Sabtu, 29 Juli 2017

Askep Jiwa Perihal Halusinasi

Faidin
BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, lantaran terganggunya fungsi otak : kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
            Gangguan terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan menjadikan kemampuan menilai dan menyidik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial akan menjadikan terganggunya kemampuan berespon yakni  sikap non verbal ( Ekspresi,gerakan tubuh) dan sikap verbal (penampilan kekerabatan sosial). Memperhatikan sikap klien menyerupai ini tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( sikap garang / sikap kekerasan )

  1. TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman faktual dalam melaksanakan Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran, diharapkan akan bisa mengidentifikasikan seluruh problem yang terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa bisa mengkaji klien dengan problem utama halusinasi.
b.      Mahasiswa bisa merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan problem utama halusinasi.
c.       Mahasiswa bisa merencanakan tindakan keperawatan klien dengan problem utama halusinasi.
d.      Mahasiswa bisa mengimplementasikan planning tindakan keperawatan klien dengan problem utama halusinasi.
e.       Mahasiswa bisa mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan problem utama halusinasi.

  1. METODE PENULISAN
Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini yaitu :
a.       Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan memakai beberapa literatur sebagai sumber.
b.      Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara eksklusif kepada klien dan perawat ruangan.
c.       Metode observasi
Dengan mengobservasi eksklusif kepada klien dengan problem utama  halusinasi pendengaran.

  1. SISTEMATIKA PENULISAN
a.       Bab I merupakan pendahuluan yang berisi perihal latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
b.       Bab II perihal landasan teori yang memuat pengertian, perihal respon, jenis-jenis halusinasi, fase-fase halusinasi, pengkajian, diagnosa, tujuan, implementasi dan penilaian keperawatan.
c.       Bab III berisi perihal tinjauan masalah halusinasi pendengaran.
d.      Bab IV membahas kesenjangan antara teori dan kasus.
e.       Bab V berupa epilog yang memuat kesimpulan dan saran.







BAB II
LANDASAN TEORI

  1. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu tanda-tanda yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan tanda-tanda halusinasi ialah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang bekerjsama tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang faktual ada oleh klien.
  1. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, bisa mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus menurut informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun bekerjsama stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut ialah respon individu yang lantaran sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi bila interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.



Rentang respon  :

 


Respon  Adaptif                                                                    Respon  Maladptif
Pikiran logis                            Distorsi pikiran                        gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat                        ilusi                                          Halusinasi
Emosi konsisten dengan         Reaksi emosi berlebihan          Sulit berespon emosi
Pengalaman                             atau kurang                             sikap disorganisasi
Perilaku sesuai             Perilaku aneh/tidak bias          isolasi sosial
Berhubungan sosial                 Menarik diri

  1. JENIS –JENIS HALUSINASI
JENIS HALUSINASI
KARAKTERISTIK
Pendengaran
70 %
Mendengar bunyi atau kebisingan, paling sering bunyi orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang terang hingga kata-kata yang terang berbicara perihal klien, bahkan hingga pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melaksanakan sesuatu kadang sanggup membahayakan.
Penglihatan 20%
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menyeramkan menyerupai melihat monster.
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu menyerupai anyir darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akhir stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa menyerupai rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang tiba dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenesthetic
Merasakan fungsi badan menyerupai pedoman darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara bangun tanpa bergerak.

  1. FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1.      Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin termangu atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih bisa mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2.      Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan bekerjasama dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, citra bunyi dan sensasi halusinasi sanggup berupa bisikan yang tidak terang klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak bisa mengontrolnya.
Klien menciptakan jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seperti halusinasi tiba dari orang lain.
3.      Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa kondusif sementara.
4.      Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan bermetamorfosis mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak sanggup bekerjasama dengan orang lain lantaran terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menyeramkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik bila tidak dilakukan intervensi.

  1. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI
Halusinasi merupakan salah satu tanda-tanda yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang menempel akrab dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya menyerupai yang terdapat juga pada schizofrenia.
1.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi menyerupai halusinasi antara lain:
a.       Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini hingga kini masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia ialah kromoson nomor enam, dengan donasi genetik perhiasan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik mempunyai kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% bila salah satunya mengalami schizofrenia, sementara bila di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.      Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.       Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d.      Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan sanggup menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e.       Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, hambar dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2.      Faktor presipitasi
Faktor –faktor penggagas respon neurobiologis mencakup :
a.       Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang mendapatkan dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b.      Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( prosedur gateing abnormal)
c.       Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan sikap menyerupai yang tercantum pada tabel dibawah ini ;









Kesehatan
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
 Kehilangan kebebasan hidup, pola kegiatan sehari-hari
Kesukaran dalam bekerjasama dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya pertolongan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ktidak mamapuan menerima pekerjaan
Sikap/Perilaku
Merasa tidak bisa ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi memakai keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan tanda-tanda tersebut.
Merasa malang ( tidak bisa memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak menyerupai orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

3.      Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering dipakai klien dengan halusinasi adalah:
Ø  Register,  menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Ø  Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
Ø  Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Ø  Keluarga mengingkari problem yang dialami klien
4.      Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, menyerupai mimpi ketika tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk memilih persepsi tersebut nyata. Sama halnya menyerupai seseorang mendengarkan suara-  bunyi dan tidak lagi mencurigai orang yang berbicara perihal bunyi tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil sanggup menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas  untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibentuk nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa lantaran mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan  halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi problem untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan perihal halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus mempunyai ketulusan dan perhatian untuk sanggup memfasilitasi percakapan perihal halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan sikap halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi perihal halusinasi yang diharapkan mencakup :
Ø  Isi Halusinasi.
Ini sanggup dikaji dengan menanyakan bunyi siapa yang didengar, apa yang dikatakan bunyi itu, bila halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, bila halusinasi visual, anyir apa yang tercium bila halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap bila halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan badan bila halusinasi perabaan.
Ø  Waktu dan Frekuensi.
Ini sanggup dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi penggagas halusinasi dan memilih bilamana klien perlu perhatian ketika mengalami halusinasi.
Ø  Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
Ø  Respon Klien
Untuk memilih sejauh mana halusinasi telah menghipnotis klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien ketika mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalmi halusinasi sanggup kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi bila halusinasi sudah hingga pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien sanggup melaksanakan bunuh diri ( su1cide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain problem yang diakibatkan oleh halusinasi, klien  biasanya juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan bekerjasama social , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih mayoritas di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini  memicu timbulnya halusinasi.
Dari problem tersebut diatas sanggup disusun pohon maslah sebagai berikut :

EFEK             Resiko mencedrai diri sendiri,
                        Orang lain, dan lingkungan

 


C.P                  Perubahan persepsi sensori :                      Defisit perawatan diri :
                        Halusinasi pendengaran                            Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias

 


ETIOLOGI    Kerusakan interaksi sosial :                       Intoleransi aktifitas
                        Menarik diri
 



                        Gangguan konsep diri :
                        Harga diri rendah


Dari pohon problem diatas sanggup dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan bekerjasama dengan halusinasi audiotorik.
2.      Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik bekerjasama dengan menarik diri
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri bekerjasama dengan Harga diri rendah
4.      Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias bekerjasama dengan intoleransi aktifitas.

  1. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
o      Klien sanggup mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu sanggup dirinci sebagai berikut :
1.            Klien sanggup membina kekerabatan salin percaya
2.            Klien sanggup mengenal halusinasinya
3.            Klien sanggup mengontrol halusinasinya.
4.            Klien menerima pertolongan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.            Klien sanggup memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.

  1. TINDAKAN KEPERAWATAN
Ø  Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina kekerabatan saling percaya dengan klien.
Ø  Setelah kekerabatan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya ialah membntu klien mengenali halusinasinya.
Ø  Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam tetapkan halusinasi ialah :
1.      Menghardik halusinasi.
2.      Berinteraksi dengan orang lain.
3.      Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4.      Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi klarifikasi perihal bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting lantaran keluarga ialah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu tanda-tanda psikosis sanggup berlangsung usang (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka  oleh  tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk sanggup memakai obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.

  1. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil bila :
1.      Klien menawarkan kemampuan sanggup bangun diatas kaki sendiri untuk mengontrol halusinasi
2.      Mampu melaksanakan acara pengobatan berkelanjutan
3.      Keluarga bisa menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

























BAB IV
PEMBAHASAN

Pada potongan ini kelompok membahas menurut teori dan aplikasi / penerapan menurut beberapa rujukan atau contoh yang didapatkan dilapangan sebagai pelaksanaan proses keperawatan pada klien dengan problem utama perubahan persepsi sensori : pendengaran. Kemudian membandingkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek, dalam ruang lingkup proses keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi.
A.    Pengkajian :
Pada tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat ruangan. Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan tanda-tanda pada landasan teori halusinasi kecuali pada tanda-tanda pemicu kondisi kesehatan ( nutrisi kurang, infeksi, kurang tidur).

B.     Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan, pada masalah kien halusinasi indera pendengaran ada empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan bekerjasama dengan halusinasi pendengaran; Perubahan persepsi sensorik : halusinasi dengar bekerjasama dengan menarik diri; Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri bekerjasama dengan Harga diri rendah; dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias bekerjasama dengan intoleransi aktifitas.Sedangkan pada masalah klien kelolaan didapatkan lima diagnosa. Hal ini lantaran pada masalah ditemukan,  problem berduka disfungsional yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah
C.    Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan perawatan halusinasi
D.    Implementasi yang telah dilakukan sesuai dengan planning keperawatan menurut diagnosa keperawatan yang ada
E.     Pada penilaian masalah kelolaan klien bisa secara sanggup bangun diatas kaki sendiri dalam mengontrol halusinasinya hal ini lantaran klien masih merasa sulit untuk melaksanakan cara gres mengatasi halusinasinya.
Hal ini sanggup dilihat pada diagnosa keperawatan ::
1.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan bekerjasama dengan halusinasi indera pendengaran klien bisa melakukan  hingga pada TUK 5
2.      Perubahan persepsi sensori : Halusinasi indera pendengaran bekerjasama dengan Menarik diri, klien bisa melaksanakan hingga pada TUK 4
3.      Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri bekerjasama dengan harga diri rendah, klien bisa melaksanakan hingga pada TUK 5
4.      Gangguan konsep diri : harga diri rendah bekerjasama dengan berduka disfungsional, klien bisa melaksanakan hingga pada TUK 3
5.      Defisit perawatan diri : Kebersihan diri bekerjasama dengan kurang motivasi, klien bisa melaksanakan samapai pada TUK 4
















BAB V
PENUTUP
            Berdasarkan pembahasan masalah diatas, maka kami sanggup mengambil kesimpilan dan saran sebagai berikuti :
  1. Kesimpulan
    1. Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia dengan problem keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.
    2. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal.
    3. Perencanaan keperawatan dengan problem utama halusinasi berfokus pada intervensi :
-          Membina kekerabatan saling percaya
-          Orientasi alam realita
-          Tingkatkan aktifitas
    1. Tidak semua tanda-tanda halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai  pada masalah di ruangan.
    2. Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada dirumah. 
  1. Saran
1.      Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal sehingga menimbulkan  resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, untuk itu perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan tanda-tanda halusinasi dan membawa klien ke alam realita.
2.      Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan
3.      Oleh lantaran keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.
4.      Fiksasi bukan pilihan utama pada  klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang bekerjasama dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif.
5.      Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga


























DAFTAR PUSTAKA

1.      Carpenito,L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

2.      Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.


3.      Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.

4.      Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.


5.      Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.

6.      Kumpulan materi kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.






Sumber http://faidinaidin.blogspot.com


EmoticonEmoticon