Jumat, 02 Maret 2018

Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan (Community Economics) Berbasis Potensi Lokal

Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi Lokal - Ekonomi kerakyatan sangat berbeda dari neoliberalisme. Neoliberalisme yakni sebuah sistem perekonomian yang dibangun dan dijalankan di atas tiga prinsip sebagai berikut:
  1. Tujuan utama ekonomi neoliberal yakni pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar;
  2. Kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan
  3. Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).
Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi Lokal  Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan (Community Economics) Berbasis Potensi Lokal
Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan (Community Economics) Berbasis Potensi Lokal

Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya prosedur pasar. Dalam perkembangannya, tugas negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk pembatalan subsidi;
  2. Liberalisasi sektor keuangan;
  3. Liberalisasi perdagangan; dan
  4. Pelaksanaan privatisasi BUMN (Stiglitz, 2002).
Sedangkan ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yakni sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan yakni sebagai berikut:
  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan;
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan
  3. Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut sanggup disaksikan betapa sangat besarnya tugas negara dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, tugas negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain mencakup lima hal sebagai berikut:
  1. Mengembangkan koperasi;
  2. Mengembangkan BUMN;
  3. Memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
  4. Memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak;
  5. Memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Mencermati perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme tersebut, tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan intinya yakni antitesis dari neoliberalisme. Sebab itu, neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan (Keynesianisme) dan ekonomi pasar sosial sebagai salah satu varian awal dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-Armack (Giersch (1961) tidak sanggup disamakan dengan ekonomi kerakyatan, lantaran keduanya yakni system ekonomi yang dibangun menurut prinsip persaingan bebas.

1. Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan yakni sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pengendalian anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 2008).

Ekonomi kerakyatan yakni tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan acara perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

Untuk memahami lebih lanjut sistem ekonomi kerakyatan dalam praktek, tidak perlu menempuh cara yang sulit, cukup datangilah dan bicaralah dengan para pelaku ekonomi rakyat, tidak perlu hingga jauh ke plosok kawasan yang sulit dijangkau, lihatlah di sekeliling kita. Apabila Anda bersedia untuk bersimpati dan berempati sedikit saja dengan usaha hidup mereka, maka bekerjsama tidak sulit untuk menemukan fakta-fakta penerapan asas-asas ekonomi kerakyatan ini dihampir segala cabang kegiatan ekonomi mirip di bidang pertanian, perikanan, industri dan kerajinan, dan bidang jasa. Sebaliknya selama kita selalu menganggap teramat sulit mempelajari kehidupan ekonomi rakyat, bahkan kita cenderung menganggap ekonomi rakyat itu tidak ada, atau dianggap system ekonomi yang illegal, maka argumentasi kita akan selalu berputar-putar dengan contoh teori ekonomi barat yang tidak cocok untuk Indonesia (Mubyarto,2003)

Praktik-praktik ekonomi Kerakyatan yang moralistik, demokratik, dan mandiri, sangat gampang ditemukan di lapangan tanpa upaya-upaya ekstra keras. Mereka, pelaku-pelaku ekonomi rakyat melaksanakannya dengan penuh kesadaran. Itulah Ekonomi Kerakyatan dalam aksi. Aplikasi Ekonomi Kerakyatan sesungguhnya menempel pada prilaku ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia di semua sektor ekonomi. Sebesar 99,9% Pelaku ekonomi di Indonesia yakni mereka sebagian besar rakyat yang masuk dalam skala usaha ikro, kecil dan menengah (pangsa pasar 20%), dan sisanya 0,1% pelaku ekonomi yakni usaha besar dan konglomerat (pangsa pasar 80%).

2. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan

  • Peranan vital negara (pemerintah)

Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara sanggup terlibat secara pribadi dalam penyelenggaraan banyak sekali kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya yakni untuk menjamin semoga kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan semoga tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.

  • Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan

Tidak benar kalau dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.

  • Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, prosedur pasar, dan kerjasama (kooperasi)

Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas prosedur pasar. Tetapi prosedur pasar bukan satu-satunya. Selain melalui prosedur pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui prosedur usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi sanggup diibaratkan mirip dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam prosedur alokasi sistem ekonomi kerakyatan.

  • Pemerataan penguasaan faktor produksi

Sejalan dengan amanat klarifikasi pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melaksanakan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.

  • Koperasi sebagai sokoguru perekonomian

Berdasrkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam mempunyai faktor-faktor produksi itulah antara lain yang mengakibatkan dinyatakannya koperasi sebagai berdiri perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.

  • Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan

Pada koperasi memang terdapat perbedaan fundamental yang membedakannya dengan bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya yakni pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, “Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama”. Karakter utama ekonomi kerakyatan intinya terletak pada dihilangkannya tabiat individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.

  • Kepemilikan saham oleh pekerja

Dengan diangkatnya kerakyatan sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya mempunyai kedudukan penting dalam memilih corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam memilih corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai berdiri usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola kepemilikan saham oleh pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pementingan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya sanggup dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.

3. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan

Tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan yakni untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka target pokok ekonomi kerakyatan mencakup lima hal berikut:
  • Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
  • Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan belum dewasa terlantar.
  • Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
  • Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
  • Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

4. Alasan Ekonomi Kerakyatan Perlu Dijadikan Strategi Pembangunan Ekonomi

Ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan taktik pembangunan ekonomi Indonesia (Mardi Yatmo Hutomo). Keempat alasan, dimaksud yakni :

a. Karakteristik Indonesia

Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, menjiplak konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya menawarkan hasil yang berbeda. Pengalaman Indonesia yang mengandalkan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua hingga tiga dasawarsa memang berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup tinggi dan menawarkan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat. Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle, lantaran tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup mantap selama tiga dasawarsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.

Fakta ini memperlihatkan kepada kepada kita, bahwa konsep dan taktik pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar – Rostow – David Romer – Solow, dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsi-asumsi tertentu, yang tidak semua negara mempunyai syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat, stabil dan berkeadilan, tidak sanggup memakai teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep pembangunan ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat, tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif kita.

b. Tuntutan Konstitusi

Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya dibangun, belum cukup terperinci sehingga tidak gampang untuk dijabarkan bahkan sanggup diinterpretasikan majemuk (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis bekerjsama makna atau ruhnya cukup jelas. Ruh tata ekonomi usaha bersama yang berasas kekeluargaan yakni tata ekonomi yang menawarkan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun yakni bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi yakni tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk mempunyai aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional yakni tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor private. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam klarifikasi pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.

c. Fakta Empirik

Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap valas, ternyata tidak hingga melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa akhir krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak sanggup dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun, pengangguran meningkat, yakni benar. Tetapi itu semua ternyata tidak berdampak serius terhadap perekonomian rakyat penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.

Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya tidak memakai materi impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti. Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata ekonomi Indonesia bisa tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua menerangkan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi dilakukan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.

d. Kegagalan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama ini, dilihat dari aspek makro ekonomi memang memperlihatkan hasil-hasil yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen pertahun. Pendapatan perkapitan meningkat cukup tajam, volume dan nilai eksport non migas juga meningkat. Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin jumlahnya tetap banyak, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar kawasan makin lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga meningkat. Terjadi paradok ekonomi.

Walaupun banyak sekali jadwal penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, jadwal pemerataan telah kita jalankan, tetapi ternyata semuanya tidak bisa memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh lantaran itu, yang kita butuhkan ketika ini bekerjsama bukan hanya jadwal penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan kembali taktik pembangunan ekonomi yang cocok untuk Indonesia. Kalau taktik pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka bekerjsama semua jadwal pembangunan yakni sekaligus menjadi jadwal penanggulangan kemiskinan.

5. Contoh Upaya-Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan

  • Alokasi Anggaran untuk Panjaminan Kredit untuk Usaha Rakyat

Yang dibutuhkan oleh usaha rakyat bekerjsama bukan subsidi bunga dan bukan dana block grant, tetapi susukan untuk mendapat pinjaman ke forum keuangan. Dengan demikian, intervensi yang dibutuhkan dari pemerintah yakni adanya penjaminan kredit untuk UKM.

Mengapa perlu penjaminan, lantaran bank yakni risk aversion sehingga tidak berminat menawarkan kredit kepada UKM yang memang mempunyai default risk tinggi. Tidak efektifnya kebijakan credit rationing dengan mewajibkan bank umum menyalurkan 25 persen kredit kepada UKM dengan subsidi bunga dari pemerintah, yakni argumentasi yang cukup berpengaruh perihal perlunya penjaminan pemerintah untuk kredit UKM.

Strategi ini, selain tidak akan membebani anggaran belanja pemerintah yang terlalu besar, juga cuilan dari pembelajaran bagi UKM untuk terbiasa bekerjasama dengan forum keuangan formal dan pembelajaran bagi UKM untuk sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan efisien.

  • Kebijakan Perpajakan

Untuk mendorong UKM bergabung pada koperasi (baik di sektor pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, industri), maka UKM yang bergabung diberi dispensasi pajak. Demikian pula kepada perusahaan apapun yang bersedia menjual sahamnya kepada pegawainya, diberi dispensasi pajak.

  • Kebijakan Pertanahan

Lahan dalam perekonomian merupakan faktor modal yang penting. Meningkatnya jumlah petani landless dalam 3 dekade terakhir, dan hilangnya spesifikasi pemilikan komunal atas sumber daya hutan, merupakan bahaya serius dalam membangun ekonomi kerakyatan. Oleh lantaran itu, pinjaman bagi masyarakat sopan santun atas tanah ulayat, pinjaman petani melalui sertifikasi tanah, perlu dilakukan. Kebijakan pemerintah yang memberi fasilitas bagi masyarakat sopan santun untuk memperoleh hak pemilikan atas tanah ulayat, akan membantu penguatan ekonomi rakyat.

Perusahaan Hutan Rakyat (bukan HPH tetapi mirip HPH hanya pemilikan sahamnya yakni oleh masyarakat sopan santun setempat), akan sanggup dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat. Demikian juga Perusahaan Perkebunan Rakyat (bukan Perkebunan Inti Rakyat, tetapi mirip PIR hanya pemilikan sahamnya oleh masyarakat sopan santun setempat), akan sanggup dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat.

  • Kebijakan Upah

Dari model ekonomi income masyarakat, salah satu sumber pendapatan masyarakat yakni dari upah dan gaji. Rendah tingginya upah dan honor yang diterima, tergantung dari tingkat upah perjam/bulan, usang jam kerja, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja. Tinggi rendahnya tingkat upah dan honor ditentukan oleh kualitas tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja bukan hanya ditentukan oleh tingat pendidikan, tetapi juga perilaku mental (etos kerja, profesionalitas, dan kedisiplinan). Lama jam kerja dan jumlah anggota keluarga yang bekerja ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja.

Kebijakan penetapan batas Upah Minimum Regional (UMR), mirip yang selama ini dipakai pemerintah dalam melindungi kaum pekerja, bekerjsama tidak memecahkan permasalahan ketenagakerjaan. Intervensi pemerintah secara pribadi dalam memilih upah dan honor pekerja, justru menjadikan permasalahan gres yang lebih serius, mirip pengangguran dan permasalahan sektor informal. Perbaikan honor dan upah, seharusnya diserahkan melalui prosedur pasar tenaga kerja.

Oleh lantaran itu, dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan dari sisi ketenagakerjaan, harus ada kebijakan baik disisi demand maupun di sisi supply. Di sisi supply, intervensi yang dibutuhkan dari pemerintah yakni peningkatan kualitas tenaga kerja. Sedang di sisi demand, intervensi yang dibutuhkan dari pemerintah yakni ekspansi lapangan kerja. Perluasan lapangan kerja sanggup dilakukan melalui instrumen kebijakan fiskal dan moneter, penumbuh kembangkan usaha-usaha ekonomi produktif, dan industrialisasi di perdesaan. Untuk meningkatkan upah pekerja, jalan yang kondusif untuk ditempuh yakni melalui stimulus penciptaan lapangan kerja. Meluasnya lapangan kerja akan menggeser kurve permintaan, sehingga tingkat upah akan meningkat. Stimulan untuk membuat lapangan kerja sanggup ditempuh melalui peningkatan investasi. Peningkatan investasi tidak harus menurunkan suku bunga bank, tetapi memperluas susukan unit produksi rakyat untuk memperoleh pinjaman di forum keuangan bank.

  • Pertanian

Pengadaan sarana produksi pertanian dalam jumlah sedikit akan meningkatkan harga perunit sarana produksi, dan jadinya biaya produksi per unit produk menjadi tinggi. Dengan produksi kecil dan laba kecil, akan menjadi hambatan untuk terjadinya akumulasi kapital di setiap unit produksi. Akibatnya hampir tidak pernah terjadi investasi gres di sektor ini, baik dalam bentuk pengadaan alat-alat mekanisasi pertanian, maupun ekspansi lahan.

Dengan skala usaha kecil-kecil dengan jumlah jutaan dan tidak ada keterkaitan antara satu dengan yang lain, mengakibatkan posisi tawar mereka baik di pasar input maupun di pasar output, sangat lemah. Di pasar input mereka berhadapan dengan monopoli, sedang di pasar output mereka menghadapi monopsoni. Oleh lantaran itu, jalan keluar yang relatif baik yakni melalui merger antarunit usaha pertanian atau coorporate farming. Melalui coorporate farming (CF), produksi pertanian dilakukan melalui unit-unit perusahaan pertanian yang saham seluruhnya dimiliki oleh petani yang bersangkutan. Model CF tidak saja diterapkan untuk pertanian tumbuhan pangan, tetapi juga untuk perkebunan.

  • Perdagangan

Struktur usaha di sektor perdagangan, mirip kita ketahui bersama, terdiri dari unsur distributor, retail besar, dan retail kecil. Perusahaan distributor pada umumnya dimiliki atau merupakan anak perusahaan dari produsen atau dimiliki oleh perusahaan terbatas yang pemilik bukan produsen tetapi sebagian sahamnya dimiliki oleh produsen. Pemilikan saham di distributor dan retail besar, pada umumnya hanya oleh sebagian kecil orang.

Dalam rangka penguatan ekonomi kerayatan, struktur pemilikan saham di distributor dan retail besar, perlu dilakukan peninjauan kembali. Intinya adalah, sebanyak-banyaknya warga negara harus mempunyai saham di sektor perdagangan. Bentuknya adalah, retail-retail kecil harus membentuk koperasi. Melalui koperasi ini, retail-retail kecil mempunyai saham di retail besar dan di peerusahaan distributor.

  • Kehutanan dan Pertambangan

Selama ini konsep bahwa “bumi air dan segala isinya dikuasai negara dan dipakai sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, dipahami kekayaan alam, khususnya kekayaan hutan dan materi galian dikuasai negara, kemudian oleh pemerintah sebagai wakil negara mengkonsesikan kepada pihak swasta (misalnya dalam bentuk HPH, kontrak karya), kemudian penerimaan bagi hasil dan pajak atas eksploitasi sumber daya alam tersebut dibagi dua, sebagian diberikan kepada pemerintah kawasan dan sebagian lagi untuk pemerintah pusat.

Bagian kawasan tersebut selanjutnya untuk membiayai pembangunan di wilayahnya dan bagi sentra dibagikan kepada kawasan bukan penghasil dan atau dipakai sentra untuk untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh lantaran itu, tidak mengherankan kalau penduduk dimana sumber daya alam itu berada, kadang kala tidak mencicipi manfaat atas eksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan. Bahkan penduduk lokal harus menanggung biaya eksternalitas disekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan eksploitasi dimaksud.

Pengakuan atas pemilikan komunal terhadap sumber daya alam yang selanjutnya melibatkan masyarakat lokal dalam eksploitasi, merupakan pilihan kebijakan yang cukup baik bila ditinjau dari aspek politik, aspek ekonomi, dan aspek keberlanjutan. Melalui ratifikasi hak kepemilikan komunal, masyarakat bersama pemerintah secara bahu-membahu dapat:
  1. Mengkonsesikan sepenuhnya kepada pihak investor dengan pemilikan saham bersama antara pemerintah, masyaakat lokal, dan investor,
  2. Melakukan kolaborasi dengan pihak investor dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO), atau
  3. Bersama pemerintah membentuk perusahaan yang akan mengeksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan.

6. Agenda Pokok Ekonomi Kerakyatan

Berkaitan dengan uraian diatas, semoga sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah jadwal faktual ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima jadwal pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima jadwal tersebut merupakan inti dari politik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk (entry point) bagi terselenggarakannya sistem ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang.
  • Menciptakan sistem politik yang pro rakyat;
  • Peningkatan disiplin anggaran dengan memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya;
  • Menciptakan persaingan yang berkeadilan (fair competition);
  • Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah kawasan dan pro rakyat;
  • Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap;
  • Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “sesungguhnya” dalam banyak sekali bidang usaha dan kegiatan.

Referensi :

  1. Lipsey,Richard G., et al, Economics, 9th ed.Singapore:Harper Collins,1990
  2. Putong.Iskandar, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro:Ghalia Indonesia, 2003
  3. giletules.blogspot.com/search?q=sistem-ekonomi-kerakyatan-community
  4. giletules.blogspot.com/search?q=sistem-ekonomi-kerakyatan-community
  5. giletules.blogspot.com/search?q=sistem-ekonomi-kerakyatan-community
  6. Rahardja,Prathama, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Universitas Indonesia, 1999
  7. Salvatore,Dominic,Teori Mikro Ekonomi, Erlangga, 1992
  8. Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Ekonomi, Rajawali Pers, 2002
  9. Sukirno, Sadono, Makro Ekonomi Teori Pengantar , Rajawali Pers, 1994

Sumber http://artonang.blogspot.com


EmoticonEmoticon