Biasanya ikhwan ataupun akhwat itu single alias jomblo. Tapi apakah benar mereka single 100%? Begini. Tujuan saya menciptakan goresan pena ini yakni sebagai bentuk kritik membangun bagi para ikhwan maupun akhwat. Saya rasa semua setuju bila menjaga diri, menjaga kehormatan diri itu perlu dan harus. Saya rasa semua setuju bila pacaran itu memang dihentikan dalam agama, dan niscaya para pelopor dakwah tau hal ini dengan sangat baik.
Memang, jarang saya temui ikhwan/akhwat yang rahasia pacaran. Yaa alasannya mereka benar-benar single.
Oke ganti topik. Sekarang media umum sudah bukan menjadi hal yang wow. Iya kan? Whatsapp, BBM, Viber, Instagram, Facebook, Twitter, Line, G+ dan masiiih banyak lagi. Disinilah titik yang ingin saya kritisi.
Oke, memang yang namanya ikhwan akhwat jarang banget interaksi empat mata. Rapat aja mesti pake hijab. Kaprikornus nggak bisa saling tatap muka. Oke, itu memang udah cukup baik. Dan memang sudah seharusnya begitu.
Tapi bagaimana bila di media sosial? Apakah hijab atau batasan masih ada? Masih dijaga? Terlebih komunikasinya pake private message. Pembicaraan hanya dua arah. Hanya kamu dan aku. Kalo saya, grup whatsapp boleh hidup hanya hingga jam 9 malam. Tapi apakah itu juga diberlakukan bagi para pelopor dakwah? Pembicaraan dua arah atau private message biasanya dilakukan bisa hingga lebih dari jam 9 malam. Inilah salah satu titik yang sebaiknya diperbaiki.
Maaf. Afwan. Afwan binggo. Saya jujur kurang suka pada ikhwan ataupun akhwat dimana ia mempunyai sobat komunikasi secara rutin dua arah. Misal sudah menjadi keseharian bagi ia untuk berkomunikasi via whatsapp atau yang lain. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi saya rasa bila yang dibicarakan problem dakwah tidak perlu menjadi suatu rutinitas. Bisa dibahas di grup whatsapp dimana pembicaraannya lebih dari dua arah atau mungkin bisa dikupas tuntas dikala syuro’.
Ganti topik. Tidak baik bagi ikhwan ataupun akhwat saling main kode-kodean. Saling komentar di instagram, facebook atau yang lainnya. Oh please! Cukup kode-kodean pada ia yang Allah gariskan untuk kita. Kode-kodean lewat doa maksudnya. Itu jauh lebih baik. Daripada kita main kode-kodean di media umum lagi, bisa menjadikan fitnah saudara-saudara!
Saya? Saya? Saya jauh dari kesempurnaan. Saya juga pernah lepas kontrol dalam penjagaan diri. Tapi, saya berusaha. Ya berusaha. Ya alasannya saya sadar betul. Saya tidak punya apa-apa, harta itu milik Allah yang Allah titipkan ke orang bau tanah saya. Saya masih belum bisa cari makan dari hasil keringat sendiri. Saya. Saya seorang perempuan. Saya bisa apa kalo udah dijahatin laki-laki. Nah, upaya penjagaan diri inilah yang saya rasa harus saya lakukan sebagai bentuk ikhtiar untuk menjadi insan yang lebih baik. Saya tidak punya harta tapi saya punya harga diri. Saya tidak punya kekuatan untuk melawan pria tapi saya berusaha membangun benteng semoga pria tidak bisa menembus benteng yang saya bangun.
Intinya. Saya berharap bila ikhwan / akhwat mulai lebih bisa menjaga diri di media sosial. Menjaga diri. Menjaga kehormatan diri. Daripada main kode-kodean nggak jelas, eksklusif aja pergi ke KUA. Bicarakan sesuatu seperlunya dalam pembicaraan dua arah. Jika bercanda pastikan itu tidak bercanda dalam komunikasi dua arah. Cinta bisa hadir dari canda. Optimalkan fungsi grup komunikasi. Optimalkan syuro’. Tuntaskan sekalian segala bahasan dakwah disitu. Biar tidak ada tambahan yang dipakai sebagai modus untuk memulai pembicaraan dua arah.
Afwan. Afwan. Manusia hidup untuk apa bila tidak untuk memperbaiki diri. Begitupun dengan saya. Tulisan ini saya buat bukan hanya semata-mata mengkritisi orang lain tapi juga sebagai bentuk hikmah diri. Dan langkah awal saya untuk mengikrarkan bila saya sedang berusaha menjaga diri. Jika mungkin di lain waktu saya lepas kendali, mungkin goresan pena ini bisa menjadi reminder saya untuk ‘kembali pada Cikal yang sebenarnya.’
Wallahu a'lam.
EmoticonEmoticon