Sabtu, 08 Desember 2018

Ekonomi Skala Umkm & Koperasi - Konsep Kemitaan Usaha



Konsep Kemitaan Usaha
Kemitraan Usaha yakni jalinan kolaborasi perjuangan yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan hanya sanggup berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jikalau kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan.

Kemitraan perjuangan haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam kemitraan harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh lantaran itu, pihak-pihak yang bermitra harus sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang kecil atau gagal lantaran tidak bisa jalan. Artinya, keinginan yang satu terhadap yang lain tidak terpenuhi, maka setidaknya ada 7 alasan terjadi kemitraanusaha dikemukakan sebagai berikut : 
1)       Meningkatkan profit atau sales pihak-pihak yang bermitra
2)       Memperbaiki pengetahuan situasi pasar
3)       Memperoleh komplemen pelanggan atau para pemasok baru
4)       Meningkatkan pengembangan produk
5)       Memperbaiki proses produksi
6)       Memperbaiki kualitas produk atau jasa
7)       Meningkatkan jalan masuk terhadap teknologi

A.    Pengertian Pola Kemitraan Usaha

Kemitraan Usaha yakni jalinan kerjasama perjuangan yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat.

Kemitraan perjuangan akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan kesudahannya menguntungkan semua pihak yang bermitra.

Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan perjuangan yang efisien dan produktif. Bagi perjuangan kecil kemitraan terperinci menguntungkan lantaran sanggup turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan yang dikuasai oleh perjuangan besar. Usaha besar juga sanggup mengambil keuntungan dari keluwesan dan kelincahan perjuangan kecil.

Kemitraan hanya sanggup berlangsung secara efektif dan berkesinambungan jikalau kemitraan dijalankan dalam kerangka berfikir pembangunan ekonomi, dan bukan semata-mata konsep sosial yang dilandasi motif belas kasihan atau kedermawanan.  Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka perlunya pemikiran tentang alasan terjadi kemitraan, analisa kemitraan, hambatan umum kemitraan, syarat-syarat kemitraan.

1.      Alasan terjadi Kemitraan
Kemitraan perjuangan haruslah berdasarkan asas sukarela dan suka sama suka. Dalam kemitraan harus dijauhkan “kawin paksa”. Oleh lantaran itu, pihak-pihak yang bermitra harus sudah siap untuk bermitra, baik kesiapan budaya maupun kesiapan ekonomi. Jika tidak, maka kemitraan akan berakhir sebagai penguasaan yang besar terhadap yang kecil atau gagal lantaran tidak bisa jalan. Artinya, keinginan yang satu terhadap yang lain tidak terpenuhi, maka beberapa alasan terjadi kemitraan dikemukakan sebagai berikut :  
a.       Meningkatkan profit atau sales pihak-pihak yang bermitra
b.      Memperbaiki pengetahuan situasi pasar
c.       Memperoleh komplemen pelanggan atau para pemasok baru
d.      Meningkatkan pengembangan produk
e.       Memperbaiki proses produksi
f.       Memperbaiki kualitas
g.      Meningkatkan jalan masuk terhadap teknologi

2.      Analisis Kemitraan
Kemitraan yakni suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan kekerabatan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya taktik kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), taktik kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing).  Bertolak dari ha tersebut maka sanggup di analisis kinerja kemitraan sebagai berikut :
a.       Kurang transparasi dalam pelaksanaan Kepres 16
b.      Realisasi gelar kemitraan masih belum memuaskan
c.       Kemitraan tidak berkembang baik
d.      Waralaba dalam negeri belum banyak yang bermunculan.

3.      Kendala umum Kemitraan
Kemitraan intinya menggabungkan acara beberapa tubuh perjuangan bisnis, oleh lantaran itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi intinya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu unit sanggup menimbulkan kerugian pada unit-unit lainnya. Tidak terlepas dari keterkaitan hal diatas maka akan mengalami beberapa hambatan antara lain :
a.       Perbedaan yang masih besar antara Usaha Besar dan Usaha Kecil
b.      Kualitas produksi belum terjamin
c.       Kerja sama kurang berkembang
d.      UB bersifat integrai vertical
e.       Belum terjadi alih teknologi dan administrasi dari UB dan UK
f.       Belum berkembangnya system dan pola kemitraan dan belumberkembangnya unsur pendukung

Pada Negara maju, mereka melaksanakan kemitraan lantaran adanya tuntutan pasar, atas dasar tanggung jawab bersama, mengurangi pengangguran, tumbuhnya Usaha Menengah  dan Usaha Kecil, dan dalam rangka meningkatkan daya saing nasionalnya.

Pola dan system kemitraan dikembangkan oleh suatu perusahaan sampai menjadi Good Practice. Lima jenis kemitraan yang dikembangkan di Eropa dan sanggup ditiru :
a.       Buying and selling yang mencakup kegiatan suppliers dan subcontracting
b.      Positive restructuring yang meliputioutsourcing, spin offs, management by-outs, community renewal dan trade offs.
c.       SME support yang mencakup start-up companies, mentoring, kerjasama penelitian dan pengembangan (R&D) dan proteksi ekspor.
d.      Training dan education, contohnya untuk supplier dan magang serta recruitment calon pemitra
e.       Local focus yakni kegiatan kemitraan dengan tujuan membuatkan ekonomi wilayah.

Latihan administrasi dan ketrampilan, magang, studivisit dan alih teknologi yakni salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memodernisasi UK. Jadi, semoga kesenjangan administrasi dan teknologi antara UB dan UK tidak terlalu jauh ketinggalan, maka pengembangan SDM harus selalu menjadi acara kemitraan.

4.      Syarat-syarat Kemitraan
Kemitraan perjuangan bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, lantaran kemitraan bukanlah proses merger atau akuisisi. Kemitraan perjuangan yang kita inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap dilandasi oleh tanggung jawab moral dan sopan santun bisnis yang sehat, yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan yakni sebagai berikut :
a.       Tujuan umum yang sama
b.      Kesetaraan
c.       Saling menghargai
d.      Saling memberi kontribusi
e.       Ada imbas sinergi
f.       Saling menguntungka


B.     Kebijakan Kemitraan perjuangan Nasional dan Implementasi

Peraturan Pemerintah Nomor : 44 Tahun 1997
1)      Kemitraan yakni kerjasama perjuangan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
2)      Usaha Kecil yakni kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang mempunyai kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 perihal Usaha Kecil.
3)      Usaha Menengah dan atau Usaha Besar yakni kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan higienis atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan higienis atau hasil penjualan tahunan Usaha Kecil.
4)      Menteri Teknis yakni menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk membina dan membuatkan pelaksanaan kemitraan dalam sektor kegiatan yang menjadi kiprah dan tanggung jawabnya.
5)      Menteri yakni Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.
6)      Pola kemitraan yakni bentuk-bentuk kemitraan yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995.

Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi pengembangan perjuangan kecil, tetapi ini tidak berarti bahwa semua perjuangan kecil bisa segera secara efektif dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal atau yang sangat kecil skala usahanya dan belum mempunyai dasar kewirausahaan yang memadai, kemitraan dengan perjuangan besar belum tentu efektif lantaran belum tercipta kondisi saling membutuhkan. Yang terjadi yakni perjuangan kecil membutuhkan perjuangan besar sedangkan perjuangan besar tidak merasa membutuhkan perjuangan kecil. Usaha kecil yang demikian barangkali perlu dipersiapkan terlebih dahulu, contohnya dengan memperkuat posisi transaksi melalui wadah koperasi atau kelompok perjuangan bersama (prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan.

Dengan memahami banyak sekali aspek kewirausahaan dan bergabung dalam wadah koperasi, usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara bersama-sama akan mempunyai kedudukan dan posisi transaksi yang cukup besar lengan berkuasa untuk menjalin kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan perjuangan besar kawan usahanya.

1.      Sudut Pandang Sistem
      Kemitraan dilihat dari sudut pandang sistem paling tidak, ada 3 tipe yaitu:
a.       Vertical Backward Linkage
Adalah sitem kemitraan yang di dalamnya Usaha Besar (UB) bergerak dalam produksi barang akhir (assembler) Usaha Kecil (UK) sebagai pemasok komponen kepada UB.
b.      Vertical Forward Linkage
Usaha Centernya/Besar menghasilkan materi baku dan memasok untuk diproses selanjutnya oleh Usaha Kecil.
c.       Horizontal Linkage
Usaha Besar sebagai trader/exporter, Usaha Kecil menghasilkan produk yang akan dipasok ke trader.

2.      Implementasi
Kemitraan di negara-negara yang telah lebih maju itu yakni lantaran kemitraan usahanya terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihak-pihak yang bermitra itu sendiri, atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri  sehingga kemitraan sanggup berlangsung secara alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan kondisi ekonomi negara mereka mirip Korea Selatan, Jepang dan Taiwan dan sebagainya  telah cukup memperlihatkan rangsangan ke arah kemitraan yang berjalan sesuai dengan kaidah ekonomi yang berorientasi pasar.
Sebagai suatu taktik pengembangan perjuangan kecil, kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara macan Asia, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan sebagainya. Di negara-negara tersebut kemitraan umumnya dilakukan melalui pola sub kontrak yang memperlihatkan kiprah kepada industri kecil dan menengah sebagai pemasok materi baku dan komponen industri besar.

a.       Korea selatan
Lembaga penunjang berjulukan Small and Medium Industry Promotion Corporation bersifat semi pemerintah dan bertugas menimbulkan UK tangguh dan sanggup bermitra dengan UB serta melaksanakan acara alih teknologi dan investasi dari UB ke UK.

b.      Jepang
Jepang mendirikan Institut for promotion of subcontracting yang tugasnya memperkuat kedudukan UK dan teknologi UK serta menyediakan informasi.
c.       Masyarakat ekonomi Eropa(MEE)
Suporting institusi dalam kemitraana yang didirikam oleh MEE :
1)      BC-NET, memperlihatkan informasi kemitraaan tang computerized.
2)      BRITE, Bertujuaan meningkatkan kecakapan UK dalam menggunakan teknologi dan mengurangi gap teknologi dengan UK .
3)      ESPRIT, mengembangan teknologi informasi.
d.      Taiwan
Dalam membuatkan kemitraan perjuangan industri di Taiwan dibentuk Center satelite system UB bertindak sebagai center dan UK dan UM sebagai satelite. Untuk menunjang acara terseut, didirikan Corporate Synergy Developtment Center (CSD) yang didanai oleh pemerintah dan sektor swasta.


C.    Pola Kemitraan

Banyak acara pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibentuk demi perjuangan kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan perjuangan kecil tangguh dan modern. Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan perjuangan kecil yang bisa memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien. Pola-pola kemitraan tersebut antara lain:
1)      Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir
2)      Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu
3)      Kerjasama dalam pemilik usaha
4)      Kerjasama dalam bentuk bapak-anak angkat
5)      Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai modal ventura
6)      Intiplasma
7)      Subkontrak
8)      Dagang umum
9)      Waralaba
10)  Keagenan


1.      Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir (forward linkage)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah eksklusif sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya sanggup dikembangkan menjadi kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut pada gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain yang penting yakni terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman gres dan daerah pertanian baru. Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.

Kerjasama keterkaitan hulu hilir  harus  berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam melaksanakan kolaborasi antara perusahaan industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang perjuangan industri.

2.      Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu (backward linkage)
Pertumbuhan ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama keterkaitan hilir hulu yang sempurna guna sejauh mungkin sanggup menggunakan bahan-bahan dalam negeri yakni untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan, dalam rangka perjuangan memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan membuatkan keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan  kelompok industri hilir, keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar.

Kerjasama keterkaitan hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dalam melaksanakan kolaborasi antara perusahaan industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang perjuangan industri.

3.      Kerjasama dalam Pemilik Usaha
Dalam konsep kerjasama perjuangan melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara perjuangan besar atau menengah dengan perjuangan kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa kekerabatan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam membuatkan usahanya.
Adapun bentuk kerjasama perjuangan yang lakukan, ada beberapa rambu-rambu yang perlu Di perhatikan dalam melaksanakan kerjasama dengan pihak lain. Diantaranya sebagai berikut :
a.      Perjanjian Tertulis
Penting sekali bagi siapa pun untuk melaksanakan perjanjian tertulis atas kerjasama perjuangan yang dilakukan, sehingga menghindari perselisihan dan kerugian di belakang hari. Semakin detail isi perjanjian, maka semakin memperjelas konsep kerjasama yang dibangun. Pastikan perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum, dengan tdi tangan pihak-pihak yang terkait di atas materai.
b.      Berdasarkan Asas Manfaat
Ketika melaksanakan kerjasama usaha, sebisa mungkin menguntungkan kedua belah pihak. Jika salah satu merasa terugikan, maka kerjasama ini tidak bisa diteruskan. Ini perlu, jikalau Di ingin berinvestasi, maka Di perlu tahu berapa bagi hasil yang akan Di dapatkan, selama berapa lama, dan apa resiko yang akan Di hadapi. Uang tidak bisa didapatkan begitu saja, tanpa mengetahui dengan niscaya imbal balik yang akan di dapatkan.
c.       Berdasarkan Asas Adil
Apapun yang tercantum dalam perjanjian, hendaknya disepakati. Tidak boleh ada yang berbuat curang, dengan tidak menjalankan kewajibannya. Karenanya, perlu dibentuk rincian hak dan tanggung jawab, maupun job description secara mendetail, sehingga masing-masing memahami dan menjalankannya dengan baik. Jika ada yang berbuat curang, maka semuanya bisa diproses melalui jalur hukum, atau kerjasama perjuangan tidak bisa dilanjutkan.
d.      Tidak Ada Unsur Paksaan
Kerjasama perjuangan harus berdasarkan keinginan pribadi, tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Jika Di merasa tidak cocok untuk berafiliasi dengan orang lain, Di tidak perlu memaksakannya. Di bisa menentukan kerja sendiri sesuai kemampuan.

4.      Kerjasama dalam bentuk bapak dan anak-angkat
Pada dasarnya pola bapak angkiat yakni refleksi kesediaan pihak yg bisa atau besar untuk membantu pihak lainyang kurang bisa atau kecil pihak yang memang memerlukan pembinaan.
Oleh lantaran itu pada hakikatnya pola pendekatan tersebut adalh cermin atau wujud rasa kepedulian pihak yang esar terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam pola pengembangan UMK umumnya banyak dilakukan BUMN dengan perjuangan mikro dan kecil.

5.      Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai pemodal ventura
Merupakan bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta (anak perusahaan) sebagai pasangan perjuangan (investee company) untuk jangka waktu tertentu.

6.      Pola inti plasma
Adalah merupakan kekerabatan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah  dan Usaha Besar sebagai inti membina dan membuatkan Usaha Kecil Menegah yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis administrasi perjuangan dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diharapkan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan membuatkan UKM sebagai kawan perjuangan untuk jangka panjang.
Pola Kemitraan Inti Plasma

Perusahaan Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal :
a.       Penyediaan dan penyiapan lahan
b.      Pemberian saprodi.
c.       Pemberian bimbingan teknis administrasi perjuangan dan produksi.
d.      Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi.
e.       Pembiayaan.
f.       Bantuan lain mirip efesiensi dan produktifitas usaha.

7.      Subkontrak
Menurut klarifikasi Pasal 27 aksara (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa pola subkontrak yakni kekerabatan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diharapkan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai serpihan dari produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan kekerabatan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil Menegah, di mana Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha Besar memperlihatkan proteksi berupa kesempatan perolehan materi baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.

Model kemitraan ini mirip pola kemitraan contract farming tetapi pada pola ini kelompok tidak melaksanakan kontrak secara eksklusif dengan perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui biro atau pedagang.

Pembinaan Kelompok Mitra
Kelompok Mitra perlu ditingkatkan kemampuannya dalam hal:
1)      Merencanakan Usaha.
2)      Melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan
3)      Memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional.
4)      Meningkatkan kekerabatan melembaga dengan koperasi.
5)      Mencari dan mencapai skala perjuangan ekonomi.
Pembinaan Oleh Perusahaan Mitra
1)      Meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan kelompok mitra.
2)      Membantu mencarikan fasilitas kredit yang layak.
3)      Mengadakan penelitian, pengembangan, dan pengaturan teknologi sempurna guna.
4)      Melakukan konsultasi dan temu usaha.

8.      Pola dagang umum
Menurut klarifikasi Pasal 27 aksara (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang Umum yakni “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diharapkan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, perjuangan menengah atau perjuangan besar memasarkan produk atau mendapatkan pasokan dari perjuangan kecil kawan usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh perjuangan menengah atau perjuangan besar mitranya.
Bisa juga dikatakan bahwa pola dagang umum mengandung pengertian kekerabatan kemitraan antara kelompok kawan dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan kawan memasarkan hasil produksi kelompok kawan memasok kebutuhan perusahaan mitra.

9.      Waralaba
Adalah bentuk kekerabatan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba  (franchisor) dengan peserta waralaba (franchisee) dalam mengadakan persetujuan  jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan perjuangan (waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, planning bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi, standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan.

Waralaba atau Franchising (dari bahasa perancis) untuk kejujuran atau kebebasan yakni hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan berdasarkan versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba yakni perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas perjuangan yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.

Sedangkan berdasarkan asosiasi franchise indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah:  Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memperlihatkan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, mekanisme dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu mencakup area tertentu.

Secara harfiah, waralaba berarti “hak untuk menjalankan usaha/bisnis di daerah yang telah di tentukan”. Dalam bahasa Prancis waralaba bermakna kejujuran atau kebebasan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu produk di suatu daerah tertentu (seperti mesin jahit) dimana produsen memperlihatkan training kepada perwakilanpenjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah di tentukan.

Macam waralaba yang umum dikala ini adalah “bisnis format waralaba”. Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah membuatkan produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran produk atau jasa tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa juga ditambahkan dalam sistem tersebut.

Saat ini, sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju yakni waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan di negara berkembang mirip Indonesia, waralaba ritail mirip Alfamart, Indomart, Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.

a.      Di Indonesia pengaturan perihal waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No 16 Tahun 1997 yang merumuskan perihal arti :
1)      Waralaba yakni perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau inovasi atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.

2)      Pemberi waralaba (Franchisor) yakni tubuh perjuangan atau perorangan yang memperlihatkan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau inovasi atau ciri khas perjuangan yang dimilikinya.

3)      Penerima waralaba (Franchisee) yakni tubuh perjuangan atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau inovasi atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.

b.      Pengertian waralaba berdasarkan Asosiasi Franchise Indonesia :
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memperlihatkan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, mekanisme dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu mencakup area tertentu”. (wikipedia indonesia)

Adapun yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti waralaba tersebut di atas yakni mencakup antara lain : Merek, Nama Dagang, Logo, Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud dengan inovasi atau ciri khas perjuangan contohnya : sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya.

c.       Istilah-istilah dalam Waralaba
Penanda/Tanda Waralaba : Esensi bisnis format waralaba yakni merek dagang dari produk atau jasa tersebut walaupun proses produk atau jasa tersebut juga mungkin telah memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya, penanda waralaba di suatu format bisnis ini yakni merek dagang produk tersebut. Penanda waralaba juga bernilai sebagai simbol dari semua ciri bisnis tersebut.

d.      Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Adalah perjanjian yang mengikat pemberi dan peserta waralaba. Perjanjian ini yakni perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan sejumlah perjanjian komplemen lain, contohnya perjanjian retail suatu produk, perjanjian untuk memasok komponen, perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian harus diadakan secara tertulis, dan di Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku aturan Indonesia.

e.       Pemegang utama lisensi waralaba (Master Franchisee)
Waralaba merupakan kekerabatan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memperlihatkan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada peserta waralaba dengan disertai proteksi bimbingan manajemen. Dalam pola ini Usaha Besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh Usaha Kecil Menengah  sebagai peserta waralaba kepada pihak ketiga.

Pemegang utama lisensi waralaba berhak untuk mengoperasikan waralaba tersebut di suatu wilayah yang luas cakupannya (misalnya di Indonesia). Umumnya, dimungkinkan membuka dan mengoperasikan gerai-gerai waralaba di daerah tersebut sebelum mulai menunjuk peserta waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-franchisees). Di Asia, pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali tiba dari kalangan bisnis domestik yang mempunyai koneksi politik yang baik dengan penguasa dan berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal yang kuat.

f.       Jenis Waralaba :
Waralaba dibagi menjadi dua :  Waralaba Luar Negeri dan Waralaba Dalam Negeri.
1)      Waralaba Luar Negeri : Cenderung lebih disukai lantaran sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima di seluruh dunia, dan cenderung lebih bergengsi.
2)      Waralaba dalam negeri : pilihan investasi bagi orang-orang yang ingin cepat jadi pengusaha tetapi tidak mempunyai pengetahuan cukup namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Kunci keberhasilan bisnis waralaba yakni kekuatan merek, sebelum mewaralabakan usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu merek dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia, maka dengan demikian jikalau kita telah mempunyai merek yang terdaftar peluang untuk mewaralabakan perjuangan kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya. Selain itu peserta waralaba akan mempercayai sistem waralaba yang ditawarkan, lantaran pemilik waralaba mempunyai merek dagang yang terdaftar.

10.  Vendor
Vendor adalah kerjasama dimana produk yang dihasilkan oleh kawan kerjanya akan digunakan oleh bapak angkat, tetapi produk tersebut tidak menjadi serpihan produk yang dihasilkan oleh bapak angkat. Sebagai contoh, PT Kratakau Steel yang core business-nya menghasilkan baja mempunyai anak angkat perusahaan kecil penghasil emping melinjo. Vendor juga sanggup diartikan sebagai kegiatan bisnis di mana BUMN/BUMS membeli barang setengah jadi atau barang jadi dari kawan perjuangan tidak berdasarkan kontrak tertulis, tetapi atas pesanan melalui perantara. Barang yang dibeli tidak memenuhi spesifikasi teknis yang spesifik , akan tetapi perusahaan besar melaksanakan grading dan membayar sesuai dengan mutu produk yang diserahkan.

11.  Keagenan
Adalah kekerabatan kemitraan antar kelompok kawan dengan perusahaan kawan dimana kelompok diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perjuangan pengusaha mitra.Keagenan merupakan kekerabatan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan kekerabatan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau mempunyai sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan eksklusif dengan pihak ketiga.

Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang digunakan selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya kekerabatan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang mendapatkan wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kolaborasi yang disebut ”nexus of contract”.
Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menimbulkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer yakni biro bagi para pemegang saham atau dewan direksi yakni benar sesuai teori agensi.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para biro disumsikan mendapatkan kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam kekerabatan tersebut.

Contoh aktual yang mayoritas terjadi dalam kegiatan perusahaan sanggup disebabkan lantaran pihak agensi mempunyai informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena mempunyai keunggulan kekuasaan (discretionary power).

Contoh lain Keagenan (Agency theory) sebenarnya juga sanggup dipahami dalam lingkup forum kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi biro yang idealnya bisa mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus forum kemahasiswaan tak bisa menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih menentukan melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.

Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya yakni digunakannya Agency Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat tiga model kekerabatan agensi yaitu :
1)      The Principal-Agent Model.
2)      The Transaction Cost Economics Model.
3)      The Rochester Model.

Ketiganya mempunyai dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan oleh divergensi antara sikap kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya efisiensi pada duduk perkara agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi sikap kerjasama dan kepentingan individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada acara riset pada umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menimbulkan timbulnya duduk perkara agensi; keempat, derivasi optimalisasi kekerabatan kerja dan memahami bagaimana kekerabatan kerja yang meringankan duduk perkara agensi; kelima, komparasi hasil-hasil untuk melaksanakan observasi praktik model yang digunakan dan menganalisanya. Artinya dalam kerangka umum model kekerabatan agensi memperlihatkan bahwa manajer melaksanakan maksimasi expected utility semoga sanggup mensugesti desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas duduk perkara agensi, sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien duduk perkara agensi. Dua tokoh utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut bahu-membahu mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dariagency theory sendiri bahu-membahu yakni ketika kekerabatan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“.

1.            TUGAS KEGIATAN BELAJAR


Secara individu mahasiswa diminta untuk :
1.      Membuat karangan (essay) perihal Kondisi ekonomi kecil menengah dan koperasi Indonesia dikala ini.
2.      Memberikan teladan Kondisi ekonomi kecil menengah dan koperasi Indonesia yang dipengaruhi  oleh iklim regional.


REFERENSI :
1.    Ropke, J. 2000. Ekonomi Koperasi, Teori dan Manajemen. Diterjemahkan oleh Hj. Sri Djatnika S. Arifin. SE. M.Si. Penerbit Salemba Empat
2.    Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3.    Baswir, R. 2000. Koperasi Indonesia BPFE Yogyakarta.
4.    UU Nomor 17 tahun 2012 terntang Perkoperasian
5.    UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
6.    Peraturan Pemerintah RI No 44 tahun 1997 perihal Kemitraan
Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2005), Pengembangan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. Jakarta.
7.    Firmansyah, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. LIPI. Jakarta.
8.    Hendar, kusnadi 2005 Ekonomi Koperasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi


SUMBER LAIN :
http://www.pibi-ikopin.com/index.php/artikel-bisnis/91-kewirakoperasian
giletules.blogspot.com/search?q=26/mengenal-waralaba/
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/
http://frankyzamzani.files.wordpress.com/2007/06/pp-no-44-th-1997-ttg-kemitraan.pdf
http://lalightsman.blogspot.co.id/2013/02/pola-pola-kemitraan-dalam-pengembangan
giletules.blogspot.com/search?q=26/mengenal-waralaba/
http://elqorni.wordpress.com/2009/02/26/mengenal-teori-keagenan/
http://frankyzamzani.files.wordpress.com/2007/06/pp-no-44-th-1997-ttg-kemitraan.pdf
http://lalightsman.blogspot.co.id/2013/02/pola-pola-kemitraan-dalam-pengembangan




Sumber http://kamarulintangsakti.blogspot.com


EmoticonEmoticon