Sabtu, 21 April 2018

Ragam & Nilai Kebudayaan Indonesia

 PENDAHULUAN


1.1              LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemajemukan tersebut terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa. Selain beragam, bangsa Indonesia mempunyai beberapa persamaan, antara lain keramah tamahan, gotong-royong, dan kehidupan sosial yang berlandaskan kekeluargaan.
Untuk mencapai kesatuan dan kebaikan bangsa Indonesia yang mempunyai bermacam-macam perbedaan, salah satunya yakni keberagaman kebudayaan tentu bukanlah sustu masalah yang mudah. Tokoh-tokoh nasional, dalam usahanya untuk kesejahteraan, persatuan dan kesatuan bangsa telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai dasar hukum, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan untuk bangsa Indonesia.
Adapun definisi umum wacana kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai hasil perjuangan budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Tiga kata terakhir ini “rakyat Indonesia seluruhnya” terang menyatakan bahwa kebudayaan salah satu suku bangsa belum  sanggup di katakan kebudayaan nasional.
Perkembangan budaya Indonesia telah dimulai semenjak nenek moyang kita. Namun, beberapa tahun kebelakangan ini kebudayaan di Indonesia berada dalam masa yang mengecewakan dimana banyak budaya kita yang mulai luntur dan bahkan hampir lepas dari genggaman kita.
Itulah yang membuat kita ingin mengajak bangsa kita ini untuk lebih memperhatikan budaya-budaya yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita, dengan bantu-membantu menganalisis keberagaman kebudayaan di nusantara ini. Agar natinya kebudayaan yang sudah ada semenjak dahulu hingga kini yang sudah di wariskan oleh nenek moyang kita tidak hilang dari Negara kita, sehingga keturunan dari Negara kita kelak masih bisa melihat aneka macam macam kebudayaan yang kini kita miliki.


1.2              RUMUSAN MASALAH
1.         Apa saja ragam budaya nusantara?
2.         Apa yang di maksud dengan nilai-nilai budaya nusantara?
3.         Bagaimana peranan nilai-nilai kebudayaan nusantara di masyarakat?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1              PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Budaya yakni suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan pecahan tak terpisahkan dari diri insan sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.Budaya yakni suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan sikap komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya yakni suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu gambaran yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam aneka macam budaya mirip “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai sikap yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang sanggup dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan acara seseorang dan memungkinkannya meramalkan sikap orang lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu yakni Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, perhiasan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan yakni sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari aneka macam definisi tersebut, sanggup diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yakni sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan yakni benda-benda yang diciptakan oleh insan sebagai makhluk yang berbudaya, berupa sikap dan benda-benda yang bersifat nyata, contohnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu insan dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
                                                                                                                       
2.2              NILAI-NILAI BUDAYA
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang sanggup dibedakan satu dan lainnya sebagai contoh prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai contoh pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :

    Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
    Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akhir slogan, moto tersebut
    Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka contoh dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

PEMBAHASAN


3.1       RAGAM BUDAYA NUSANTARA
Kita sering besar hati bahwa 210 juta orang Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara kita ini memperlihatkan suatu keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan bahasa, kita besar hati akan slogan yang melambangkan aneka warna bangsa kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika  yang artinya berbeda-beda tetapi satu juga, diambil dari Kakawin /Sutasomo karangan Mpu Tantular. Makna harfianya: Berbeda itu, satu itu.
Walaupun di satu pihak kita besar hati akan sifat aneka warna masalah yang timbul lantaran sifat itu. Masalah yang paling besar yang bersangkut-pangkut dengan sifat tersebut yakni masalah kebudayaan nasional Indonesia. Hal itu disebabkan lantaran masalah kebudayaan nasional menyangkut masalah kepribadian nasional, tidak hanya eksklusif mengenai identitas kita sebagai bangsa, tetapi juga menyangkut soal tujuan kita dengan susah payah mengeluarkan tenaga banyak untuk membangun, dan menyangkut soal motivasi kita untuk membangun.
Agar suatu kebudayaan nasional sanggup didukung oleh sebagian besar dari warga suatu Negara, maka sebagai syarat mutlak sifatnya harus khas dan harus sanggup dibanggakan oleh warga negara yang mendukungnya. Hal itu perlu lantaran suatu kebudayaan nasional harus member idenitas kepada warga negara tadi.
Keanekaragaman budaya Indonesia dari Sabang hingga Merauke merupakan aset yang tidak ternilai harganya, sehingga harus tetap dipertahankan dan terus dilestarikan. Tetapi, sayangnya, sebagai anak bangsa masih banyak yang tidak mengetahui ragam budaya kawasan lain di Indonesia, salah satunya budaya tato di Mentawai, Sumatra Barat, tindik sebagai tanda kedewasaan dan masih banyak kebudayaan lain yang belum ter ekdplorasi.
Bagi penyuka traveling ke aneka macam kawasan di Indonesia, khususnya yang rasa ingintahunya cukup tinggi terhadap bermacam-macam budaya, tidak ada salahnya mampir ke Mentawai untuk melihat dari akrab budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat, selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya.
Description: http://refina-arvitiane.blog.ugm.ac.id/files/2012/03/TATO-300x189.jpg
Tato kebudayaan indonesia
Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari aneka macam kebudayaan kawasan bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari aneka macam kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

Pesta laut

Masyarakat pesisir indonesia
Dari aneka macam kebudayaan yang ada sebagai generasi muda Indonesia patutnya kita besar hati dan berusaha menghalau budaya-budaya luar yang bisa menggerus kearifan budaya lokal Indonesia dengan semangat juang dan nilai dasar Pancasila.

Ragam Seni dan Budaya Indonesia
Ø  Rumah Adat


Nuwo Sesat, Rumah Adat Lampung
Nama-nama rumah adat dan Provinsinya:

·         Nanggro Aceh Darussalam (NAD)
                  Rumah Adat : Rumah Krong Bade
·         Sumatera Utara (SUMUT)
                  Rumah Adat : Rumah Bolon
·          Sumatera Barat 
                  Rumah Adat : Rumah Gadang
·         Riau      
                   Rumah Adat : Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar
·         Jambi
                   Rumah Adat : Rumah Panjang
·         Sumatera Selatan (SUMSEL)
                     Rumah Adat : Rumah Limas
·         Bangka Belitung
                      Rumah Adat : Rumah Rakit
·         Bengkulu
                      Rumah Adat : Rumah Rakyat
·         Lampung
                    Rumah Adat : Rumah Sesat
·         DKI Jakarta
                 Rumah Adat : Rumah Kebaya
·         Jawa Barat (JABAR)
                 Rumah Adat : Rumah Kasepuhan Cirebon
·         Banten  Rumah Adat : Rumah Badui

·         Jawa Tengah (JATENG)
         Rumah Adat : Padepokan Jawa Tengah.

·         Daerah spesial (DI) Yogyakarta
        Rumah Adat : Bangsal Kencono Dan Rumah Joglo.

·         Jawa Timur (JATIM)
       Rumah Adat : Rumah Situbondo.
·         Bali
    Rumah Adat : Rumah Gapura Candi Bentar.

·         Nusa Tenggara Barat (NTB)
    Rumah Adat : Rumah Istana Sultan Sumbawa

·         Nusa Tenggara Timur (NTT)
     Rumah Adat : Rumah Musalaki

·         Kalimantan Utara (KALTARA)
    Rumah Adat : Rumah Baloy.

·          Kalimantan Barat (KALBAR)
       Rumah Adat : Rumah Istana Kesultanan Pontianak.

·         Kalimantan Tengah (KALTENG)
        Rumah Adat : Rumah Betang

·         Kalimantan Selatan (KALSEL)
        Rumah Adat : Rumah Banjar Bubungan Tinggi.

·         Kalimantan Timur (KALTIM)
         Rumah Adat : Rumah Lamin.

·         Sulawesi Utara (SULUT)
         Rumah Adat : Rumah Pewaris

·         Sulawesi Barat (SULBAR)
        Rumah Adat : Rumah Tongkonan

·         Sulawesi Tengah (SULTENG)
        Rumah Adat : Rumah Tambi

·         Sulawesi Tenggara (SULTRA)
        Rumah Adat : Rumah Istana Buton

·         Sulawesi Selatan (SULSEL)
         Rumah Adat : Rumah Tongkonan.

·         Gorontalo
         Rumah Adat : Rumah Dulohupa dan Rumah Pewaris.

·         Maluku
         Rumah Adat : Rumah Baileo

·         Papua Barat
        Rumah Adat : Rumah Honai.
·          Papua                 Rumah Adat : Rumah Honai

Macam-macam Seni di Indonesia

Ø  Alat Musik
     Alat musik di Indonesia sebenarnya sangat banyak macamnya, contoh saja mirip gendang dari yogyakarta, gamelan dari jawa tengah, Angklung dari jawa barat, bende dari lampung dan masih banyak lagi. Tapi heranya kenapa kini orang indonesia sudah jarang ada yang memainkan alat musik tersebut, alat musik tersebut digunakan kalau hanya ada program besar saja atau di peruntuhkan untuk anak sekolah dasar. harusnya sebagai orang indonesia kita ikut mewarisi budaya-budaya yang telah ada semoga budaya tersebut tidak hilang karna adanya budaya absurd yang masuk.
Description: http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR0D7IFOhIPwM6TuWan_9Kai6eeQwHW_RcCWP2MDodKoEI7Q7i4GA          Description: http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQi1VPDmexS1J96FVDYoLFSlzEAzuAWf7hAroAjIllx6Z-O5f3d
Gendang, Yogyakarta                                               Angklung, Jawa Barat

Ø  Tarian
     Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia.tetapi kebanyakan dari orang indonesia sudah terpengaruh oleh budaya absurd atau luar. setiap suku bangsa di Indonesia niscaya memmpunyai tarian khas daerahnya sendiri-sendiri. Tradisi kuno tarian dan drama ini biasanya diajarkan mirip di sanggar-sanggar tari dan juga sekolah.
Seni tari di indonesia juga bisa masuk kedalam beberapa golongan, Dalam katagori sejarah, seni tari Indonesia sanggup dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, sanggup terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.

Tari keraton


Tari Golek Ayun-ayun, dari KeratonYogyakarta
Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; aneka macam istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di aneka macam pecahan Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling terang antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan darah biru kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai balasannya tarian istana lebih ketat dan mempunyai seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas aneka macam pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta aneka macam tarian keraton lengkap dengan komposisigamelan pengiring tarian tersebut.
Tari rakyat

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/26/Jaipongan.jpg/200px-Jaipongan.jpg
Tari Jaipongan, tari tradisi rakyatSunda
Tarian Indonesia memperlihatkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga memperlihatkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat yakni tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap badan yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.
Tari tradisional

Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi yakni seni tari yang berkembang semenjak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap dikembangkan hingga kini. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru. Tari kreasi gres ini sanggup merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah sirna, penafsiran baru, ide atau eksplorasi seni gres atas seni tari tradisional.
Sekolah seni tertentu di Indonesia mirip Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar,Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan menyebarkan seni tari tradisional di Indonesia. Beberapa pekan raya tertentu mirip Festival Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk menampilkan tari kreasi gres karya mereka.

3.2       NILAI-NILAI BUDAYA NUSANTARA
Nilai-Nilai Budaya yakni Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka membangun negara diatas landasan kebudayaan.
          
Pengetahuan mengenai keanekaragaman budaya perlu dipelajari semoga masyarakat dapat  memperluas wawasan kebangsaan sebagai salah satu perwujudan integrasi nasional,memperkuat rasa kesatuan dan persatuan bangsa,menumbuhkan rasa saling menghormati di antara sesama warga masyarakat yang berbeda suku bangsa dan budayanya.                
            Salah satu acara besar dalam kehidupan berbangsa dan beranegara yakni menjaga persatuan dan kesatuan dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara dan umat beragama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah keutuhan dan kesejahteraan yakni masalah kerukunan sosial, termasuk didalamnya hubungan antara agama dan kerukunan hidup umat beragama. Persoalan ini semakin kursial lantaran terdapat serangkaian kondisi sosial yang menyuburkan konflik, sehingga terganggu kebersamaan dalam membangun keadaan yang lebih dinamis dan kondusif. Demikian pula pujian terhadap kerukunan dirasakan selama bertahun-tahun yang mengalami dekradasi, bahkan menimbulkan kecemasan terjadinya disintegrasi bangsa
          
Kecenderungan distengrasi yang muncul belakangan ini salah satu faktornya adanya sikap ekslusif  terhadap pandangan ideologi dan keyakinan agama hingga simpulan ketegangan. Ketegangan tersebut menjembatani dan turut menyumbang serta memperparah aneka macam konflik yang terjadi ditengah-tengah masyarakat
          
Pengetahuan mengenai keanekaragaman budaya perlu dipelajari semoga masyarakat sanggup meningkatkan solidaritas dan kesetiakawanan sosial di antara sesama warga masyarakat dan warga Negara, meningkatkan kepedulian dan minat untuk memahami potensi kebudayaan dalam pembangunan masyarakat di Indonesia.


3.3       PERANAN KEBUDAYAAN BAGI MASYARAKAT
Sebelum kedatangan Islam, perempuan merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan bahwa perempuan yakni sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh dan hati insan bukanlah laki-laki maupun wanita. Oleh alasannya itu al-Qur’an meniadakan tema perempuan dan laki-laki semoga tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara kedua jenis insan tersebut. Ketika masalah perempuan dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal tersebut tidak sanggup dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.

Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an yang dengan terang menyebut nama laki-laki dan wanita. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pikiran jahiliyah, yang mereka telah membedakan antara laki-laki dan wanita. Mereka menganggap bahwa ibadah dan kemuliaan hanya milik kaum pria. Oleh alasannya itu al-Qur’an tiba dengan analisa nalar bahwa seseuatu yang harus disempurnakan yakni roh, dan roh bukan perempuan maupun pria.

Sebelum kedatangan Islam, perempuan merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan bahwa perempuan yakni sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh dan hati insan bukanlah laki-laki maupun wanita. Oleh alasannya itu al-Qur’an meniadakan tema perempuan dan laki-laki semoga tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara kedua jenis insan tersebut. Ketika masalah perempuan dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal tersebut tidak sanggup dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.

Dalam masalah ibadah umpamanya, tidak ada satu iabadah pun yang tidak melibatkan wanita. Bahkan dalam masalah haid sekalipun, meski ada riwayat yang mengatakan, “Tinggalkanlah salat ketika kau dalam keadaan haid.
Sebab ada riwayat , bahwa jikalau seorang perempuan dalam keadaan haid kemudian ia berudhu dan duduk di tempat shalatnya pada ketika waktu shalat wajib tiba, kemudian menghadap kibalat sambil berzikir, maka ia akan memperoleh pahala shalat yang ketika itu tidak boleh  dilakukannya. Maka itu, tidak ada satu pun bentuk kesempurnaan yang hanya sanggup digapai  kaum laki-laki saja, sehingga perempuan terhalang untuk mendapatkannya. Tentunya masalah-masalah fiqhilah yang mengurusi pembagian masalah tehnis pelaksanaan, apa saja yang harus dilakukan laki-laki dan dihentikan dilakukan wanita. Namun, sekali lagi itu hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis semata. Adapun dalam masalah pengetahuan tafsir, filsafat dan irfan, tidak ada pembahasan wacana perbedaan antara laki-laki maupun wanita, yang menentukan yakni sisi kemanusiaan. Oleh alasannya itu, jikalau permasalahannya adalh pendidikan roh, maka roh bukan laki-laki maupun wanita,  lantaran di sini semua sama. Sementara itu ayat-ayat al-Qur’an yang banyak memakai bentuk maskulin sanggup dikelompokkan sebagai berikut:

Kelompok pertama, ayat-ayat yang tidak dikhususkan untuk satu jenis saja mirip ayat yang menyebutkan kata an-nas atau insane (manusia) atau yang disebut dengan kata man (siapa).

Kelompok kedua, ayat-ayat yang berbicara wacana laki-laki mirip ayat-ayat yang memakai bentuk maskulin (kata yang mengandung arti banyak dengan diakhiri dengan karakter waw dan nun atau ya’ dan nun mirip kata muslimun atau muslimin), dan ayat yang mengandung arti maskulin sebagai kata ganti dari kata nas atau yang lainnya, contohnya kata yu’allimikum dan lain-lain. Semua itu berdasarkan bahasa tersendiri yang digunakan al-Qur’an.

Ketika mereka ingin mengatakan, “orang-orang berkata demikian, orang-orang mengharapkan demikian, orang-orang menyuarakan demikian”, kata “orang-orang” yang dalam bahasa Arabnya an-nas bukanlah sebagai lawan dari kata an-nisa (wanita) namun yang dimaksudkan an-nas (orang-orang) yakni khalayak ramai. Dari sini, maka kita pun tidak sanggup menyimpulkan bahwa al-Qur’an selalu cenderung memakai bentuk maskulin dalam ungkapan-ungkapannya, lantaran hal itu cukup popular digunakan dalam dunia kesusastraan Arab.

Kelompok ketiga, kata-kata yang memakai kata laki-laki dan wanita. Dijelaskan dalam ayat tersebut bahwa dalam halini bukan masalah laki-laki dan wanita, namun untuk menjelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak terjadi perbedaan, hal itu mirip dalam firman Allah yang berbunyi;

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perrempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (Qs. An-Nahl:97)”

Al-Qur’an turun untuk membersihkan roh. Ketika roh beribadah dan mendekat kepada Allah SWT. ia dihukumi sebagai ‘amil, artinya orang yang melakukan, baik fisiknya berjenis perempuan maupun pria; ia tidak berbeda. Jika demikian, maka dalam hal makrifat Allah, keikhlasan dan kemauan teguh, tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun wanita.
Jelaslah bahwa gender tidaklah berperan dalam hal mendapatkan ajaran-ajaran al-Qur’an. Allah SWT. menyampaikan bahwa fisik insan pertama (Adam as) yakni bersumber dari tanah (thin); “sesungguhnya Aku membuat insan dari tanah (Qs. Shad: 71).

Terkadang Allag SWT. menyampaikan bahwa insan diciptakan dari tanah liat kering (shalshal), juga hama’ masnun (Lumpur hitam yang diberi bentuk). “Dan sesungguhnya Kami telah membuat insan (Adam) dari tanah liat (yang berasal) dari Lumpur hitam yang diberi bentuk (Qs. Al-Hijr: 26).

Jika demikian, apa yang akan dibanggakan manusia? Jika harus membanggakan sesuatu, maka pujian yang hakiki yakni terhadap sesuatu yang tidak sanggup kita banggakan. Faktor yang sanggup dibanggakan hanya ketakwaan saja, yang dihentikan disertai kesombongan dan kebanggaan.

Hai manusia, sesungguhnya kami membuat kau dari seorang laki-laki dan seorangperempuan dan menjadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang peling mulia di antara kau di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengethaui lagi maha mengenal (Qs. Al-Hujarat: 13).
          
Ayat ini seolah-olah menyeru umat manusia; jikalau kalian menginginkan pujian dengan jasad kalian, maka laki-laki diciptakan dari wanita. Begitu pula laki-laki dan wanita, mereka juga diciptakan dari laki-laki dan wanita. Jasad laki-laki tidak lebih utama dari jasad perempuan atau sebaliknya. Jika ada orang, jenis insan atau ras yang ingin membanggakan tubuhnya, maka katakanlah padanya bahwa sesungguhnya setiap ras dari kalian berasal dari perempuan dan pria.

Masalah ras dan bahasa merupakan faktor untuk saling mengenal dan identitas alami. Manusia tidak sanggup menghilangkan identitas tersebut, ke mana ia pergi niscaya membawanya. Wajah, bentuk, tubuh, bahasa, dialek dan lain-lainnya merupakan identitas alami insan yang menempel pada tubuh. Adapun roh yakni satu, ia bukan barat dan bukan timur, ia bukan Arab dan bukan pula non Arab dan seterusnya.
Identitas bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan. Jika demikian tidak ada sedikit pun –bagi manusia- peluang untuk saling ingin berbangga diri, lantaran seluruh insan terdiri dari laki-laki dan wanita, dan suku atau bangsa seluruhnya berkaitan dengan jasad, sementara roh tidak demikian.

Ia (roh) mempunyai pembahasan lain yang tidak masuk pada pembahasan wacana identitas dan lain-lainnya. Jika seseorang menginginkan untuk bangga, maka janganlah membanggakan dirinya namun banggalah dengan takwanya

Pada dasarnya insan yang lahir dan berkembang mengikuti dan mencontoh nilai-nilai yang berada di lingkunganya, hal ini tidak terlepas dari peranan wilayah sekitar yang menawarkan contoh dalam perkembangan pada setiap manusianya. Budaya menawarkan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan manusianya, sebagai contoh, setiap insan mempunyai naluri dan kemampuan menyerap apa yang menjadi contoh di kehidupanya, di ibaratkan sebuah balon gas berwarna warni yang sanggup terbang di udara, kita melihat balon itu sanggup terbang bukan berdasarkan warnanya, namun yang menjadi pada dasarnya yakni isi dari balon tersebut. Dari beberapa panjabaran diatas ada beberapa sedikit kesimpulan yang di ambil wacana makna kebudayaan, dimana kebudayaan sangat berperan penting dalam setiap kehidupan insan sebagai landasan berfikir dan bertindak.

Dengan memaknai dan mengamalkan arti dari kebudayaan kita sanggup menyimpulkan sesungguhnya kebudayaan sebagai landasan dasar insan untuk berkembang dan bertindak di dalam kehidupan. Jika kita mengutip perkataan dari beberapa tokoh mirip yang di utarakan Mohamad Hatta wacana kebudayaan, dimana kebudayaan selalu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat baik, jadi kebudayaan berdasarkan Hatta sendiri yakni suatu hal yang lebih ditekankan pada hal yang baik dan tidak terkesan negative. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang berguru ilmu matematika dan kemudian dalam pengamalanya ilmu tersebut di gunakan bukan untuk hal yang bersifat negative namun ilmu tersebut di gunakan untuk membangun kehidupan sesama manusianya.

Proses humanisasi yakni hal yang harus ditekankan dalam kehidupan bermasyarakat, ketika insan bisa memanusikan sesamanya, hal ini terang sangat penting di tekankan di kehidupan kita. Pengaruh globalisasi yang terbentuk dalam ruang-ruang yang lebih sempit (glokalisasi) yang diutarakan Ritzer, sangatlah mengusik tatanan budaya pada masyarakat lokalnya. Cepatnya arus informasi, teknologi dan perputaran barang pada satu waktu yang bersamaan sanggup menawarkan fasilitas bagi manusianya, namun disisi lain hal ini sangat besar lengan berkuasa terhadap tatanan budaya lokalnya. Tatanan nilai-nilai lokal harus di pelihara sedemikian baik sehingga masyarakat sanggup memfilter segala bentuk hal yang sanggup merusak tatanan budaya masyarakat lokalnya.

Berkaca pada kondisi kini ini, begitu banyak kejadian yang mengusik hati kita, mirip ketika insan tidak sanggup menjaga sesamanya, kemiskinan yang tidak sanggup di tuntaskan. Hal ini tidak terlepas dari rusaknya dan tidak berfungsinya insan dalam mengamalkan makna kebudayaan yang sebenarnya. Budaya yakni sebagai dasar yang membentuk setiap prilaku manusianya, jikalau budaya yang bersifat baik sanggup diamalkan maka tatanan kemanusiaan akan terjaga dengan baik, namun jikalau budaya sudah tidak bias lagi di pahami dan dimaknai dan terkesan terusak dan terabaikan maka akan timbul hal yang sebaliknya.



BAB IV
ANALISIS, SARAN DAN KESIMPULAN

4.1       ANALISIS
A.    Nilai , Budaya , Dan Nusantara

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang sanggup dibedakan satu dan lainnya sebagai contoh prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai contoh pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akhir slogan, moto tersebutKepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka contoh dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Nilai budaya meliputi tradisi lisan, bahasa, pekan raya budaya, ritus dan kepercayaan, musik dan lagu-lagu, seni pertunjukan, pengobatan tradisional, literatur, kuliner tradisional serta olah raga dan permainan tradisional . Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan kebijaksanaan manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya yakni Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan kebijaksanaan manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.

Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu yakni Cultural-Determinism.

Nusantara  yakni Nusantara merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera hingga Papua. Variasi istilah hiperkorek yang juga dikenal yakni Nuswantara.Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16), untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. Setelah sempat tenggelam, pada awal era ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara  sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia-Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk digunakan untuk ide itu, kata Nusantara tetap digunakan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini hingga kini digunakan di Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian digunakan pula untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak meliputi Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang terkenal pada simpulan era ke-19 hingga awal era ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris

B.     Pudarnya Budaya  Bangsa Akibat Pengaruh Dari Luar

 Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu pujian sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan lantaran mempunyai keanekaragaman yang sangat bervariasi serta mempunyai keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih menentukan kebudayaan gres yang mungkin dinilai lebih simpel dibandingkan dengan budaya lokal.

Banyak faktor yang mengakibatkan budaya lokal dilupakan dimasa kini ini, contohnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya absurd ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya absurd mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.Faktor lain yang menjadi masalah yakni kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal.                                                                                                                                                          

Budaya lokal yakni identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya semoga tidak sanggup diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya absurd masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara lantaran suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara lain yang akan besar lengan berkuasa terhadap perkembangan di negranya.

Dimasa kini ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam budaya kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah menempel erat didalam masyarakat kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis kuliner yang kita konsumsi juga mulai terpengaruh budaya luar.Masyarakat kini lebih menentukan makanan-makanan yang berasal dari luar mirip KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi hidangan keseharian dalam kehidupan kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya aneka macam jenis kuliner tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak sanggup dihindarkan bahwa anak cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis kuliner tradisional yang berasal dari kawasan asal mereka.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu dampak positif dan dampak negatif. Pengaruh globalisasi di aneka macam bidang kehidupan mirip kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.

1.    Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
a.      Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan yakni pecahan dari suatu negara, jikalau pemerintahan djalankan secara jujur, higienis dan dinamis tentunya akan menerima tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
b.      Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
c.       Dari globalisasi sosial budaya kita sanggup memalsukan pola berpikir yang baik mirip etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

2.        Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
a.      Globalisasi bisa meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme sanggup membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi balasannya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
b.      Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri lantaran banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menandakan tanda-tanda berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
c.       Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, lantaran gaya hidupnya cenderung memalsukan budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
d.      Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, lantaran adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut sanggup menimbulkan kontradiksi antara yang kaya dan miskin yang sanggup mengganggu kehidupan nasional bangsa.
e.      Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

C.     PENTINGNYA BUDAYA DI MASYARAKAT

Kita menyadari bahwa setiap budaya mempunyai kekhasannya masing-masing. Bahkan seringkali saling bertolak belakang. Di satu budaya sikap tertentu sanggup diterima, namun dalam budaya yang lain tidak. Sebagai contoh ketika saya seorang Jawa berada di Tumbangtiti (kota kecil yang letaknya sekitar 100 km dari Ketapang, Kalimantan Barat) menanyakan tujuan kepada tetangga akrab yang hendak bepergian. Kemudian dijawab dengan sepatah kata “entah” yang bagi saya cukup mengagetkan. Padahal konteks pembicaraan itu bermaksud untuk menyapa, namun berbeda tanggapannya.Dari pengalaman itu, saya mencicipi perlunya pemahaman lintas budaya sehingga perbedaan itu tidak mengakibatkan problem atau kesalahpahaman bagi kedua pihak yang terlibat. Dalam banyak kasus, konflik budaya gampang ditemui di aneka macam tempat pertemuan multi budaya mirip Yogya dan kota-kota besar lainnya. Maka dalam artikel ini, saya hendak membahas permasalahan konflik kultural dalam masalah di atas.Pertama-tama kita perlu menyadari dua budaya antara Jawa dan Kalimantan. Salah satu falsafah Jawa yakni tepa salira terhadap sesama. Artinya kurang lebih saya artikan sebagai sikap saling menghargai terhadap sesama. Falsafah itu mengandung konsekuensi bahwa setiap orang bertanggung jawab juga terhadap kehidupan orang lain. Maka, ia perlu mengerti pula urusan orang lain pula. Dalam hal ini, konteksnya yakni basa-basi untuk mendekatkan hubungan dengan tetangga.                                                                                      

Tambah lagi, jawaban dari pertanyaan itu bukanlah tujuan yang utama. Sementara itu, masyarakat Kalimantan yang dipengaruhi oleh keluasan alam dan lingkungan mereka membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan orang Jawa. Kebudayaan dipengaruhi juga oleh luas wilayahnya. Semakin luas wilayah kehidupan budaya tertentu, maka semakin luas pula ruang yang diharapkan oleh mereka. Itu berarti bahwa mereka semakin independen dan tak ingin dicampuri urusannya. Maka sebagai jawaban atas pertanyaan di atas yakni tidak menjawab. Secara spontan, pertanyaan di atas juga mengusik kebebasan mereka sehingga menimbulkan stimulus untuk bereaksi impulsif dan emosional.

Berdasarkan analisis di atas, persoalannya terletak pada keluasan ruang bebas yang diharapkan oleh masing-masing budaya. Budaya yang satu membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan oleh budaya yang lain. Sementara budaya yang lain justru merasa bahwa ruang bebas itu dibuat secara bersama-sama. Apabila dicermati lebih lanjut, maka masing-masing mempunyai aturan berbeda yang menerangi realitas yang sama yaitu mengenai penempatan diri terhadap orang lain. Aturan yang satu cenderung mengambil jarak, sementara yang lain cenderung makin menghilangkan jarak dalam tataran hubungan bermasyarakat.

Oleh lantaran itu, sanggup disimpulkan di sini bahwa konflik budaya memungkinkan munculnya masalah yang lebih besar bagi kedua pihak yang bersalah paham. Persoalan kecil, wacana sapaan untuk berelasi dalam masyarakat sanggup menghancurkan tujuan yang sebenarnya yaitu untuk bermasyarakat.

Bagaimanapun juga konflik budaya sangat berpeluang memunculkan permasalahan di dalam masyarakat multikultural mirip Yogya. Karenanya, siapa saja dan terutama orang-orang muda perlu berguru wacana pemahaman lintas budaya sehingga mereka sanggup memahami perbedaaan budaya sebagai kesempatan untuk memperkaya budaya dan seni hidup manusia.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi insan dan masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat  tersebut sebagian besar dipenuhi oleh  Kebudayaan yang bersumber pada masyarakat  itu sendiri. Mengapa sebagian besar? ..... Karena kemampuan insan terbatas sehingga kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.

Solusi Untuk Menyadarkan Masyarakat Akan Kekurangan Dalam Kebudayaan
1.     Mencoba membangun kembali kesadaran masyarakat Indonesia terutama para cowok pemudinya akan pentingnya suatu kebudayaan bagi negara dan tetap melestarikan kekayaan budaya yang menjadi ciri khas Indonesia. Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budaya kawasan sehingga membuat bangsa Indonesia menjadi suatu masyarakat beragam yang berpadu dalam satu budaya nasional yang lebih dikenal dengan sebutan budaya Indonesia.
2.     Memberikan pengarahan kepada masyarakat Indonesia akan arti kebudayaan dan bagaimana cara melestarikannya.
3.     Memberikan pendidikan kepada masyarakat Indonesia terutama para generasi muda yang menjadi tulang punggung bangsa dan negara Indonesia bahwa kebudayaan yang beraneka ragam sanggup menjadi harta karun serta aset yang berharga bagi suatu negara di mata dunia apalagi di era globalisasi mirip kini ini.
4.    Mengarahkan bangsa Indonesia semoga mempunyai rasa cinta dan besar hati akan kekayaan kebudayaan yang dimiliki, lantaran kemakmuran suatu negara tidak hanya dinilai dari sektor ekonomi atau politiknya saja, tetapi dari semua sektor termasuk sektor kebudayaan.


4.2       SARAN
Keanekaragaman budaya yang ada di nusantara hendaknya jangan dijadikan sebagai perbedaan, tetapi lebih baik jikalau dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita selaku bangsa Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu melestarikan kebudayaan yang bermacam-macam tersebut semoga kita sanggup menjadi bangsa yang besar dan mau serta bisa menghargai kebudayaan tersebut.
 Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan dalam masyarakat semoga kebudayaan kita yang terkenal tinggi nilainya tetap lestari, tidak terkena dampak jelek yang tiba akhir perubahan pesat yang terjadi di dunia. Melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia harus didasari dengan rasa kesadaran yang tingi tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Hal ini dimaksudkan semoga tercipta suatu kedamaian dan keharmonisan, tidak ada perpecahan di antara kita semua.

4.3       KESIMPULAN
Melalui fakta-fakta yang telah diperoleh dan dibahas di dalam makalah ini, sulit dibayangkan bila semua orang yang berpijak di atas bumi hanya mempunyai satu kebudayaan yang sama. Di era globalisasi mirip kini ini saja, kita sanggup melihat hampir semua orang di dunia terorganisasi ke dalam etnis atau kebangsaan tertentu dan dioperasikan dibawah sistem yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa yang berbeda, dan mempunyai kebudayaan yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.

Kesimpulan yang sanggup ditarik yakni sekuat atau secanggih apapun sistem komunikasi dan transportasi yang ada di dunia ini tidak akan bisa menciutkan seluruh kebudayaan menjadi hanya satu kebudayaan saja. Dunia ini tidak akan menjadi sebuah desa global atau yang lebih terkenal dikenal dengan sebutan global village mirip yang dibayangkan oleh sebagian orang. Dunia ini akan tetap menjadi dunia yang kaya akan kebudayaan yang beraneka ragam. Tidak akan ada satu kebudayaan yang bisa menggabungkan seluruh kebudayaan berbeda yang ada di dunia ini atau mungkin menggantikannya. Yang ada hanyalah, dengan teknologi canggih dan sistem komunikasi serta transportasi yang canggih mirip kini ini, orang-orang dengan kebudayaan yang berbeda sanggup melaksanakan pertukaran kebudayaan yang sanggup memperkaya pengetahuan mereka akan kebudayaan yang dimiliki oleh negara lain.



DAFTAR PUSTAKA


Aisyahbana,Takdir,St,1961,puisi lama,PT.Pustaka Rakyat,jakarta.

Anshari,H.Endang saifuddin,M.A.,1982,ilmu,falsafat dan agama,PT.Bina Ilmu,surabaya.

Sultan Takdir Alisjahbana, Antropologi Baru, (Jakarta: Dian Rakyat, 1986).

H.M. Yusran Asmuni, Dirasah Ilmiyah I Pengantar Studi Al-Qur’an Al –Hadits Fiqh dan Pranata Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 1

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I (Jakarta: UI-Press, 1985), h. 1.

Prof. Dr. H. Said Agil Husain  al-Munawar, M.A. Fikih Hubungan antar Agama (Cet. III; Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 89.
Sumber http://makalahtugasmu.blogspot.com


EmoticonEmoticon