiatan pada anak didik alasannya ialah dengan kegiatan sanggup diperoleh pengalaman gres yang kelak merupakan. Dengan meningkatnya kegiatan anak maka semakin meningkat pula pengalaman anak.

4. Belajar matematika memerlukan motivasi.
Anak didik ialah insan yang membutuhkan dukungan dari sekitarnya sehingga sanggup berkembang secara harmonis. Anak didik membutuhkan kemampuan untuk berkembang, contohnya kebutuhan untuk mengetahui dan menyelidiki, memperbaiki prestasi dan
mendapat kepuasan atas hasil pekerjaannya. Dengan memenuhi kebutuhan anak akan merupakan motivasi untuk mendorong atau melaksanakan suatu kegiatan.

Motivasi itu sanggup dirangsang melalui :
♦ Merencanakan kegiatan berguru matematika dengan memperhitungkan kebutuhan minat dan kesanggupan anak didik.
♦ Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan anak didik.

5. Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik.
Kesiapan artinya bahwa anak sudah matang dan sudah menguasai apa yang diperlukan. Anak yang belum siap dihentikan dipaksa untuk berguru matematika lantaran akan membuat anak itu malas berguru dan merasa tidak bisa belajar.

6. Belajar matematika harus memakai daya pikir.
Berpikir konkret pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan sesudah itu akan beralih ke taraf berpikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan ilmu yang abstrak.
Contoh :
Penjumlahan 5 + 3 = 8 dimulai dengan menggabungkan 5 lidi dengan 3 lidi.
Selanjutnya pada kelas yang lebih tinggi, 5 + 3 pribadi dijawab dengan 8.
Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak diberikan pengalaman-pengalaman dengan banyak sekali alat peraga.
Pengalaman-pengalaman berpikir akan menawarkan kesanggupan kepada anak untuk memecahkan dilema dalam kehidupan sehari-hari.

7. Belajar matematika melalui latihan (drill).
Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika diperoleh latihan berkali-kali atau terus menerus.
Contoh :
Untuk terampil menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi, maka anak harus secara teratur melaksanakan latihan baik ekspresi maupun tertulis. Dengan mengetahui komponen-komponen proses berguru mengajar, maka orang renta dan guru akan lebih gampang dalam meningkatkan prestasi berguru anak dalam matematika.

=============
Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika SD
  • Pendahuluan
  • Kegiatan Belajar 1
    Hakikat Matematika, yang meliputi pengertian matematika, beberapa pendapat dari para mahir mengenai matematika, matematika ialah ilmu deduktif, ilmu terstruktur, ilmu perihal pola dan hubungan, matematika ialah bahasa simbol dan kegunaan matematika.
  • Kegiatan Belajar 2
    Hakikat Anak Didik yang meliputi anak sebagai suatu individu dan anak usia SD dalam pembelajaran matematika di SD, meningkatkan minat berguru matematika pada anak dan upaya peningkatan prestasi anak dalam pembelajaran matematika.
  • Kegiatan Belajar 3
    Pembelajaran Matematika di SD yang meliputi ciri-ciri pembelajaran matematika di SD, yaitu pembelajaran matematika memakai pendekatan spiral, pembelajaran matematika bertahap, pembelajaran matematika memakai pendekatan indukktif, pembelajaran matematika kebenaran konsisten, dan pembelajaran matematika hendaknya bermakna.

DAFTAR PUSTAKA
  • Andi Hakim, N. (1980). Landasan Matematika, Jakarta : Bharata Aksara.
  • Erman, S dan Winataputra, U.S. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta : Universitas Terbuka.
  • Herman, H. (1990). Strategi Belajar Matematika, Malang : IKIP Malang.
  • Lisnawaty, S. (1992). Metode Mengajar Matematika 1, Jakarta : PT. Rineka Cipta
  • Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG, Bandung : Tarsito.
  • Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito.
  • Ruseffendi, E.T, dkk. (1992), Pendidikan Matematika 3, Jakarta : Depdikbud.
  • Wragg, E.C. (1997). Keterampilan Mengajar Di Sekolah Dasar, Jakarta : Gramedia

Mengerjakan pembagian pecahan umumnya kita harus kembalikan ke perkalian pecahan, lihat pada video ini dikerjakan dengan sangat kreatif;

Sumber http://www.defantri.com


EmoticonEmoticon