A. Latar Belakang
Setelah dibubarkannya RIS, semenjak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada tubuh legislatif (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, lantaran dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam tubuh legislatif dalam tahun 1950 – 1959.
B. Pelaksanaan Pemerintahan
Bidang Politik
Kurun waktu antara tahun 1950 hingga dengan tahun 1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut.
1. KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam tubuh legislatif tidak turut serta, lantaran tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun tolong-menolong merupakan kabinet yang besar lengan berkuasa pormasinya di mana tokoh – tokoh populer duduk di dalamnya, menyerupai Sri Sultan Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian perkara Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Upaya memperjuangkan perkara Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).
Timbul perkara keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, menyerupai Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Natsir yaitu berhasil melangsungkan negosiasi antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai perkara Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada tubuh legislatif tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan dia berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun usahanya itu mengalami kegagalan, sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden sesudah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).
Presiden Soekarno kemudian mengambarkan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini populer dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui aturan agraria biar sesuai dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang perihal legalisasi serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu berarti alasannya ialah programnya melanjutkan jadwal Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, menyerupai awalnya jadwal menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian pemberian ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI lantaran RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif lantaran lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap forum pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
Masalah Irian barat belum juga teratasi.
Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh kontradiksi dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. dewan perwakilan rakyat alhasil menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
C. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno mengambarkan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua ahad berhasil dibuat kabinet gres di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga berjulukan kabinet Wilopo. Kabinet ini menerima dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian perkara korelasi Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru sebaliknya banyak sekali hambatan yang muncul antara lain sebagai berikut.
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan lantaran jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
Terjadi defisit kas negara lantaran penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih sesudah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
Munculnya gerakan sparatisme dan perilaku provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan lantaran rasa ketidakpuasan tanggapan alokasi dana dari pusat ke kawasan yang tidak seimbang.
Terjadi insiden 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai alat sipil sehingga muncul perilaku tidak bahagia dikalangan partai politik alasannya ialah dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya perkara intern dalam Tentara Nasional Indonesia sendiri yang berafiliasi dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seci pertahanan tubuh legislatif sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menimbulkan muncul demonstrasi di aneka macam kawasan menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan biar tubuh legislatif dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti insiden ini ialah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno biar membubarkan kabinet.
Munculnya insiden Tanjung Morawa mengenai dilema tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha absurd untuk kembali ke Indonesia dan mempunyai tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah agresi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi alasannya ialah telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya insiden Tanjung Morawa merupakan insiden bentrokan antara pegawanegeri kepolisian dengan para petani liar mengenai dilema tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Akibat insiden Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
D. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet keempat ialah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini menerima dukungan yang cukup banyak dari aneka macam partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai gres NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu.
Persiapan Pemilihan Umum untuk menentukan anggota tubuh legislatif yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Konferensi asia afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955.konferensi dihadiri oleh 29 negara – negara Asia – Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang. KAA I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan usaha kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa tanggapan yang lain, menyerupai :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, lantaran belanda masih bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain populer dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Menghadapi perkara keamanan di kawasan yang belum juga sanggup terselesaikan, menyerupai DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadi insiden 27 Juni 1955 suatu insiden yang memperlihatkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah Tentara Nasional Indonesia –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin gres tersebut lantaran proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara peresmian pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melaksanakan serah terima dengan KSAD baru.
Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang memperlihatkan tanda-tanda membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
E. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum berdasarkan planning yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya tubuh legislatif baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu.
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh bunyi terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan perkara Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.
Terbinanya korelasi antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
Menyelesaikan perkara insiden 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini ialah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Dengan berakhirnya pemilu maka kiprah kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibuat kabinet gres yang harus bertanggungjawab pada tubuh legislatif yang gres pula.
F. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet gres pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah:
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat jadwal jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu jadwal pokoknya adalah,
· Pembatalan KMB,
· Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
· Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II ialah kabinet ini menerima dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya ialah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
Muncul pergolakan/kekacauan di kawasan yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer menyerupai Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
Memuncaknya krisis di aneka macam kawasan lantaran pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan perkara gres khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina lantaran memang merekalah yang besar lengan berkuasa ekonominya. Muncullah peraturan yang sanggup melindungi pengusaha nasional.
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki biar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI beropini bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi menciptakan kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
G. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang jago dalam bidangnya. Dibentuk lantaran Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya kudeta antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.
Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah:
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
· Membentuk Dewan Nasional
· Normalisasi keadaan Republik Indonesia
· Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
· Perjuangan pengembalian Irian Jaya
· Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, usaha pengembalian Irian Barat, menghadapi perkara ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai bahari pedalaman dan bahari teritorial. Melalui deklarasi ini memperlihatkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
Terbentuknya Dewan Nasional sebagai tubuh yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di aneka macam daerah. Musyawarah ini membahas perkara pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi perkara krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di kawasan alasannya ialah pergolakan di kawasan semakin meningkat. Hal ini menimbulkan korelasi pusat dan kawasan menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan menyerupai PRRI/Permesta.
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga jadwal pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
Terjadi insiden Cikini, yaitu insiden percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini dikala sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menimbulkan keadaan negara semakin memburuk lantaran mengancam kesatuan negara.
Kabinet Djuanda berakhir dikala presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak gres sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Bidang Ekonomi
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menimbulkan keadaan ekonomi tersendat ialah sebagai berikut.
1. Setelah legalisasi kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan menyerupai yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila usul ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum mempunyai pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum mempunyai tenaga jago dan dana yang dibutuhkan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di aneka macam kawasan di wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri menjadikan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak sanggup dilaksanakan, sementara jadwal gres mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah ialah :
1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara perkara jangka panjang yang harus dihadapi ialah :
1.Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi ialah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini ialah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan lantaran yang mempunyai uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini sanggup mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah menerima kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan menerima pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan pemberian kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara sedikit demi sedikit akan bermetamorfosis maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam jadwal Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia mendapatkan pemberian kredit dari jadwal ini. Tetapi tujuan jadwal ini tidak sanggup tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan jadwal ini disebabkan lantaran :
Para pengusaha pribumi tidak sanggup bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi mempunyai mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang berdikari untuk membuatkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan laba besar dan menikmati cara hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari laba secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya jadwal ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memperlihatkan pemberian kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang sanggup menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada selesai tahun 1951 pemerintah Indonesia melaksanakan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya ialah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melaksanakan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari jadwal ini ialah
· Untuk memajukan pengusaha pribumi.
· Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
· Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
· Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memperlihatkan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia biar sanggup menduduki jabatan-jabatan staf.
Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Pemerintah memperlihatkan proteksi biar bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan absurd yang ada.
Program ini tidak sanggup berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan pemberian kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh pemberian kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan perkara finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan planning persetujuan Finek, yang berisi :
Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas korelasi bilateral.
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, dilarang diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melaksanakan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, alhasil Presiden Sukarno menandatangani undang-undang peniadaan KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan jadwal yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menimbulkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan jadwal jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas agen ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui dewan perwakilan rakyat pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 target dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak sanggup berjalan dengan baik disebabkan lantaran :
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada selesai tahun 1957 dan awal tahun 1958 menjadikan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melaksanakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan kawasan sehingga banyak kawasan yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan korelasi antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu sanggup teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap ialah untuk mengubah planning pembangunan biar sanggup dihasilkan planning pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja planning pembangunan tersebut tidak sanggup dilaksanakan dengan baik lantaran :
Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
Terjadi ketegangan politik yang tak sanggup diredakan.
Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut perkara Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
C. Kelebihan dan Kekurangan dari Pelaksanaan Demokrasi Liberal
Pada prosesnya, pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia mempunyai aneka macam kelebihan dan kekurangan tersendiri jikalau dibandingkan dengan masa-masa pemerintahan yang lain. Kelebihan tersebut, antara lain sebagai berikut.
1.Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Konferensi ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia internasional menyerupai yang telah disebutkan di atas.
2.Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia secara demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
3.Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB ini dianggap sangat merugikan bangsa Indonesia sehingga pembatalannya merupakan suatu keberhasilan tersendiri.
4.Indonesia sanggup mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai bahari pedalaman dan bahari teritorial.
5.Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada selesai tahun 1951 pemerintah Indonesia melaksanakan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
6.Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini berdiri. Indonesia telah mengalami enam kali pergantian kepala Negara dan beberapa kali pergantian sistem pemerintahan. Kedemokratisan masa demokrasi liberal tercermin pada banyaknya partai, anutan kebatinan, dan aneka macam macam ideologi berkembang dengan pesat. Selain itu setiap partai atau individu mempunyai kesempatan yang sama dalam pemerintahan, meskipun masih ada pengecualian terhadap PKI. Dimasa itu kebebasan berdemokrasi benar-benar faktual lantaran setiap golongan atau elemen bangsa ada perwakilan di tubuh legislatif tidak terkecuali golongan komunis.
Selain pencapaian keberhasilan tentunya kegagalan juga mengiringi. Kegagalan-kegagalan tersebut antara lain sebagai berikut.
1.Instabilitas Negara lantaran terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
2.Timbul aneka macam perkara keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, menyerupai Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS tanggapan ketidakstabilan pemerintahan.
3.Sering terjadi konflik dengan pihak militer menyerupai pada peristwa 17 Oktober 1952.
4.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tanggapan lemahnya sistem pemerintahan.
5.Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan kekuasaan.
6.Praktik korupsi meluas. Pada masa ini tidak tindak pidana korupsi tidak bisa ditangani lantaran dari oknum partai maupun oknum pemerintahan tidak luput dari melaksanakan korupsi, bahkan mentri luar negri kala itu yang sekaligus sebagai arsitek demokrasi terpimpin juga melaksanakan korupsi.
7.Kesejahteraan rakyat terbengkalai lantaran pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
D. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia
Ketegangan-ketegangan pada masa demokrasi liberal menciptakan situasi politik menjadi tidak menentu. Kekacauan politik ini menciptakan keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak mempunyai pijakan aturan yang mantap.
Kegagalan konstituante disebabkan lantaran masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante ialah perihal penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki biar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam upaya mengatasi kemacetan konstituante, muncul gagasan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dari kalangan ABRI. Berbagai partai politik ada yang memperlihatkan dukungan terhadap gagasan tersebut., Kemudian, kabinet juga mendapatkan gagasan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 19 Februari 1959.
Oleh lantaran itu, pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno memberikan tawaran pemerintah supaya konstituante memutuskan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi konstitusi Negara Republik Indonesia. Menanggapi itu, konstituante sanggup menentukan perilaku atau melaksanakan pemungutan suara. Pemungutan bunyi dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu bunyi yang baiklah selalu lebih banyak dari bunyi yang menolak kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi perkara lantaran masih belum memenuhi syarat.
Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya menyatakan tidak akan menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar baru. Keadaan itu semakin mengguncang situasi politik Indonesia dikala itu.
Dalam situasi dan kondisi menyerupai itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno biar mendekritkan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh lantaran itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut.
Pembubaran Konstituante.
Berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945.
Tidak berlakunya UUDS 1950.
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di Indonesia. Maka sesudah itu dimulailah masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Daftar Pustaka
http://www.google/ INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959) My Story.com
http://www.google/ Demokrasi Liberal « Pendidikan sejarah.com
http://www.google/ kegagalan-dan-keberhasilan-demokrasi.com
Badrika, Wayan. 2006. Sejarah untuk Sekolah Menengan Atas Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
giletules.blogspot.com/search?q=masa-pemerintahan-demokrasi-liberal-di Sumber http://sulaiman4fun.blogspot.com
Rabu, 11 Januari 2017
Masa Pemerintahan Demokrasi Liberal Di Indonesia
Diterbitkan Januari 11, 2017
Artikel Terkait
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon