Sabtu, 10 Maret 2018

Belajar Dan Hakikat Fisika

 Belajar dan Hakikat Fisika

             Sebagian besar orang memahami bahwa IPA yaitu ilmu pengetahuan yang terdiri dari fisika, biologi dan kimia. Cara pandang sekelompok orang terhadap IPA berbeda-beda. Misalnya, sebagian orang memandang IPA sebagai kumpulan informasi ilmiah, para ilmuwan memandang IPA sebagai sebuah cara (metode) untuk menguji dugaan (hipotesis), dan para jago filsafat memandang IPA sebagai cara bertanya perihal kebenaran dari segala sesuatu yang diketahui. 
            Masing-masing pandangan itu yaitu benar berdasarkan sudut pandang yang digunakannya. Sementara itu, kesamaan pandangan para pendidik dan pengajar perihal hakikat IPA termasuk fisika di dalamnya sangatlah penting. Hal ini dikarenakan biar tidak terjadi disparitas dalam merencanakan dan berbagi pembelajaran IPA.
Salah satu pembelajaran IPA yaitu pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan fisika yaitu bab dari IPA. Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk berbagi kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses  pembelajarannya harus mempertimbangkan taktik atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang sanggup menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman pribadi akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa Sekolah Menengah Pertama yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa kalau pembelajaran sains mengajak anak untuk berguru merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Dalam pembelajaran akan ada komunikasi antara guru dengan siswa. Seperti yang dikemukakan Latuheru (1988: 1) bahwa segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran merupakan proses komunikasi.  Komunikasi dalam pembelajaran merupakan komunikasi timbal balik (interaksi edukatif) yang terjadi tidak dengan sendirinya tetapi harus diciptakan oleh guru dan siswa.
            Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”).
            Berdasarkan pernyataan di atas, pandangan kebanyakan orang, pandangan para ilmuwan, dan pandangan para jago filsafat menyerupai yang telah dikemukakan di atas tidaklah salah. Masing-masing pandangan hanya merupakan salah satu dari tiga hakekat IPA dalam pernyataan itu. Pernyataan Collette dan Chiappetta lebih merupakan pandangan yang komprehensif atas hakekat IPA atau sains. Pernyataan yang lebih sempurna perihal hakikat IPA yaitu IPA sebagai produk untuk pengganti pernyataan IPA sebagai sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), IPA sebagai sikap untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan IPA sebagai proses untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”).
            Oleh karena fisika merupakan bab dari IPA atau sains maka hingga pada tahap ini kita sanggup menyamakan persepsi bahwa hakikat fisika yaitu sama dengan hakikat IPA atau sains. Jadi, hakikat fisika yaitu sebagai produk (a body of knowledge), fisika sebagai sikap (a way of thinking), dan fisika sebagai proses (a way of investigating). 
            Untuk memperjelas bagaimana fisika sebagai produk, fisika sebagai proses, dan fisika sebagai sikap maka masing-masing hakikat fisika tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut (Sutrisno, 2006):
A. Fisika sebagai Produk
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara insan dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memperlihatkan pembelajaran kepada insan sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan kemampuannya serta berubah perilakunya. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil inovasi dari banyak sekali kegiatan penyelidikan yang kreatif dari para ilmuwan diinventarisir, dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang kemudian disebut sebagai produk atau “a body of knowledge”. Pengelompokkan hasil-hasil inovasi itu berdasarkan bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang kemudian disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu sanggup berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model. Substansi fisika ini perlu dikuasai oleh siswa melalui pendidikan fisika. Dengan penguasaan pengetahuan fisika, siswa diperlukan sanggup mengerti dan mengaplikasikan sains untuk tujuan pemecahan perkara dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran fisika sebagai kumpulan pengetahuan atau fisika sebagai produk hendaknya tidak dipandang sebagai transfer pengetahuan semata.
1. Fakta
Fakta yaitu keadaan atau kenyataan yang bantu-membantu dari segala insiden yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar bagi konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya kita juga sanggup menyatakan bahwa konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya yaitu untuk menjelaskan dan memahami fakta.
2. Konsep
     Konsep yaitu abstraksi dari banyak sekali kejadian, objek, fenomena dan fakta. Konsep mempunyai sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner, Goodnow dan Austin (collette dan chiappetta: 1994) konsep mempunyai lima elemen atau unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu contohnya yaitu warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep yaitu berbeda bagi setiap anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994), konsep fisika sanggup dibedakan atas konsep yang baik teladan maupun atributnya sanggup diamati, konsep yang contohnya sanggup diamati tetapi atributnya tidak sanggup diamati, dan konsep yang baik teladan maupun atributnya tidak sanggup diamati.
3. Prinsip dan hukum
     Istilah prinsip dan aturan sering dipakai secara bergantian lantaran dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan aturan dibuat oleh fakta-fakta dan konsep-konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, aturan dan prinsip fisika tidaklah mengatur insiden alam (fakta), melainkan insiden alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
4. Rumus            
     Rumus yaitu pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Dalam rumus kita sanggup melihat saling keterkaitan antara konsep-konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan aturan sanggup dinyatakan secara matematis.
5. Teori
     Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak sanggup pribadi diamati, contohnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas. Teori tetaplah teori mustahil menjadi aturan atau fakta. Teori bersifat tentatif hingga terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak sanggup menerangkan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen mendukung teori tersebut lantaran kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu yang akan datang hasilnya tidak akan pertentangan dengan teori tersebut, sedangkan kita sanggup menerangkan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang”. Jadi, teori mempunyai fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum.
6. Model
     Model yaitu sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak sanggup dilihat. Model sangat mempunyai kegunaan untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga mempunyai kegunaan untuk membantu memahami suatu teori. Contohnya adalah model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom. 

B. Fisika sebagai Proses
IPA sebagai proses atau juga disebut sebagai “a way of investigating” memperlihatkan citra mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melaksanakan penemuan-penemuan. Jadi, IPA sebagai proses memperlihatkan citra mengenai pendekatan yang dipakai untuk menyusun pengetahuan. Dalam IPA dikenal banyak metode yang memperlihatkan perjuangan insan untuk menuntaskan masalah.
       Contoh dari IPA sebagai proses adalah para ilmuwan astronomi menyusun pengetahuan mengenai astronomi dengan berdasarkan kepada observasi dan prediksi. Ilmuwan lain banyak yang menyusun pengetahuan dengan berdasarkan kepada kegiatan laboratorium atau eksperimen yang terfokus pada kekerabatan alasannya akibat. Sampai pada tahap ini kiranya cukup terperinci bahwa, untuk memahami fenomena alam dan hukum-hukum yang berlaku, perlu dipelajari objek-objek dan kejadian-kejadian di alam itu. Objek-objek dan kejadian-kejadian alam itu harus diselidiki dengan melaksanakan eksperimen dan observasi serta dicari penjelasannya melalui proses pemikiran untuk mendapat alasan dan argumentasinya.
       Jadi pemahaman fisika sebagai proses yaitu pemahaman mengenai bagaimana informasi ilmiah dalam fisika diperoleh, diuji, dan divalidasikan. Dari uraian di atas kiranya sanggup disimpulkan bahwa pemahaman fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang merupakan kiprah guru termasuk ke dalam bab mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses hendaknya berhasil berbagi keterampilan proses sains pada diri siswa.
       Melalui pendidikan fisika, kecerdikan berpikir siswa menjadi sistematis terarah dalam memandang alam lingkungannya, mengidentifikasi perkara yang ada serta pemecahannya (Suastra, 2006). Dalam pengajaran sains, aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan berguru mengajar. Ada tidaknya aspek proses di dalam pengajaran sains sangat tergantung pada guru. Teori-teori dalam buku-buku fisika seharusnya diajarkan dengan membawa persoalannya dalam bentuk yang kontekstual dan bersahabat dengan siswa. Kemudian siswa dibimbing melaksanakan banyak sekali acara melalui kegiatan penyelidikan. Hal ini menciptakan siswa akan lebih paham terhadap fenomena-fenomena sains melalui pengalaman sensoris mereka, dibandingkan dengan hanya menjadi pendengar di depan kelas.
       Indikator dari setiap keterampilan proses mencakup mengamati, mengklasifikasi, mengukur, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan penyelidikan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan kerampilan proses yaitu sebagai berikut.
a. Indikator mengamati (observasi)
1.    Menggunakan alat indera yang sesuai.
2.    Memberi klarifikasi apa yang diamati.
3.    Memilih bentuk pengamatan yang sesuai.
4.    Mencatat persamaan, perbedaan, keteraturan.
5.    Membandingkan hasil objek pengamatan.
6.    Membuat pengamatan dalam perioda tertentu.
7.    Mencatat kekecualian atau hal yg tak diharapkan.
8.    Menjelaskan suatu pola.
9.    Menemukenali (identifikasi berdasarkan pola tertentu).

b. Indikator mengklasifikasi/mengkatagori/seriasi
1.    Memberi urutan pada insiden yang terjadi.
2.    Mencari persamaan dan perbedaan.
3.    Menentukan kriteria pengelompokkan.
4.    Menempatkan pada kelompok tertentu berdasarkan kriteria.
5.    Memilih (memisahkan dengan jumlah kelompok tertentu).
6.    Mengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu yang ditemukan dalam pengamatan.
7.    Memisahkan dengan banyak sekali cara.

c. Indikator mengukur/melakukan pengukuran
1.    Memilih alat ukur yang sesuai.
2.    Memperkirakan dengan lebih tepat.
3.    Menggunakan alat ukur dengan ketepatan tertentu.
4.    Menemukan ketidakpastian pengukuran.

d. Indikator mengajukan pertanyaan
1.    Mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan.
2.    Mengidentifikasi pertanyaan yang sanggup dijawab dengan inovasi ilmiah.
3.    Mengubah pertanyaan menjadi bentuk yang sanggup dijawab dengan percobaan.
4.    Merumuskan pertanyaan berlatar belakang hipotesis (jawab sanggup dibuktikan).

e. Indikator merumuskan hipotesis:
1.    Merncoba menjelaskan pengamatan dalam terminologi konsep dan prinsip.
2.    Menyadari fakta bahwa terdapat beberapa kemungkinan untuk menjelaskan suatu gejala.
3.    Menggunakan klarifikasi untuk menciptakan prediksi dari sesuai yang sanggup diamati atau dibuktikan.

f. Indikator merencanakan penyelidikan/percobaan
1.    Merumuskan masalah.
2.    Menemukan dan mengenal variabel kontrol.
3.    Membandingkan variabel bebas dan variabel terikat.
4.    Merancang cara melaksanakan pengamatan untuk memecahkan masalah.
5.    Memilih alat dan materi yang sesuai.
6.    Menentukan langkah-langkah percobaan.
7.    Menentukan cara yang sempurna untuk mengumpulkan data.

g. Indikator menginterpretasi/menafsirkan informasi
1.    Menarik kesimpulan.
2.    Menggunakan kunci atau klasifikasi.
3.    Menyadari bahwa kesimpulan bersifat tentatif
4.    Menggeneralisasi.
5.    Membuat dan mencari pembenaran dari kesimpulan sementara.
6.    Membuat prediksi berdasarkan pola atau patokan tertentu.

h. Indikator berkomunikasi
1.    Mengikuti klarifikasi secara verbal.
2.    Menjelaskan kegiatan secara lisan, memakai diagram.
3.    Menggunakan tabel, grafik, model, dll, untuk menyajikan informasi.
4.    Memilih cara yang paling sempurna untuk menyajikan informasi.
5.    Menghargai adanya perbedaan dari audien, dan menentukan metoda yang tepat.
6.    Mendengarkan laporan, menanggapi dan memperlihatkan saran.
7.    Memberi derma saran pada kelompok diskusi.
8.    Menggunakan sumber tidak pribadi untuk memperoleh informasi.
9.    Menggunakan teknologi informasi yang tepat.

C. Fisika sebagai Sikap
Berdasarkan klarifikasi mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakikat fisika sebagai proses di atas, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan kegiatan-kegiatan kreatif menyerupai pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau percobaan, yang semuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang berasal dari pemikiran. Kaprikornus dengan pemikirannya orang bertindak dan bersikap sehingga pada alhasil sanggup melaksanakan kegiatan-kegiatan ilmiah itu.
       Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan rasa ingin tahu dan rasa ingin tau mereka yang besar dan diiringi dengan rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap itulah yang kemudian memaknai hakikat fisika sebagai sikap atau “a way of thinking”.
       Oleh para jago psikologi kognitif, pekerjaaan dan pemikian para ilmuwan IPA termasuk fisika di dalamnya, dipandang sebagai kegiatan kreatif lantaran ide-ide dan penjelasan-penjelasan dari suatu tanda-tanda alam disusun dalam pikiran. Oleh alasannya itu, pemikiran dan argumentasi para ilmuwan dalam bekerja menjadi rambu-rambu penting dalam kaitannya dengan hakikat fisika sebagai sikap.
Selama ini sepertinya pengajaran sains di sekolah lebih memberi penitikberatan pada sains sebagai produk dari pada sains sebagai proses dan sikap. Pendidikan sains yang relevan dengan hakikat sains membutuhkan suasana yang memungkinkan siswa terlibat pribadi dalam proses belajarnya sehingga dengan mempunyai sikap ilmiah dan sesudah melalui serangkaian proses pembelajaran, siswa sanggup hingga pada suatu kesimpulan yang ia bentuk sendiri.
Thoifuri (2007) menyatakan bahwa dalam mempelajari fisika tidak hanya bekerjasama dengan rumus-rumus, bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, tetapi fisika juga berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur secara kecerdikan sehingga fisika itu berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak. Sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan, maka fisika memerlukan simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang sanggup diberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut sanggup terbentuk bila sudah memahami konsep sebelumnya.
Ukuran keberhasilan siswa dalam berguru fisika berdasarkan Sappaile (2005), tidak hanya ditentukan oleh penguasaan fisika secara kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi juga perlu penguasaan pengetahuan perihal proses ilmiah, keterampilan individu, dan pengetahuan fisika secara konseptual.
Belajar dan pembelajaran fisika sanggup diklasifikasikan menjadi lima hal penting (Widodo: 2007), yaitu:
1.    Belajar telah mempunyai pengetahuan awal.
2.    Belajar merupakan proses pengkonstruksian suatu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki.
3.    Belajar yaitu perubahan konsepsi belajar.
4.    Proses pengkonstruksian pengetahuan berlangsung dalam suatu konteks sosial tertentu.
5.    Pelajar bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
            Berdasarkan uraian tersebut terperinci bahwa pembelajaran fisika lebih menekankan pada keterampilan proses sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori, dan sikap ilmiah di pihak siswa yang sanggup besar lengan berkuasa positif terhadap kualitas maupun produk pendidikan. Pembelajaran fisika selama ini lebih banyak menghafalkan rumus, fakta, prinsip, dan teori saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan taktik pembelajaran fisika yang sanggup melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka.

Sumber:
Sadia, I W., Suastra, I. W. & Tika, K. 2004. Laporan Penenlitian Pengembangan model dan taktik pembelajaran fisika di sekolah menengah umum (SMU) untuk memperbaiki miskonsepsi siswa. : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja.

Sappaile, B. I. 2005. Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No.056. Tahun ke-11. 668-692

Suastra, I W. 2006. Buku Ajar Belajar dan Pembelajaran Sains. Jurusan   Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Genesha.

Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Thoifuri. 2007. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: Rasail Media Group

Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jurnal pendidikan dan kebudayaan. 13(064). 91-105.


Sumber http://sagita-shelly.blogspot.com


EmoticonEmoticon