Asal-mula fisika nuklir terikat pada fisika atom, teori relativitas, dan teori kuantum dalam permulaan era kedua-puluh. Kemajuan awal utama mencakup inovasi radioaktivitas (1898), inovasi inti atom dengan menginterpretasikan hasil hamburan partikel alfa (1911), identifikasi isotop dan isobar (1911), pemantapan hukum-hukum pergeseran yang mengendalikan perubahan-perubahan dalam nomor atom yang menyertai peluruhan radioaktivitas (1913), produksi transmutasi nuklir sebab penembakan dengan partikel alfa(1919) dan oleh partikel-partikel yang dipercepat secara artifisial (1932), formulasi teori peluruhan beta (1933), produksi inti-inti radioaktif oleh partikel-partikel yang dipercepat (1934), dan inovasi fissi nuklir (1938). Fisika nuklir ialah unik pada tingkat dimana ia menghadirkan banyak topik terapan dan paling fundamental. Instrumentasi-intrumentasinya telah berguna yang banyak di seluruh sains, teknologi, dan kedokteran; rekayasa nuklir dan kedokteran nuklir ialah dua bidang spesialisasi terapan yang sangat penting.
Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radioisotop, sangat dirasakan keuntungannya semenjak acara penggunaan tenaga atom untuk maksud tenang dilancarkan pada tahun 1953. Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, sejalan dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta didukung pula oleh perkembangan instrumentasi nuklir dan produksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan ditinjau dari segi medik. Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, sanggup mengakibatkan peruba.hari fisis, kimia dan biologi pada materi yang dilaluinya. Perubahan yang terjadi sanggup dikendalikan dengan jalan menentukan jenis radiasi (α, β, γ atau neutron) serta mengatur takaran terserap, sesuai dengan imbas yang ingin dicapai. Berdasarkan sifat tersebut, radiasi sanggup dipakai untuk penyinaran pribadi menyerupai antara lain pada radioterapi, dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu radioisotop, lokasi dan distribusinya sanggup dideteksi dari luar badan secara tepat, serta aktivitasnya sanggup diukur secara akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau perunut, sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta teknik pelacakan dan penatahan banyak sekali organ tubuh, tanpa harus melaksanakan pembedahan.
2. Kedokteran Nuklir
Ilmu Kedokteran Nuklir ialah cabang ilmu kedokteran yang memakai sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga sanggup dipakai untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop sanggup dimasukkan ke dalam badan pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan materi biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari badan pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis banyak sekali penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada kanal pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang sanggup diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada dikala ini berkembang pesat.
Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, contohnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap derma obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan memakai terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam takaran yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam takaran yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada selesai tahun 1960an, yaitu sehabis reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga hebat Indonesia dibantu oleh tenaga hebat dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung impian Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kedokteran nuklir dengan memakai kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf.
Radioisotop dan Teleterapi
Henry Bacquerel penemu radioaktivitas telah membuka cakrawala nuklir untuk kesehatan. Kalau Wilhelm Rontgen, menemukan sinar-x ketika gambar jari dan cincin istrinya ada pada film. Maka Marie Currie mendapatkan hadiah Nobel atas penemuannya Radium dan Polonium dan dengan itu pulalah hingga dengan 1960-an Radium telah dipakai untuk kesehatan hampir mencapai 1000 Ci. Tentunya ini sebuah jumlah yang cukup besar untuk kondisi dikala itu. Masyarakat kedokteran memakai radioisotop Radium ini untuk pengobatan kanker, dan dikenal dengan Brakiterapi. Meskipun kemudian banyak ditemukan radiosiotop yang lebih menjanjikan untuk brakiterapi, sehingga Radium sudah tidak direkomendasikan lagi
Selain untuk Brakiterapi, radisotop Cs-137 dan Co-60 juga dimanfaatkan untuk Teleterapi, meskipun belakangan ini teleterapi dengan memakai radioisotop Cs-137 sudah tidak direkomendasikan lagi untuk digunakan. Meskipun pada dekade belakangan ini jumlah pesawat teleterapi Co-60 mulai menurun digantikan dengan akselerator medik . Radioisotop tersebut selain dipakai untuk brakiterapi dan teleterapi, dikala ini juga telah banyak dipakai untuk keperluan Gamma Knife, sebagai suatu cara lain pengobatan kanker yang berlokasi di kepala.
Teleterapi ialah perlakuan radiasi dengan sumber radiasi tidak secara pribadi berafiliasi dengan tumor. Sumber radiasi pemancar gamma menyerupai Co-60 pemakaiannya cukup luas, sebab tidak memerlukan pengamatan yang rumit dan hampir merupakan pemancar gamma yang ideal. Sumber ini banyak dipakai dalam pengobatan kanker/tumor, dengan jalan penyinaran tumor secara pribadi dengan takaran yang sanggup mematikan sel tumor, yang disebut takaran letal. Kerusakan terjadi sebab proses eksitasi dan ionisasi atom atau molekul. Pada teleterapi, penetapan takaran radiasi sangat penting, sanggup berarti antara hidup dan mati. Masalah dosimetri ini ditangani secara sangat ketat di bawah pengawasan Badan Internasional WHO dan IAEA bekerjasama dengan laboratorium-laboratorium standar nasional.
Orang pertama yang memakai radioisotop nuklir sebagai tracer (perunut) pada 1913-an ialah GC Havesy, dan dengan tulisannya dalam Journal of Nuclear Medicine, Havesy mendapatkan hadiah Nobel Kimia 1943. Prinsip yang ditemukan Havesy inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir, baik untuk diagnosa maupun terapi. Radioisotop untuk diagnosa penyakit memanfaatkan instrumen yang disebut dengan Pesawat Gamma Kamera atau SPECT (Single Photon Emission Computed Thomography). Sedangkan aplikasi untuk terapi sumber radioisotop terbuka ini seringkali para pakar menyebutnya sebagai Endoradioterapi.
Rutherford dan Teknologi Pemercepat Radioisotop
Penemuan Rutherford memperlihatkan jalan pada munculnya teknologi pemercepat radioisotop, sehingga J Lawrence sanggup memakai Siklotron Berkeley sanggup memproduksi P-32, yang merupakan radioisotop artifisial pertama yang dipakai untuk pengobatan leukimia. Sekitar 1939, I-128 diproduksi pertama kalinya dengan memakai Siklotron, namun dengan keterbatasan pendeknya waktu paro, maka I-131 dengan waktu paro 8 hari diproduksi. Perkembangan teknologi Siklotron untuk kesehatan menjadi penting sehabis beberapa produksi radioisotop dengan waktu paro pendek mulai dimanfaatkan dan sebagai dasar utama PET (Positron Emission Tomography).
Radioisotop selain diproduksi dengan pemercepat, juga sanggup diproduksi dengan reaktor nuklir. Majalah Science telah mengumumkan bahwa reaktor nuklir penghasil radioisotop pada 1946, dan berdasarkan Baker hingga sekitar 1966 ada 11 reaktor nuklir di Amerika Serikat memproduksi radiosisotop untuk melayani kesehatan. Perkembangan teknologi reaktor juga dikala ini dimanfaatkan untuk produksi secara in-situ aktivasi Boron untuk pengobatan penyakit maligna dan biasanya dikenal dengan BNCT (Boron Netron Capture Therapy ). Meskipun dikala ini banyak juga berkembang BNCT dengan metode akselerator.
Generator radioisotop-pun dikala ini juga berperan besar dalam memproduksi radioisotop untuk kesehatan, terutama kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo-99/Tc-99m merupakan dampak faktual dalam aplikasi nuklir untuk kesehatan dan farmasi. Dengan generator ini masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak terhadap daerah yang memproduksi radioisotop, selain juga mengurangi takaran yang diterima oleh pasien.
3. Teknik Pengaktivan Neutron
Teknik nuklir ini sanggup dipakai untuk menentukan kandungan mineral badan terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam badan dengan jumlah yang sangat kecil (Co,Cr,F,Fe,Mn,Se,Si,V,Zn dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaannya sangat tinggi. Di sini pola materi biologik yang akan idperiksa ditembaki dengan neutron.
4. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-x. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-x yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka sanggup ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang perempuan pada usia menopause (matihaid) sehingga mengakibatkan tulang muda patah.
5. Three Dimensional Conformal Radiotheraphy (3d-Crt)
Terapi Radiasi dengan memakai sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi telah usang dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronik maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan memakai pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melaksanakan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memperlihatkan paparan radiasi dengan takaran yang sempurna pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini semenjak tahun 1985 telah berkembang metoda pembedahan dengan memakai radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik ini kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi sanggup diatasi dengan baik oleh pisau gamma ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target.
6. Sterilisasi Alat Kedokteran
Alat/bahan yang dipakai di bidang kedokteran pada umumnya harus steril. Banyak di antaranya yang tidak tahan terhadap panas, sehingga tidak bisa disterilkan dengan uap air panas atau dipanaskan. Demikian pula sterilisasi dengan gas etilen oksida atau materi kimia lain sanggup menjadikan residu yang membahayakan kesehatan. Satu-satunya jalan ialah sterilisasi dengan radiasi, dengan sinar gamma dan Co-60 yang sanggup memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sterilisasi dengan cara tersebut sangat efektif, higienis dan praktis, serta biayanya sangat murah. Untuk transpiantasi jaringan biologi menyerupai tulang dan urat, serta amnion chorion untuk luka bakar, juga disterilkan dengan radiasi.
7. Penutup
Dapat dikemukakan bahwa teknik nuklir sangat berperan dalam penanggulangan banyak sekali duduk kasus kesehatan manusia. Banyak duduk kasus yang sebelumnya dengan metode konvensional tidak terpecahkan, dengan teknik nuklirdapatterpecahkan. Yang terpenting ialah kemajuan-kemajuan baik di bidang diagnosis maupun terapi haruslah ditujukan untuk keselamatan, kemudahan, kesembuhan dan kenyamanan pasien. Dengan kemajuan iptek di bidang instrumentasi nuklir, bioteknologi dan produksi isotop umur pendek yang menguntungkan ditinjau dan segi medik dan pendeteksian/pengukuran; dibutuhkan bahwa impian hidup yang lebih nyaman dan panjang bagi mereka yang terkena penyakit sanggup tercapai.
Aplikasi teknik nuklir, baik aplikasi radiasi maupun radioisotop, sangat dirasakan keuntungannya semenjak acara penggunaan tenaga atom untuk maksud tenang dilancarkan pada tahun 1953. Dewasa ini penggunaannya di bidang kedokteran sangat luas, sejalan dengan pesatnya perkembangan bioteknologi, serta didukung pula oleh perkembangan instrumentasi nuklir dan produksi radioisotop umur pendek yang lebih menguntungkan ditinjau dari segi medik. Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi, sanggup mengakibatkan peruba.hari fisis, kimia dan biologi pada materi yang dilaluinya. Perubahan yang terjadi sanggup dikendalikan dengan jalan menentukan jenis radiasi (α, β, γ atau neutron) serta mengatur takaran terserap, sesuai dengan imbas yang ingin dicapai. Berdasarkan sifat tersebut, radiasi sanggup dipakai untuk penyinaran pribadi menyerupai antara lain pada radioterapi, dan sterilisasi. Selain itu, radiasi yang dipancarkan oleh suatu radioisotop, lokasi dan distribusinya sanggup dideteksi dari luar badan secara tepat, serta aktivitasnya sanggup diukur secara akurat; sehingga penggunaan radioisotop sebagai tracer atau perunut, sangat bermanfaat dalam studi metabolisme, serta teknik pelacakan dan penatahan banyak sekali organ tubuh, tanpa harus melaksanakan pembedahan.
2. Kedokteran Nuklir
Ilmu Kedokteran Nuklir ialah cabang ilmu kedokteran yang memakai sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga sanggup dipakai untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop sanggup dimasukkan ke dalam badan pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan materi biologis antara lain darah, cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari badan pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis banyak sekali penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada kanal pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang sanggup diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada dikala ini berkembang pesat.
Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, contohnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap derma obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang sulit dikendalikan dengan memakai terapi obat-obatan biasa. Bila untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam takaran yang sangat kecil, maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam takaran yang besar terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada selesai tahun 1960an, yaitu sehabis reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga hebat Indonesia dibantu oleh tenaga hebat dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung impian Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kedokteran nuklir dengan memakai kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama Renograf.
Radioisotop dan Teleterapi
Henry Bacquerel penemu radioaktivitas telah membuka cakrawala nuklir untuk kesehatan. Kalau Wilhelm Rontgen, menemukan sinar-x ketika gambar jari dan cincin istrinya ada pada film. Maka Marie Currie mendapatkan hadiah Nobel atas penemuannya Radium dan Polonium dan dengan itu pulalah hingga dengan 1960-an Radium telah dipakai untuk kesehatan hampir mencapai 1000 Ci. Tentunya ini sebuah jumlah yang cukup besar untuk kondisi dikala itu. Masyarakat kedokteran memakai radioisotop Radium ini untuk pengobatan kanker, dan dikenal dengan Brakiterapi. Meskipun kemudian banyak ditemukan radiosiotop yang lebih menjanjikan untuk brakiterapi, sehingga Radium sudah tidak direkomendasikan lagi
Selain untuk Brakiterapi, radisotop Cs-137 dan Co-60 juga dimanfaatkan untuk Teleterapi, meskipun belakangan ini teleterapi dengan memakai radioisotop Cs-137 sudah tidak direkomendasikan lagi untuk digunakan. Meskipun pada dekade belakangan ini jumlah pesawat teleterapi Co-60 mulai menurun digantikan dengan akselerator medik . Radioisotop tersebut selain dipakai untuk brakiterapi dan teleterapi, dikala ini juga telah banyak dipakai untuk keperluan Gamma Knife, sebagai suatu cara lain pengobatan kanker yang berlokasi di kepala.
Teleterapi ialah perlakuan radiasi dengan sumber radiasi tidak secara pribadi berafiliasi dengan tumor. Sumber radiasi pemancar gamma menyerupai Co-60 pemakaiannya cukup luas, sebab tidak memerlukan pengamatan yang rumit dan hampir merupakan pemancar gamma yang ideal. Sumber ini banyak dipakai dalam pengobatan kanker/tumor, dengan jalan penyinaran tumor secara pribadi dengan takaran yang sanggup mematikan sel tumor, yang disebut takaran letal. Kerusakan terjadi sebab proses eksitasi dan ionisasi atom atau molekul. Pada teleterapi, penetapan takaran radiasi sangat penting, sanggup berarti antara hidup dan mati. Masalah dosimetri ini ditangani secara sangat ketat di bawah pengawasan Badan Internasional WHO dan IAEA bekerjasama dengan laboratorium-laboratorium standar nasional.
Orang pertama yang memakai radioisotop nuklir sebagai tracer (perunut) pada 1913-an ialah GC Havesy, dan dengan tulisannya dalam Journal of Nuclear Medicine, Havesy mendapatkan hadiah Nobel Kimia 1943. Prinsip yang ditemukan Havesy inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam Kedokteran Nuklir, baik untuk diagnosa maupun terapi. Radioisotop untuk diagnosa penyakit memanfaatkan instrumen yang disebut dengan Pesawat Gamma Kamera atau SPECT (Single Photon Emission Computed Thomography). Sedangkan aplikasi untuk terapi sumber radioisotop terbuka ini seringkali para pakar menyebutnya sebagai Endoradioterapi.
Rutherford dan Teknologi Pemercepat Radioisotop
Penemuan Rutherford memperlihatkan jalan pada munculnya teknologi pemercepat radioisotop, sehingga J Lawrence sanggup memakai Siklotron Berkeley sanggup memproduksi P-32, yang merupakan radioisotop artifisial pertama yang dipakai untuk pengobatan leukimia. Sekitar 1939, I-128 diproduksi pertama kalinya dengan memakai Siklotron, namun dengan keterbatasan pendeknya waktu paro, maka I-131 dengan waktu paro 8 hari diproduksi. Perkembangan teknologi Siklotron untuk kesehatan menjadi penting sehabis beberapa produksi radioisotop dengan waktu paro pendek mulai dimanfaatkan dan sebagai dasar utama PET (Positron Emission Tomography).
Radioisotop selain diproduksi dengan pemercepat, juga sanggup diproduksi dengan reaktor nuklir. Majalah Science telah mengumumkan bahwa reaktor nuklir penghasil radioisotop pada 1946, dan berdasarkan Baker hingga sekitar 1966 ada 11 reaktor nuklir di Amerika Serikat memproduksi radiosisotop untuk melayani kesehatan. Perkembangan teknologi reaktor juga dikala ini dimanfaatkan untuk produksi secara in-situ aktivasi Boron untuk pengobatan penyakit maligna dan biasanya dikenal dengan BNCT (Boron Netron Capture Therapy ). Meskipun dikala ini banyak juga berkembang BNCT dengan metode akselerator.
Generator radioisotop-pun dikala ini juga berperan besar dalam memproduksi radioisotop untuk kesehatan, terutama kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo-99/Tc-99m merupakan dampak faktual dalam aplikasi nuklir untuk kesehatan dan farmasi. Dengan generator ini masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak terhadap daerah yang memproduksi radioisotop, selain juga mengurangi takaran yang diterima oleh pasien.
3. Teknik Pengaktivan Neutron
Teknik nuklir ini sanggup dipakai untuk menentukan kandungan mineral badan terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam badan dengan jumlah yang sangat kecil (Co,Cr,F,Fe,Mn,Se,Si,V,Zn dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaannya sangat tinggi. Di sini pola materi biologik yang akan idperiksa ditembaki dengan neutron.
4. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-x. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-x yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka sanggup ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang perempuan pada usia menopause (matihaid) sehingga mengakibatkan tulang muda patah.
5. Three Dimensional Conformal Radiotheraphy (3d-Crt)
Terapi Radiasi dengan memakai sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi telah usang dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronik maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade ini telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan memakai pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melaksanakan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memperlihatkan paparan radiasi dengan takaran yang sempurna pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini semenjak tahun 1985 telah berkembang metoda pembedahan dengan memakai radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Dengan teknik ini kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi sanggup diatasi dengan baik oleh pisau gamma ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan yang terpenting tanpa merusak jaringan di luar target.
6. Sterilisasi Alat Kedokteran
Alat/bahan yang dipakai di bidang kedokteran pada umumnya harus steril. Banyak di antaranya yang tidak tahan terhadap panas, sehingga tidak bisa disterilkan dengan uap air panas atau dipanaskan. Demikian pula sterilisasi dengan gas etilen oksida atau materi kimia lain sanggup menjadikan residu yang membahayakan kesehatan. Satu-satunya jalan ialah sterilisasi dengan radiasi, dengan sinar gamma dan Co-60 yang sanggup memperlihatkan hasil yang memuaskan. Sterilisasi dengan cara tersebut sangat efektif, higienis dan praktis, serta biayanya sangat murah. Untuk transpiantasi jaringan biologi menyerupai tulang dan urat, serta amnion chorion untuk luka bakar, juga disterilkan dengan radiasi.
7. Penutup
Dapat dikemukakan bahwa teknik nuklir sangat berperan dalam penanggulangan banyak sekali duduk kasus kesehatan manusia. Banyak duduk kasus yang sebelumnya dengan metode konvensional tidak terpecahkan, dengan teknik nuklirdapatterpecahkan. Yang terpenting ialah kemajuan-kemajuan baik di bidang diagnosis maupun terapi haruslah ditujukan untuk keselamatan, kemudahan, kesembuhan dan kenyamanan pasien. Dengan kemajuan iptek di bidang instrumentasi nuklir, bioteknologi dan produksi isotop umur pendek yang menguntungkan ditinjau dan segi medik dan pendeteksian/pengukuran; dibutuhkan bahwa impian hidup yang lebih nyaman dan panjang bagi mereka yang terkena penyakit sanggup tercapai.
Sumber http://fisika-indonesia.blogspot.com
EmoticonEmoticon