Senin, 24 Desember 2018

Hidup Lebih Baik Yang Belum Tentu Disambut Baik

Dapat kiriman dari Prof. Rhenald Kasali barusan tdi (fresh from the panggangan nih). Selamat menikmati.

Hidup Lebih Baik yang Belum Tentu Disambut Baik  (Begitulah Shifting Terjadi)...

-oleh Prof. Rhenald Kasali

Mungkin inilah zaman pertemuan dua generasi yang paling membingungkan sepanjang sejarah. Ini bukan soal generasi kertas vs generasi  digital semata. Melainkan soal di mana dunia kita berada, sehingga ekonomi menjadi berubah arah dan banyak yang bangkrut. Ini juga bukan soal kebijakan ekonomi, ini soal teknologi yang mengubah platform hidup, ekonomi dan kehidupan.

Saya menyebutnya shifting, tetapi sebagian besar ekonom “tua” menyebutnya resesi, pelemahan daya beli dan seterusnya. Saya menyebut apa yang dilakukan generasi Nadiem Makarim sebagai inovasi, bahkan disruption. Tetapi manajer-manajer “tua”, bilang mereka “bakar uang.”  Mereka bilang retail online kecil, tapi bawah umur kita bilang “besar”..

Saya bilang mereka punya “business model,” tetapi regulatornya bilang itu sebagai industri predator. Maka regulasinya pun berpihak ke masa lalu.

Hari semakin petang ketika satu persatu perjuangan konvensional berguguran, tetapi saya belum melihat yang bau tanah tulus mendapatkan proses shifting ini. Mengakui belum, blame jalan terus, tetapi usaha-usaha usang bakal berguguran terus.
 
Dari Armada maritim ke retail dan bank

Tiga tahun kemudian kita membaca wacana keributan dalam industri jasa angkutan penumpang taksi. Di sini mulai ramai pertempuran antara ojek pangkalan vs. Gojek. Lalu antara pengemudi angkot dengan Gojek. Disusul demo sopir taksi melawan taksi online.

Tahun lalu, korbannya yaitu angkutan maritim dan hotel. Produsen kapal asal Korea (Hanjin) meminta donasi bangkrut. Lalu disusul oleh Maersk dan Hyundai. Setelah itu Rickmers Group (Jerman), Sinopacific Dayang, Wenzhou Shipping dan Zhejiang (China). Jumlah kapal yang diperlukan oleh perdagangan dunia sudah berubah menyusul penggunaan telekomunikasi dan aplikasi gres yang serba tracking dan perubahan teladan peletakan industri global.

Setelah itu tahun ini kita melihat empat industri: Mainan anak-anak, retail, perbankan dan industri-industri tertentu. Level of competition meningkat, dan pendatang-pendatang tertentu masuk dengan platform baru. Industri mainan bawah umur Indonesia mengeluh penjualannya drop 30%, alasannya yaitu masih mengandalkan mainan berbahan plastik. Jangankan mainan bawah umur mirip itu, boneka Barbie saja pun kena imbas. Bahkan Toy ‘R’ Us di Amerika mengajukan pailit.

Sementara industri mainan bawah umur konvensional kesulitan, industri pembuatan game online di Indonesia berkembang pesat. Diduga omsetnya mencapai USD 10 juta.

Kita juga membaca satu per satu retail di Indonesia menutup outletnya. Terakhir Debenhams dan Lotus. Tapi nanti dulu, itu bukan cuma terjadi di sini. Di USA, tahun ini saja sudah 1430 toko milik Radio Sh4ck yang ditutup, kemudian 808 outlet milik toko sepatu Payless, 238 outlet Kmart, 160 toko Crocs (sepatu), 138 outlet JC Penny, 98 Sears, 68 Macy’s, 70 outlet CVS, 154 toko untuk Walmart, 128 outlet Michael Kors dan seterusnya.

Dari Jepang pagi ini saya mendengar Mizuho bank akan mengurangi 19.000 dari 50.000 karyawannya sesudah manfaatnya banyak dimakan fintech.  Ini sejalan dengan bank-bank nasional yang mulai melaksanakan hal serupa, minimal tak lagi membuka cabang baru.

Jadi bila kita melihat gres beberapa toko besar yang ditutup di sini, dan mulai sepinya belanja di Glodok dan toko grosir Tanah Abang, maka sebetulnya itu belum seberapa. Ini gres tahap awal. Nanti, saya sanggup ceritakan bahwa, merk pun berubah bagi millennials: Branded (luxuries) akan menjadi public brand.

Bencana atau peluang

Shifting tentu berbeda dengan krisis atau resesi yang lebih banyak dipandang sebagai tragedi yang amat memilukan. Shifting sanggup diibaratkan Anda tengah bermain balon eo’. Masih ingatkah balon yang terdiri dari dua buah dan berhubungan. Kalau yang satu ditekan, maka anginnya akan pindah ke balon yang besar dan berbunyi eo’, eo’ …

Ya mirip itulah. Angin berpindah, kemudian ada yang terkejut alasannya yaitu terjepit dan ruangnya hampa. Manusia-manusianya akan bertingkah polah mirip dongeng Who Moved My Cheese. Manusianya bolak-balik kembali ke daerah yang sama dan berteriak-teriak marah: Kembalikan keju saya! Kembalikan! Duh, siapa yang mencurinya? Siapa yang memindahkannya?

Padahal, berdasarkan Ken Blanchard & Johnson yang menulis perumpamaan itu, keju yaitu symbol dari apa saja yang membawa kebahagiaan. Ia sanggup berupa kue, pekerjaan, kekasih, kekayaan, perusahaan, atau bahkan keterampilan. Dan semuanya tak abadi, sanggup pindah atau dipindahkan “ke tempat” lain.

Dan di dalam dongeng itu disebutkan ada dua ekor tikus yang selalu bekerja dan mencari “keju” itu ke daerah lain. Anda yang memiliki “Shio” tikus barangkali punya sikap yang sama: Tak sanggup membisu di tempat. Nah, keduanyalah yang menemukannya. Ternyata di daerah lain itu ada keju-keju lain yang sama nikmatnya dan jauh lebih besar.

Mereka menuding resesi atau daya beli itu mirip “manusia” tadi. Tidak sanggup melihat keju yang telah berpindah ke daerah lain. Ia hanya mengais rejeki di daerah yang sama. Resesi atau lemahnya daya beli, bila balon, maka itu diibaratkan satu balon yang mengempis atau bila krisis, balonnya pecah.

Dan harap diketahui kita gres saja berada di depan pintu gerbang Disruptions. Saya harap Anda sudah membaca bukunya. Dalam proses disruption itu, teknologi tengah mematikan jarak dan membuat semua mediator (middlemen) kehilangan peran. Akibatnya margin 20-40% yang selama ini dinikmati para penyalur (grosir – retailer) diserahkan kepada digital marketplace (± 5%), mirip Tokopedia, Bukalapak, OLX, dan konsumen. Konsumen pun menikmati harga-harga yang jauh lebih terjangkau.

Ditambah lagi, sekarang generasi millennials telah menjadi pemain penting dalam konsumsi. Dan tahukah Anda, setidaknya satu dari beberapa anak Anda telah menjadi wirausaha baru. Mereka beriklan di dunia maya mirip di FB dan IG, dan mendapatkan pelanggan di sana, berjualan di sana, dan perbuatannya tidak terpantau regulator bahkan orang bau tanah mereka sekalipun.

Di era ini, para pengusaha usang perlu mendisrupsi diri, membongkar struktur biaya, bukan bersekutu dengan regulator, mengundang kaum muda untuk membantu meremajakan diri, supaya siap bertarung dengan cara-cara baru. Biarkan saja kaum bau tanah menyesali hari ini dengan menyampaikan daya beli, krisis, atau resesi.

Dunia ini sedang shifting. Orang tua-orang bau tanah muda sedang memangku cyber babies, kaum cukup umur terlibat cyber romance. Mereka mencar ilmu di dunia cyber, dan menjadi pekerja mandiri. Dan masih banyak hal yang akan berpindah, bukan musnah. Ia membuat jutaan kesempatan gres yang begitu sulit ditangkap orang-orang lama, atau orang-orang malas yang sudah tinggal di bawah selimut rasa nyaman masa lalu.


Sumber http://ekonominator.blogspot.com


EmoticonEmoticon