Malaysia yakni sebuah negara berpenduduk sekitar 25 juta jiwa dengan dominan berasal dari etnik Melayu (65%), disusul etnik Cina (25%), etnik India (8%) dan lain-lainnya (2%). Sistem pemerintahan mengikuti bentuk federal yang dilandasi dengan tatanan politik adonan antara demokrasi parlementer dan monarkhi konstitusional. Pemimpin puncak di negara federal ini yakni Perdana Menteri yang sekaligus merupakan ketua DPR dan biasanya dipilih dari partai politik yang memenangi pemilihan umum. Sistem pemerintahan federal dibuat dengan berdirinya Federasi Malaysia pada tahun 1963 (ketika itu mencakup Federasi Malaya, Sabah, Sarawak dan Singapura) sebelum terpisahnya Singapura pada tahun 1965. Saat ini, negara federal Malaysia terdiri dari 13 negara bab dengan sistem tiga jenjang, yaitu: 1) pemerintah federal, 2) pemerintah negara bagian, dan 3) pemerintah lokal (tempatan). Pembagian kekuasaan mengikuti trias politika (kekuasaan legislatif, jodikatif dan eksekutif) selanjutnya dilakukan menurut ketiga jenjang pemerintahan ini.
Secara umum, pemerintah federal sebagai representasi dari pemerintahan nasional mempunyai kekuasaan yang sangat besar kalau dibandingkan pemerintah negara bab (di Malaysia disebut “kerajaan negeri”). Pemerintah federal memegang kekuasaan pada hampir semua fungsi penting, termasuk merumuskan planning pembangunan nasional, menarik semua jenis pajak, melaksanakan perjanjian pinjaman luar negeri, dan mengumumkan keadaan darurat. Sementara itu pemerintah negara bab diberi tanggungjawab untuk mengurus hal-hal yang menyangkut wilayah, manajemen pertanahan, urusan pertanian, kehutanan, pekerjaan umum, pengadaan air higienis dan pelayanan publik di daerah. Diantara negara-negara bagian, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kekuasaan yang dimilikinya. Negara-negara bab di semenanjung Malaysia ibarat Selangor, Negeri Sembilan, dan Pulau Pinang termasuk yang setara satu sama lain. Sebaliknya, Sabah dan Sarawak diberi otonomi yang relatif lebih besar dengan dana subsidi dari pemerintah federal seringkali diberikan secara khusus.
Pemerintah lokal sepenuhnya menjadi instrumen untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas negara bagian. Kecuali itu pemerintah lokal juga diberi tugas-tugas pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan lokal. Dalam hal ini urusan dari pemerintah lokal contohnya menyangkut pengadaan air bersih, penanganan sampah, pemeliharaan drainase, perlakuan terhadap limbah, penanganan kebakaran, penerangan jalan, urusan pasar, taman, akomodasi olah-raga dan pusat-pusat kemasyarakat lainnya. Untuk membiayai urusan-urusan semacam ini, pemerintah lokal sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah negara bab atau pemerintah federal secara langsung.
Undang-undang Dasar Malaysia tahun 1957 menggariskan bahwa pemerintah federal mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan tidak kurang dari 26 jenis urusan, mencakup urusan luar-negeri, pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, sampai urusan pemadaman kebakaran. Pemerintah negara bab di Federasi Malaysia atau semenanjung Malaysia mempunyai kekuasaan terhadap 11 jenis urusan mulai dari urusan agama Islam dan adat, pertanahan, pertanian dan kehutangan, pelayanan publik tempatan, sampai urusan pelestarian kura-kura dan perikanan air tawar. Khusus untuk pemerintah Sabah dan Sarawak terdapat urusan aturan etika dan tradisi, pelabuhan yang tidak menjadi kewenangan negara federal, survai, dan keretaapi di negeri Sabah. Di luar ketentuan tersebut terdapat juga urusan konkuren yang diselenggarakan menurut prinsip kerjasama antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian. Jenis-jenis urusan yang termasuk urusan konkuren antara lain kesejahteraan sosial, beasiswa, perindungan burung dan satwa liar, kebudayaan dan olah-raga, perumahan, dan sebagainya.
Pemerintah federal mempunyai kekuasaan luas dalam hal pemungutan pajak dan cukai. Oleh lantaran itu bisa dipahami bahwa sumber-sumber keuangan pemerintah di Malaysia sebagian besar masuk ke kas pemerintah federal. Dalam hal ini harus diakui bahwa sistem manajemen pajak oleh pemerintah federal di Malaysia sudah cukup efisien. Pada awal tahun 1990-an, dikala rerata pendapatan dari pajak sebagai proporsi dari PDB di negara-negara ASEAN gres sebesar 23,1%, angka di Malaysia sudah mencapai 28,3%.3
3 Chong Hui Wee. 2006. Fiscal Policy and Inequality in Malaysia. Kuala Lumpur: University of Malaya Press. hal. 27. Karena itu, bisa dipahami bahwa sentralisasi kebijakan fiskal tetap mewarnai korelasi keuangan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bab di Malaysia. Penerimaan pemerintah yang diberikan tanggungjawabnya kepada pemerintah negara-negara bab hanya menyangkut sumber-sumber yang relatif kurang strategis, ibarat pajak atas jual-beli tanah, pajak tanah, pertambangan umum dan kehutanan, pajak hiburan serta penerimaan dari acara keagamaan Islam. Khusus untuk Sabah dan Sarawak, terdapat perhiasan penerimaan dari pajak impor dan bea-masuk terhadap produk-produk minyak, kayu dan produk-produk dari hutan lainnya.
Dengan kekuasaan terhadap sumber-sumber penerimaan negara yang demikian besar, pemerintah federal sanggup mengendalikan politik di banyak negara bab dengan mudah. Hampir semua sumber penerimaan yang potensial dan gampang dimobilisasi dikuasai oleh pemerintah federal. Sebaliknya, pemerintah negara-negara bab hanya memperoleh kekuasaan terhadap sumber-sumber penerimaan yang terbatas. Wilayah negara-negara bab di Malaysia yang relatif gampang terjangkau juga memungkinkan diserapnya sumber-sumber penerimaan yang terdapat di daerah ke pemerintah federal dengan mudah. Tetapi akibatnya, perencanaan pembangunan ekonomi di setiap negara bab menjadi sangat tergantung kepada pendanaan yang disediakan oleh pemerintah federal. Sistem perencanaan lima-tahunan yang dibuat oleh pemerintah federal menjadi semacam cetak-biru yang harus diikuti oleh setiap negara bagian.
Disparitas kemampuan fiskal negara bab di Malaysia dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam yang tidak merata serta basis pajak di daerah yang terbatas. Pendapatan paling besar dari negara-negara bab itu yakni dari sektor kehutanan, pertanahan dan pertambangan. Selain itu, ternyata tidak semua negara bab punya sumberdaya yang memadai. Sebagai contoh, walaupun semenjak tahun 1960-an Malaysia sangat populer sebagai produsen timah, tetapi potensi ini hanya terdapat di negara bab Perak. Demikian pula, potensi minyak bumi hanya terdapat di Sarawak, Sabah, dan Terengganu. Sedangkan potensi kehutanan juga terbatas di Sarawak, Sabah, dan sebagian Pahang. Sebagian dari pajak hiburan atau pariwisata menjadi pendapatan potensial bagi negara bab ibarat Selangor, Johor dan Pulau Pinang, tetapi tentu jumlahnya sangat kecil di negara bab ibarat Kelantan dan Terengganu yang tidak banyak tempat-tempat hiburan lantaran dihentikan oleh pemerintah negara bab yang dipengaruhi oleh partai berbasis agama. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, tolong-menolong banyak negara bab yang juga tergantung kepada pegawai dari pemerintah federal. Secara keseluruhan sanggup dikatakan bahwa lantaran sumber-sumber penerimaan yang terbatas, maka pendapatan negara bab sebagian tergantung kepada pemerintah federal.
Untuk membiayai pembangunan di daerah atau di negara-negara bab seluruh Malaysia, pemerintah federal menyediakan transfer dan sumber-sumber keuangan secara langsung. Tujuannya tentu yakni menutup celah fiskal yang dihadapi di masing-masing negara bab dan sekaligus mencegah kemungkinan terjadinya ketimpangan horisontal. Diantara pemerintah negara bab memang terdapat perbedaan dalam hal kemampuan mengelola pajak dan sumber-sumber potensial bagi penerimaan. Lembaga yang bertanggungjawab untuk mengelola ini yakni Dana Cadangan Negara Bagian (State Reserve Fund) yang bertugas untuk menyeimbangan anggaran serta mendistribusikan dana menurut sumber penerimaan, jumlah penduduk, PDRB, dan indikator-indikator sosial ekonomi lainnya.
Subsidi pemerintah federal sanggup digolongkan menjadi tiga, yaitu: 1) subsidi pembagian-pajak (tax-sharing grants), 2) subsidi umum (general-purpose grant), dan 3) subsidi khusus (specific-purpose grant). Termasuk di dalam subsidi pembagian pajak yakni 10 persen pajak ekspor atas timah, besi dan bahan-bahan tambang lain yang digali dari negara bab tertentu. Subsidi umum terdiri dari tunjangan modal (capitation grants), subsidi peningkatan pendapatan (growth revenue grants), subsidi Cadangan Negara Bagian, dan subsidi-subsidi yang lain. Sedangkan subsidi khusus mencakup subsidi jalan, subsidi pembangunan ekonomi, subsidi retribusi (service charge grants), dan subsidi penggantian biaya (cost reimbursement grants). Namun dari segi proporsinya, subsidi yang diberikan kepada negara bab kebanyakan berbentuk subsidi jalan, tunjangan modal, subsidi peningkatan pendapatan, dan subsidi Cadangan Negara Bagian. Untuk aneka macam keperluan di negara bab dan pemerintah lokal, subsidi inilah yang terus mengalir dari pemerintah federal. Pemerintah negara bab tidak diperbolehkan untuk meminjam eksklusif dari donor di luar negeri, tetapi pinjaman kepada pemerintah negara federal diperbolehkan sampai prosentase yang tidak terbatas terhadap kebutuhan dana di daerah. Pada periode tahun 1990-1998, hampir semua negara bab mempunyai pinjaman kepada pemerintah federal.
Dalam hal kebijakan anggaran publik, Malaysia pada masa pemerintahan Abdullah Badawi tetap menganut sistem yang sangat tersentralisasi dengan lebih dari 90 persen anggaran dikelola oleh pemerintah federal. Kerangka kebijakan NDP (National Development Policy) yang merupakan kelanjutan dari kerangka NEP (National Economic Policy) dan penguasaan sektor publik yang semakin besar pada tahun 2000-an ternyata tidak menghasilkan perubahan berarti dalam korelasi antara pemerintah federal dan pemerintah negara bab di Malaysia. Dengan aneka macam tuntutan demokratisasi dan desentralisasi di beberapa negara bab ibarat di Kelantan dan Pulau Pinang, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah federal yakni dengan memperlihatkan subsidi lebih banyak lagi yang juga berarti menciptakan sistem keuangan yang semakin sentralistis dan hanya ditentukan oleh pemerintah federal.
Akan tetapi, meskipun secara umum korelasi fiskal antar-jenjang pemerintahan di Malaysia bersifat sangat sentralistis, hasil dari penggunaan dana tersebut sangat mengesankan ditinjau dari aneka macam indikator ekonomi. Melalui proyek-proyek pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah federal, ekonomi di negara-negara bab sanggup tumbuh terus dan relatif tetap seimbang satu dengan yang lainnya. Kendatipun celah fiskal di masing-masing negara bab berlain-lainan, acara ekonomi di setiap negara bab senantiasa tumbuh pada tingkat yang tidak terlalu timpang. Pada tahun 1997, misalnya, dari 13 negara bagian, ada 8 negara bab yang tumbuh di atas rerata nasional. Sarawak bahkan bisa tumbuh sebesar 11,9 persen. Sementara itu Johor, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan dan Terengganu tumbuh dengan angka di atas 9 persen sedangkan Perak dan Perlis tumbuh sekitar 8 persen. Hanya Kelantan, Pahang, Pulau Pinang, Sabah dan Selangor yang tumbuh di bawah rerata nasional, yaitu sebesar antara 5-8 persen.
Situasi politik di Malaysia yang relatif tetap stabil menciptakan banyak kebijakan pembangunan yang konsisten dengan peruntukan subsidi yang sanggup diarahkan ke sektor-sektor yang produktif. Ini sanggup dilihat dari aneka macam indikator ekonomi makro maupun mikro, serta indikator pelayanan publik di Malaysia yang relatif terus meningkat kalau dibandingkan dengan negara-negara lain di daerah Asia Tenggara. Dari indikator PDB per kapita, misalnya, Malaysia sekarang sudah masuk sebagai negara berpendapatan menengah dengan rerata pendapatan rumah-tangga yang sudah lebih dari $US 4.000. Sementara itu dari segi indikator pelayanan publik yang utama, yaitu sektor pendidikan dan sektor kesehatan, aneka macam indikator memperlihatkan perbaikan yang sangat signifikan.
Meskipun gejala perubahan dalam korelasi keuangan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bab masih belum jelas, tetapi perkembangan politik paling mutakhir di Malaysia memperlihatkan bahwa ada gelombang perubahan yang akan terjadi secara nasional. Hasil pemilihan umum sela pada tanggal 8 Maret 2008 memperlihatkan bahwa kekuasaan dominan Barisan Nasional yang sudah berkuasa selama lebih dari 50 tahun mendapat tantangan serius dari kalangan oposisi. Kalau selama ini Barisan Nasional (sebuah koalisi dengan pendukung utama partai UMNO, MIC dan MCA) selalu mendapat bunyi lebih dari dua pertiga suara, pada Pemilu ini hanya memperoleh 51% bunyi dan 63% dingklik parlemen. Selama ini, kekuasaan partai oposisi hanya terdapat di Kelantan, sebuah negara bab dengan dominan Islam dan relatif ndeso secara ekonomi. Tetapi pada pemilu sela 2008 tersebut, negara bab lain yang relatif lebih kaya ibarat Pulau Pinang, Selangor, Perak dan Kedah sudah jatuh ke partai oposisi. Ini berarti bahwa lima negara bagian, termasuk Selangor yang begitu padat penduduknya, akan diperintah oleh perumus kebijakan dari partai oposisi.
Di masa mendatang, tuntutan rakyat di negara bab yang menghendaki perubahan kerangka kebijakan NEP yang dipandang hanya menguntungkan rakyat Melayu sepertinya akan lebih besar. Kecuali itu, tuntutan demokratisasi yang memunculkan Anwar Ibrahim sebagai ikon gres politik dari kalangan oposisi juga akan bisa mengubah pola korelasi keuangan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Tentu masih banyak kemungkinan yang sanggup terjadi dari aspek politik nasional di Malaysia. Tetapi yang terperinci ialah bahwa perubahan korelasi keuangan antar-jenjang pemerintahan yang lebih desentralistis gres akan terjadi apabila terdapat perubahan peta politik atau adanya komitmen politik gres dari pemerintah Malaysia di tingkat nasional.
Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com

EmoticonEmoticon