Kamis, 19 April 2018

Kebudayaan Islam

 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam sudah mulai berkembang lagi semenjak kurun ke-7 dan berkembang secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya secara otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam yaitu hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya insan yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai budi insan untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal,budi,rasa,dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat supaya tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing insan dalam berbagi budi budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Konsep Kebudayaan dalam Islam?
b.      Prinsip – prinsip kebudayaan dalam islam?
c.       Bagaimana Sejarah Intelektual dalam Islam?
d.      Budaya  yang boleh dan dihentikan dalam islam ?
e.       Bagaimana Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam?
C.    Tujuan
Yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk menambah wawasan bagi pembaca ihwal Sistem Kebudayaan  Islam.
2.      Untuk membimbing insan dalam berbagi Sistem Kebudayaan Islam.      
3.      Dan sebagai komplemen kiprah mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI).


PEMBAHASAN

SISTEM KEBUDAYAAN ISLAM

A.    Konsep Kebudayaan dalam Islam
Dari segi etimologis, kata kebudayaan yaitu kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang berarti intelek (pengertian). Kata buddhi bermetamorfosis budaya yang berarti “yang diketahui atau budi pikiran”. Budaya berarti pula pikiran, budi budi, kebudayaan, yang mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, beradab, maju (Poerwadarminta,1982:157).
Dari pengertian budaya di atas, sanggup diutarakan dengan bahasa lain bahwa kebudayaan merupakan citra dari taraf berpikir manusia. Tinggi-rendahnya taraf berpikir insan akan terlihat pada hasil budayanya. Kebudayaan merupakan cetusan isi hati suatu bangsa, golongan, atau individu. Tinggi-rendahnya, kasar-halusnya pribadi manusia, golongan, atau ras, akan terlihat pada kebudayaan yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya. Maka sanggup juga dikatakan bahwa kebudayaan merupakan orientasi dan teladan pikir manusia, golongan, atau bangsa. Kebudayaan merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang lingkupnya. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang timbulnya suatu kebudayaan itu sendiri. Dawson (1993:57) menawarkan empat faktor yang menjadi alasan pokok yang memilih corak suatu kebudayaan, yaitu faktor geografis, keturunan atau bangsa, kejiwaan, dan ekonomi.
Dalam Islam , memang tidak ada suatu rumusan yang kongkret mengenai suatu kebudayaan. Berkaitan dengan duduk kasus kebudayaan. Islam memberi kerangka asas atau prinsip yang bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata lain, Islam hanya menawarkan konsep dasar yang dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman pendukungnya.Dalam keadaan atau waktu yang berbeda, esensinya diwujudkan oleh aksidensi yang sangat ditentukan oleh aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh filsafat.
Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan budaya lain, diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam yaitu yang ditegakkan atas dasar aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni, diletakkan pada pilar-pilar watak mulia, dijiwai oleh semangat ilmu (Zainal, 1993:60).
Dari paparan di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa kebudyaan Islam sanggup dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya, karsa, dan rasa insan yang bernafaskan wahyu ilahi dan sunnah Rasul. Yakni suatu kebudayaan watak karimah yang muncul sebagai implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana keduanya merupakan sumber aliran agama Islam, sumber norma dan sumber aturan Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian kebudayaan Islam sanggup dipilah menjadi tiga unsur prinsipil, yaitu kebudayaan Islam sebagai hasil cipta karya orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada aliran Islam, dan merupakan pencerminan dari aliran Islam.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak sanggup terpisah satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, sebagus apapun kebudayaannya, jikalau itu bukan merupakan produk kaum Mslimin tidak sanggup dikatakan dan diklaim sebagai budaya Islam. Demikian pula sebaliknya, meskipun budaya tersebut merupakan produk orang-orang Islam, tetapi substansinya sama sekali tidak mencerminkan norma-norma aliran Islam. Dengan kata lain, Al-Faruqi (2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam yaitu “Kebudayaan Al-Qur’an“, alasannya yaitu semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW pada kurun ketujuh. Tanpa wahyu kebudayaan Islami Islam, filsafat Islam, aturan Islam, masyarakat Islam maupun organisasi politik atau ekonomi Islam.
B.     Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam
Islam, tiba untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah tiba untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan supaya umat insan ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, tolong-menolong telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam klarifikasi Undang-Undang Dasar pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan gres dari kebudayaan gila yang sanggup memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.

Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Ø  Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. menyerupai ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga perempuan biasanya, memilih jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Ø  Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, Contoh yang paling jelas, yaitu tradisi Jahiliyah yang melaksanakan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan aliran Islam , menyerupai lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ø  Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
C.    Sejarah Intelektual dalam Islam
Ada banyak faktor penyebab proses pertumbuhan peradaban Islam. Namun secara garis besar sanggup dibagi menjadi dua faktor penyebab tumbuh berkembangnya peradaban Islam, hingga mencapai lingkup mondial, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau aliran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama. Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma aliran Islam menjiwai dalam setiap kehidupannya.
Tonggak-tonggak sejarah peradaban Islam, tak pernah lepas dari sejarah intelektual Islam. Untuk memahami dengan baik perkembangan tersebut, idealnya diharapkan pemahaman yang memadai ihwal periodisasi sejarah perkembangan Islam. Dengan memakai teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam sanggup dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu: masa klasik antara 650-1250 M, masa pertengahan antara tahun 1250-1800 M, dan masa modern antara tahun 1800 hingga sekarang.
Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof muslim pertama,Al-Kindi 801 M. Diantara pemikirannya, ia beropini bahwa kaum Muslimin mendapatkan filsafat sebagai pecahan dari kebudayaan Islam. Selain, Al-Kindi, pada kurun itu lahir pula filosof besar seperti: Al-Razi (865 M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem filsafat. Pada kurun berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M. Pemikirannya yang populer ihwal pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun 1037 M, Ibn Bajjah tahun 1138 M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun 1126 M.
Masa pertengahan dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa kini, merupakan fase kemunduran alasannya yaitu filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan budi dipertentangkan dengan wahyu, kepercayaan dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih ada hingga sekarang. Sebagai pemikir muslim kontemporer sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang pertama yang menjauhkan filsafat dari agama. Sebagaimana tertuang dalam tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan Al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan goresan pena Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas kerancuan).
D.    Budaya yang Boleh dan Tidak Boleh dalam Islam
Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai tipikal yang spesifik bila dibandingkan dengan aliran Islam di banyak sekali negara Muslim lainnya. Menurut banyak studi, Islam di Indonesia yaitu Islam yang akomodaatif dan cenderung lentur dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi yang berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang sedang terjadi pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon mempunyai aksara yang khas, terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah terjadi obrolan dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai sebagai Islam yang berbau kebudayaan Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang menghargai pluralitas, Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur Tengah, bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.


Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam kenyataannya Islam sanggup tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya dan pada waktu yang sama sangat besar lengan berkuasa di bumi Indonesia yang sebelumnya diwarnai animisme dan dinamisme, serta agama besar menyerupai Hindu dan Budha. Dengan demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia yaitu wajah Islam yang khas Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan al-Sunnah.
Oleh alasannya yaitu itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil obrolan dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simple, walaupun sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Islam Indonesia bergelut dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi, kebudayaan likal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman sampaumur ini.
Tulisan ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut diatas dalam memandang event peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam realitanya memang terdapat banyak sekali tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim menyerupai Indonesia, Malasyia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya yang menjadikan “kontroversi” dari perspektif aturan ihwal boleh atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk mengamalkannya. Di Antara tradisi yang menjadikan kontroversi itu Antara lain melaksanakan kegiatan-kegiatan menyerupai peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan Muharram, dan lain-lain.
Oleh alasannya yaitu kontroversi-kontroversi yang menyelimuti peringatan-peringatan tersebut, maka goresan pena ini berupaya menjelaskan posisi peringatan Maulid Nabi Saw, perspektif aturan Islam, akan tetapi tidak bersifat tunggal, namun menawarkan horizon pilihan yang memungkinkan kita untuk bersikap cendekia dan bijaksana terhadap pihak yang berbeda pahamnya.
Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan insan yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh alasannya yaitu itu, Rasulullah Saw tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab (pada masa itu) yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-budaya yang mengandung unsur syirik, menyerupai pemujaan terhadap leluhur dan nenek moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.


Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, silahkan melakukannya. Namun jikalau bertengan dengan aliran Islam, menyerupai memamerkan aurat pada sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau mempunyai asal-usul ritual syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain Allah, maka budaya menyerupai itu hukumnya haram.
E.     Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid mempunyai fungsi yang sangat vital dan secara umum dikuasai bagi kaum Muslimin, di antaranya:
1.      Mesjid pada umumnya dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, menyerupai sholat.
2.      Sebagai “prasasti” atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika sampaumur ini bendera sebagai simbol sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu jikalau berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun sebuah masjid sebagai menunjukan bahwa wilayah tersebut menjadi pecahan dari “Negara Islam” (Shini,T.T:158)
3.      Masjid merupakan sumber komunikasi dan isu antar warga masyarakat Islam.
4.      Di zaman Nabi SAW masjid sebagai sentra peradaban
5.      Sebagai simbol persatuan umat Islam.
6.      Sebagai sentra gerakan.
7.      Di Masjid kaum tua-muda Muslim mengabdikan hidup untuk mencar ilmu ilmu-ilmu Islam, mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist , kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah, astronomi, geografi, tata bahasa, dan sastra arab.
F.     Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal dari jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara tenang telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi politik yang tengah terjadi dikala itu.
Dalam pandangan Nurcholis Majid (1988:70) bahwa daya tarik Islam yang pertama dan utama yaitu besifat psikologis, Islam yang secara radikal bersifat egaliter dan mempunyai semangat keilmuan merupakan konsep revolusioner yang sangat memikat dalam membebaskan orang-orang lemah (mustadh’afin) dari belenggu hidupnya.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan aliran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas aliran Islam dengan bahasa budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Kebudayaan yang Islami yaitu hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya insan yang tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Hasil olah yang universal berkembang menjadi sebuah peradaban. Dalam perkembangannya, perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat supaya tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan diri insan sendiri. Di sinilah, agama berfungsi untuk membimbing insan dalam berbagi budi budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab.
2.      Pada masa klasik hidup ulama mahzab dan filosuf-filosuf besar dan agung.
3.      Masjid selain sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai salah satu simbol bagi Islam, tempat sentra komunikasi dan informasi, tempat mencar ilmu ihwal aliran Islam.
4.      Nilai Islam yang beraroma Negara Arab secara tidak pribadi masuk meresap ke dalam budaya Indonesia, menyerupai ejaan, kebiasaan, dsb.
B.     Saran
1.      Semoga makalah ini sanggup menjadi tumpuan bagi semua pihak untuk sanggup lebih    berbagi Sistem Kebudayaan Islam di Indonesia dan sanggup pula mengerti dan paham ihwal konsep kebudayaan islam di indonesia.
2.      Penulisan makalah ini tidak lepas dari yang namanya konsep dan sebuah rujukan yang dijadikan materi penulisan makalah. Untuk itu kami mohon kepada Bapak pembimbing mata kuliyah pendidikan agama islam (PAI) supaya mengajarkan kepada para pelajar khususnya bagi mahasiswa supaya tidak melanggar dari norma-norma agama yang sudah ditetapkan, alasannya yaitu selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Dosen PAI UNM.2006.Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju Pengembangan Kepribadian Insan Kamil.Malang:Hilal Pustaka
2. Tim Dosen PAI UB.2006.Buku Daras Pendidikan Agama Islam.Malang:PPA UB
3. Gazalba,Sidi.1975.Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta:Pustaka Antara
Sumber http://makalahtugasmu.blogspot.com


EmoticonEmoticon