1. Pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian
2. Peningkatan akomodasi dan kemampuan mengakses pangan
3. Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal
4. Peningkatan status gizi masyarakat
5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan
Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com- Kapasitas produksi domestik, (a) laju peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun (b) belum berkembangnya kapasitas produksi pangan tempat dengan teknlogi sesifik lokasi alasannya kendala inrastruktur pertanian ; (c) petani umumnya skala kecil (kurang dari 0,5 hektar) yang berjumlah 13,7 juta KK menjadikan aksesibilitasnya terbatas terhadap sumber permodalan, teknologi, sarana produksi dan pasar (d) banyak dijumpai kasus terhambatnya distribusi sarana produks khususnya pupuk bersubsidi, (e) lambatnya penerapan teknologi akhir kurang insentif ekonomi dan problem sosial petani
- Kelestarian sumberdaya lahan dan air Saat ini tingkat alih fungsà lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran dll) di Indonesia diperkirakan 106.000 ha/5 th . Kondisi sumber air di Indonesia cukup memperihatinkan, tempat tangkapan air yakni tempat ajaran sungai (DAS) kondisi lahannya sangat kritis akhir pembukaaan hutan yang tidak terkendali. Defisit air di Jawa sudah terjadi semenjak tahun 1995 dan terus bertambah hingga tahun 2000 telah mencapai 52,8 milyar m3 per tahun. Sejak 10 tahun terakhir terjadi banjir dengan pengikisan ahli dan ancaman tanah longsor pada isu terkini hujan bergantian dengan kekeringan ahli pada isu terkini kemarau. Bila laju degradasi terus berjalan maka tahun 2015 diperkirakan defisit air di Jawa akan mencapai 14,1 miliar m³ per tahun.
- Cadangan pangan. Adanya kondisi iklim yang tidak menentu sehingga sering terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang tahun, serta sering timbulnya tragedi yang tidak terduga (banjir, longsor, kekeringan, gempa) memerlukan sistem pencadangan pangan yang baik. Saat ini belum optimalnya :(1) sistem cadangan pangan tempat untuk mengantisipasi kondisi darurat petaka minimal 3 (tiga) bulan , (2) cadangan pangan hidup (pekarangan, lahan desa, lahan tidur, tumbuhan bawah tegakan perkebunan), (3) kelembagaan lumbung pangan masyarakat dan forum cadangan pangan komunitas lainnya, (4) sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan ataupun forum perjuangan lainnya
2. Peningkatan akomodasi dan kemampuan mengakses pangan
- Pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Masyarakat yang rendah dalam mengakses pangan ada pada golongan masyarakat miskin, yang diperkirakan sekitar 14.7 persen atau sekitar 34.9 juta pada tahun 2008. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sekitar 68 persen tinggal di pedesaan damana umumnya adala petani.
- Kelancaran distribusi dan jalan masuk pangan. Masalah yang dijumpai yaitu : (1) infrastruktur distribusi, (2) sarana dan prasarana pasca panen, (3) pemasaran dan distribusi antar dan keluar tempat dan isolasi daerah, (4) sistem gosip pasar, (5) keterbatasan Lembaga pemasaran daerah, (6) kendala distribusi alasannya pungutan resmi dan tidak resmi, (7) kasus penimbunan komoditas pangan oleh spekulan, (8) adanya penurunan jalan masuk pangan pangan alasannya terkena bencana
- Penjaminan Stabilitas Harga Pangan. Isu ini stabilitas harga pangan penting alasannya : (1) masa panen yan tidak merata sepanjang bulan, sehigga harga tinggi pada masa panen dan rendah pada waktu isu terkini panen, (b) harga pangan dunia semakin tidak menentu,dan indonesa sangat rentang terhadap imbas pasar dunia. Disamping itu dengan adanya stabilitas harga pangan akan menguatkan posisi tawar petani dan menjamin jalan masuk pangan masyarakat
3. Peningkaan Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal
- Konsumsi beras masih cukup tinggi yaitu sebesar 105,2 kg/kap/thn (Susenas 2005), Walaupun Kualitas konsumsi terus meningkat dan pada tahun 2005 mencapai 79,1 dan 2007 mencapai 83.1, namun konsumsi pangan sumber protein, sumber lemak dan vitamin/mineral masih jauh dari harapan. Konsumsi pangan dengan materi baku terigu mengalami peningkatan yang sangat tajam yakni sebesar sebesar 19,2 persen untuk masakan mie dan makan lain berbahan terigu 7.9 persen pada periode 1999-2004. Pada ketika ini konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia gres mencapai 6,6 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini lebih rendah dibanding Malaysia dan Filipina yang masing-masing mencapai 48 kg/kap/tahun dan 18 kg/kapita/tahun
- Faktor penyebab belum berkembangannya yaitu : (1) belum berkembangnya teknologi sempurna guna dan terjangkau mengenai pengolahan pangan berbasis tepung umbi-umbian lokal dan pengembangan aneka pangan lokal lainnya, (2) belum berkembangnya bisnis pangan untuk peningkatan nilai tambah ekonomi melalui penguatan kerjasama pemerintah-masyarakat-dan swasta, (3) belum optimalnya perjuangan perubahan perlaku diversifikasi konsumsi pangan dan gizi semenjak usia dini melalui jalur pendidikan formal dan non formal, (4) rendahnya gambaran pangan lokal, (5) belum optomalnya Pengembangan kegiatan perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya melalui peningkatan dan penguatan kegiatan fortifikasi pangan dan kegiatan suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A
4. Peningkatan status gizi masyarakat
- Jumlah anak balita dengan status gizi jelek diperkirakan sebesar 8.81 persen (sekitar 5 juta jiwa) dan gizi kurang sebesar 19,0 persen dan beberapa problem gizi lainnya menyerupai anemia gizi besi (AGB), gangguan akhir kekurangan iodium (GAKI) dan kurang vtamin A (KVA) masih terjadi (2005). Masalah kurang energi kronis (KEK) yaitu 16,7 persen pada 2003. Pada ketika yang bersamaan pada kelompok usia produktif juga terdapat problem kegemukan (IMT>25) dan obesitas (IMT>27).
- Peningkatan staus gizi harus dilakukan dengan dalam rangka mengurangi jumlah penderita gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro yang diprioritas pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu, ibu hamil dan calon ibu hamil/remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi hingga usia dua tahun tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya. Hal ini sanggup ditempuh melalui : (1) komunikasi, gosip dan edukasi wacana gizi dan kesehatan , (2) penguatan kelembagaan pedesaan menyerupai Posyandu, PKK, dan Dasa Wisma; (3) peningkatan efektivitas fungsi koordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta di sentra dan daerah, dibidang pangan dan gizi
5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan
- Saat ini masih cukup banyak dipakai materi tambahan pangan (penyedap, pewarna pemanis, pengawet, pengental, pemucat dan anti gumpal) yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan.
- Masih kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat konsumen maupun produsen (khususnya industri kecil dan menengah) terhadap keamanan pangan, yang ditandai merebaknya kasus keracunan pangan baik produk pangan segar maupun olahan.
- Belum ada sangsi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan keamanan pangan. Oleh alasannya itu usaha-usaha untuk pencegahan dan pengendalian keamanan pangan harus dilakukan
EmoticonEmoticon