Konsep esensial ilmu geografi meliputi konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, pola, deferensiasi areal, interaksi, dan keterkaitan keruangan.
1. Konsep Lokasi
Konsep lokasi menjadi ciri khusus ilmu pengetahuan geografi. Secara pokok, konsep lokasi dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
a. Lokasi Absolut
Lokasi ini menawarkan letak yang tetap terhadap sistem grid atau koordinat. Untuk memilih lokasi ini, harus memakai letak secara astronomis, yaitu menurut garis lintang dan garis bujur. Letak adikara bersifat tetap dan tidak berubah. Contohnya yakni suatu titik berlokasi pada 3 °LS dan 130 °BT terdapat di Papua. Selama standar penghitungan astronomis masih digunakan, maka titik lokasi tersebut tidak akan berubah.
b. Lokasi Relatif
Lokasi relatif sering disebut dengan letak geografis. Lokasi relatif sifatnya berubah-ubah dan sangat berkaitan dengan keadaan sekitarnya. Contohnya yakni suatu daerah yang terpencil dan sangat jarang penduduknya, tetapi sesudah bertahun-tahun ternyata di daerah itu kaya akan tambang, sehingga mengakibatkan daerah tersebut menjadi ramai penduduk.
Contoh lokasi relatif yakni daerah pertambangan yang mula-mula sepi menjadi ramai. |
2. Konsep Jarak
Jarak berkaitan dekat dengan lokasi, dan dinyatakan dengan ukuran jarak lurus di udara yang gampang diukur pada peta. Jarak sanggup juga dinyatakan sebagai jarak tempuh, baik yang berkaitan dengan waktu perjalanan yang diharapkan maupun dengan satuan biaya angkutan. Jarak sebagai pemisah antara dua tempat sanggup berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Jarak pada hakikatnya yakni pemisah antarwilayah atau tempat, tetapi pengertian pemisah kini ini berubah sejalan dengan kemajuan-kemajuan antara lain di bidang teknologi (khususnya sarana transportasi) dan komunikasi.
Dengan aneka macam teknologi transportasi (pesawat terbang dan kereta api express) dan teknologi komunikasi mutakhir (telepon seluler, mesin faksimili, dan internet) orang sanggup dengan gampang dan cepat dalam bekerjasama dengan orang lain, sehingga remaja ini jarak bukan merupakan suatu faktor pemisah atau penghambat dalam kehidupan manusia.
3. Konsep Keterjangkauan
Keterjangkauan tidak selalu bekerjasama dengan jarak. Keterjangkauan lebih bekerjasama dengan kondisi medan yang berkaitan dengan sarana angkutan dan transportasi yang digunakan. Suatu tempat yang tidak mempunyai jaringan transportasi dan komunikasi yang memadai maka sanggup dikatakan daerah tersebut terisolasi atau terpencil. Ada beberapa penyebab suatu daerah mempunyai aksesibilitas atau keterjangkauan yang rendah, di antaranya kondisi topografi daerah tersebut yang bergunung, berhutan lebat, rawa-rawa, atau berupa gurun pasir.
Keterjangkauan atau aksesibilitas suatu daerah yang masih rendah lama-kelamaan akan menjelma lebih baik seiring dengan perkembangan kemajuan perekonomian dan teknologi. Sebagai rujukan kondisi fisik di wilayah Pulau Jawa yang relatif datar mempunyai aksesibilitas yang tinggi, dibandingkan dengan Pulau Irian (Papua) yang aksesibilitasnya rendah alasannya daerahnya berupa pegunungan dengan lerengnya yang terjal.
4. Konsep Morfologi
Morfologi merupakan perwujudan bentuk daratan muka bumi sebagai hasil pengangkatan atau penurunan wilayah menyerupai pengikisan dan pengendapan atau sedimentasi. Melihat insiden tersebut ada wilayah yang berbentuk pulau, pegunungan, dataran, lereng, lembah, dan dataran aluvial. Morfologi dataran yakni perwujudan wilayah yang biasanya dipakai insan sebagai tempat bermukim, untuk perjuangan pertanian, dan perekonomian. Pada umumnya, penduduk terpusat pada daerah-daerah lembah sungai besar dan tanah datar yang subur. Wilayah pegunungan dengan lereng terjal sangat jarang dipakai sebagai permukiman.
5. Konsep Aglomerasi
Aglomerasi atau pemusatan yakni kecenderungan persebaran penduduk yang bersifat mengelompok pada suatu wilayah yang relatif sempit dan bersifat menguntungkan, alasannya kesamaan tanda-tanda ataupun faktor-faktor umum yang menguntungkan. Penduduk di perkotaan cenderung tinggal secara mengelompok pada tingkat sosial yang sejenis menyerupai permukiman elit atau mewah, permukiman khusus pedagang, kompleks perumahan pegawai negeri, atau permukiman kumuh. Di daerah pedesaan, pada umumnya penduduk mengelompok di daerah dataran yang subur.
Salah satu laba yang didapat dengan adanya aglomerasi (pemusatan) penduduk dengan tingkat kepadatan yang tinggi yakni dimungkinkannya suatu sistem ekonomi yang memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai daerah pemasaran atau pelayanan, namun meliputi wilayah yang sempit. Dari sini dimungkinkan suatu efisiensi yang tinggi dalam produksi pengangkutan barang maupun pengadaan sarana pelayanan umum.
6. Konsep Nilai Kegunaan
Nilai kegunaan suatu fenomena di muka bumi bersifat relatif, artinya nilai kegunaan itu tidak sama, tergantung dari kebutuhan penduduk yang bersangkutan. Misalnya, penduduk yang tinggal di daerah pegunungan, mereka menganggap daerah pegunungan tidak mempunyai nilai kegunaan alasannya mereka berorientasi pada sumber-sumber pertanian di daerah dataran subur di pecahan bawah (kaki gunung). Sebaliknya, penduduk kota menganggap pegunungan mempunyai nilai kegunaan yang tinggi untuk rekreasi, alasannya suasana alami pegunungan sanggup menghilangkan penat akan hiruk-pikuk suasana perkotaan.
7. Konsep Pola
Geografi mempelajari pola-pola, bentuk, dan persebaran fenomena di permukaan bumi. Geografi juga berusaha memahami makna dari pola-pola tersebut serta berusaha untuk memanfaatkannya. Pola berkaitan dengan susunan, bentuk, dan persebaran fenomena dalam ruang muka bumi. Fenomena yang dipelajari yakni fenomena alami dan fenomena sosial. Fenomena alami menyerupai pemikiran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah, dan curah hujan. Fenomena sosial misalnya, persebaran penduduk, mata pencaharian, permukiman, dan lain-lain.
Contoh Penerapan konsep pola di daerah perkotaan yaitu, insan membangun daerah permukiman dengan pola sedemikain rupa biar memudahkan masyarakat mencapai tempat kerja, sekolah, pasar, sehingga gampang membuat kehidupan sehari-hari yang nyaman dan sejahtera.
8. Konsep Deferensiasi Areal
Wilayah pada hakikatnya yakni suatu perpaduan antara aneka macam unsur, baik unsur lingkungan alam ataupun kehidupan. Hasil perpaduan ini akan menghasilkan ciri khas bagi suatu wilayah (region). Misalnya, wilayah pedesaan dengan corak khas area persawahan sangat berbeda dengan wilayah perkotaan yang terdiri atas area permukiman, pusat-pusat perdagangan dan terkonsentrasinya aneka macam utilitas kehidupan.
Wilayah pedesaan dan perkotaan ini secara bahu-membahu dan terus-menerus mengalami perubahan dari waktu ke waktu (bersifat dinamis). Deferensiasai areal juga berakibat terjadinya interaksi penduduk antarwilayah, contohnya mobilisasi penduduk (transmigrasi, urbanisasi, imigrasi dan emigrasi), dan pertukaran barang dan jasa.
9. Konsep Interaksi/ Interdependensi
Interaksi yakni aktivitas saling memengaruhi daya, objek, atau tempat yang satu dengan tempat lainnya. Setiap tempat menyebarkan potensi sumber daya alamnya dan kebutuhan yang tidak selalu sama dengan tempat lain. Perbedaan tersebut menjadikan terjadinya interaksi dan interdependensi antarwilayah. Interaksi antara daerah pedesaan dan perkotaan sangat penting peranannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup di antara keduanya. Bentuk interaksi tersebut contohnya proses pengangkutan hasil pertanian dari desa ke kota, dan proses pengangkutan mesin pertanian dari kota ke desa. Interaksi juga terjadi antara kota yang satu dengan kota yang lain baik dalam bentuk pertukaran barang dan jasa, maupun perpindahan penduduk. Interaksi keruangan terjadi antara unsur atau fenomena setempat dengan fenomena alam ataupun kehidupan.
10. Konsep Keterkaitan Keruangan
Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan yakni derajat keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena lain di suatu tempat atau ruang. Fenomena yang dimaksud yakni fenomena alam dan fenomena kehidupan sosial. Contohnya yakni keterkaitan antara tingkat pengikisan dengan kesuburan tanah. Semakin besar tingkat pengikisan maka kesuburan tanah semakin berkurang.
Sumber http://sainsmini.blogspot.com
EmoticonEmoticon