Senin, 23 April 2018

Kriminalitas Dikalangan Pelajar

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, yaitu kriminalitas di kalangan remaja. Dalam aneka macam program liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada gosip mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di masyarakat.

Tentu saja tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi, mulai dari tawuran antarsekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja dianggap kian meresahkan publik. Tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan kepolisian untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja tersebut.

Sebelumnya akan saya paparkan contoh beberapa tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar yang di muat di harian Kompas (2009-2011):
1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun terhadap korbannya yang masih berusia dibawah umur  di Probolinngo Jawa Timur.
2. Tawuran antarpelajar SMP yang terjadi di Jakarta menelan korban jiwa karen para pelaar membawa senjata tajam.
3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung sekolah, ketika di tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah mengambil beberapa handphone yang berada di gedung sekolah tersebut.
4. Di Serang, seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mendalangi perampasan motor serta pencurian di tempat parkir. Setelah diintrogasi oleh polisi, ternyata aksi tersebut sudah dilakukan sebanyak  sembilan kali.
Beberapa contoh diatas telah sedikit menunjukkan citra kepada kita wacana fenomena yang terjadi di sekitar kita. Kita sendiri mungkin masih menyangsikan bahwa perbuatan kriminalitas tersebut di lakukan oleh kalangan pelajar. Karena sejatinya pelajar tugasnya hanyalah mencar ilmu dan tetap berapa di lingkungan yang aman dan sehat, bukan lingkungan yang jelek penuh dengan hal-hal yang mengarah kepada tindakan kriminalitas.
B . Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat luas umumnya wacana fenomena yang baru-baru ini terjadi di sekitar kita.
2. Memberikan citra kepada para generasi muda (pelajar) wacana kriminalitas itu sendiri serta wacana akhir yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.
C. Ruang Lingkup
Adapun penulisan makalah ini meliputi pengertian tindakan kriminal dan perbuatan yang termasuk didalamnya, jenis-jenis penjahat (orang melaksanakan perbuatan kriminal), faktor pendorong perbuatan kriminal, ancaman dari perbuatan kriminal, serta cara supaya tidak terjerumus dan melaksanakan perbuatan kriminal.
D . Perumusan Masalah
1. Apa pengertian tindakan kriminal?
2. Apa saja perbuatan yang termasuk tindakan kriminal?
3. Bagaimana pembagian kejahatan berdasarkan jenis penjahat (orang melaksanakan tindakan kriminal)?
4. Apa faktor pendorong tindakan kriminal?
5. Apa akhir  yang ditimbukan  dari tindakan kriminal?
6. Bagaimana supaya tidak terjerumus dalam tindakan kriminal (tindakan previntif)?


PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriminalitas
Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar aturan atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal yaitu seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok dan juga t3r0ris. Meskipun kategori terakhir ini agak berbeda lantaran seorang t3r0ris berbeda dengan seorang kriminal, melaksanakan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti.
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan tragedi herediter (bawaan semenjak lahir, warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laris kriminalitas itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik perempuan maupun pria; sanggup berlangsung pada usia anak, cukup umur ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar misalnya, didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, lantaran terppaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi tragedi pembunuhan. (Kartini Kartono, 2005:139)
B. Perbuatan Yang Termasuk Tindakan Kriminal
Beberapa perbuatan yang tergolong dalam perbuatan kriminal antara lain:
1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan hingga mati, pengracunan hingga mati.
2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan,
3. Pelanggaran sec dan pemerkosaan.
4. Maling, mencuri.
5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan.
6. Pemalsuan, penggelapan, fraude.
7. Korupsi, penyogokan, penyuapan.
8. Pelanggaran ekonomi.
9. Penggunaan senjata api dan perdagangan gelap senjata-senjata api.
10. Pelanggaran sumpah.
11. Bigami yaitu kawin rangkap satu saat.
12. Kejahatan-kejahatan politik.
13. Penculikan.
14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

C. Pembagian Kejahatan Menurut Tipe Penjahat
Pembagian kejahatan berdasarkan tipe penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro Lambroso, ialah sebagai  berikut :
1. Penjahat semenjak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan kelainan-kelainan bentuk jasmani, bagian-bagian tubuh yang abnormal, stigmata atau noda fisik, anomali cacat dan kekuangan jasmaniah. Misalnya bentuk tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-keanehan susunan otak seolah-olah binatang. Wajah yang sangat buruk, rahang melebar, hidung yang miring, tulang dahi yang masuk melengkung ke belakang, dan lain-lain.
2. Penjahat dengan kelainan jiwa, misalnya:gila, setengah gila, idiot, debil, imbesil, dihinggapi histeria, melankoli, epilepsi atau ayan, dementia yaitu lemah pikiran, dementia praecox atau lemah pikiran yang sangat dini, dan lainlain.
3. Penjahat dirangsang oleh dorongan libido secualis atau nafsu-nafsu sec.
4. Penjahat lantaran kesempatan. Misalnya terpaksa melaksanakan kejahatan lantaran keadaan yang luar biasa, dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran kecil. Fia membaginya dalam pseudo-criminals (pura-pura) dan criminaloids.
5. Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai kebiasaan yang buruk, asosiasi sosial yang asing atau menyimpang dari pola kelakuan umum, sehingga sering melanggar undang-undang dan norma sosial, kemudian banyak melaksanakan kejahatan.
D. Faktor Pendorong Tindakan Kriminalitas
Menurut Kartini Kartono (2005) ada tiga faktor penting yang memainkan peranan besar dalam membentuk pola kriminal, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis masakan menunjukkan imbas dietetis, yang menunjukkan efek terhadap agresivitas terhadap manusia. Individu-individu dan kelompok suku bangsa pemakan daging yang intensif, pada umumnya lebih garang dan lebih ganas daripada mereka pemakan materi tumbuh-tumbuhan. Maka, kecenderungan berbuat kriminal itu lebih banyak terdapat pada kelompok-kelompok pemakan daging.
2. Lingkungan alam yang teduh dan tenang di daerah-daerah pedesaan dan pegunungan yang subur menunjukkan efek yang menenangkan. Sedang daerah-daerah kota dan industri yang penuh padat dan bising penuh hiruk-pikuk yang memekakkan, menunjukkan efek membingungkan, mengacau menekan/mencekam dan menstimulasi penduduknya menjadi kanibal-kanibal (kejam, bengis, mendekati kebiadaban), dan jahat.
3. Masyaraka primitif dan masyarakat desa dengan kelompok-kelompok “face to face” yang masih intim menunjukkan kontrol sosial dan sanksi-sanksi sosial lebih ketat kepada segenap warga masyarakatnya. Sedang masyarakat urban yang kompleks, sangat heterogin dan atomistik itu membuat norma-norma soaial dan sanksi-sanksi sosial menjadi sangat longgar, sehingga orang cenderung bertingkah laris semau sendiri yang menjurus kepada pola-pola yang kriminal.
Sementara berdasarkan Rauf (2002) sikap yang menyimpang (tindakan kriminalitas) sanggup dipengaruhi oleh tiga kutub, yaitu:
1. Kutub keluarga (rumah tangga), dalam aneka macam penelitian yang telah dilakukan dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan berperilaku menyimpang, lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kriteria kondisi keluarga kurang sehat tersebut berdasarkan para jago adalah, antara lain :
• Keluarga tidaak utuh (broken home by death, separation, divorce)
• Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang renta dan anak di rumah.
• Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk).
• Substitusi ungkapan kasih sayang orang renta kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut yaitu rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja :
• Hubungan jelek atau cuek antara ayah dan ibu
• Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga
• Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang renta atau oleh kakek/nenek
• Campur tangan tau perhatian yang berlebihan dari orang rua kepada anak
• Sikap orang renta yang cuek dan tak hirau terhadap anak
• Orang renta yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
• Kurang stimuli kognitif atau sosial
• Lain-lain contohnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan sebagainya.
2. Kutub sekolah, kondisi sekolah yang tidak baik sanggup mengganggu belajar-mengajar anak didik, yang pada gilirannya sanggup menunjukkan peluang pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain:
• Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas noonguru yang tidak memadai
• Kesejahteraan guru yang tidak memadai
• Kurikulum sekolah yang perlu ditinjau kembali
• Lokasi sekolah di kawasan rawan, dan lain sebagainya
3. Kutub masyarakat (kondisi lingkungan sosial), faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan sanggup menjadi faktor yang aman bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini sanggup dibagi  dalam dua bagian, yaitu faktor kerawanan msyarakat dan faktor kawasan rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut antara lain :
• Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan)
 Tempat-tempat hiburan yang dibuka hingga larut malam bahkan hingga dini hari
 Peredaran alkohol, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya
 Pengangguran
 Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
 Wanita tuna susila (Wts)
 Beredarnya bacaan, tontonan dan lain-lain yang sifatnya p0rn*grafis
 Perumahan kumuh dan padat
 Pencemaran lingkungan
 Kesenjangan sosial
 Tindak kekerasan dan kriminalitas
• Daerah rawan (rawan kamtibmas)
 Penyalahgunaan alkohol, narkotika, dan zat adiktif lainnya
 Perkelahian perorangan atau kelompok/masal
 Kebut-kebutan
 Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
 Perkosaan
 Pembunuhan
 Tindak kekerasan lain
 Pengrusakan
 Corat-coret
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja badung cenderung mempunyai aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menjadikan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang masuk akal dan begitu pula sebaliknya. Banyak penelitian yang dilakukan para jago menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan serasi mempunyai kemampuan dalam mengikuti keadaan dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya (Hurlock, 1973).
Selanjutnya Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai adaptasi diri yang baik di sekolah, biasanya mempunyai latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan lantaran anak yang berasal dari keluarga yang serasi akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan lantaran semakin sedikit problem antara orangtua, maka semakin sedikit problem yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya kalau anak mempersepsi keluarganya acak-acakan atau kurang serasi maka ia akan terbebani dengan problem yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut.
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi sikap kenakalan pada remaja yaitu konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga mempunyai efek yang besar terhadap keseluruhan sikap yang ditampilkan. Shavelson & Roger (1982) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, evaluasi orang lain, atribut, dan tingkah laris dirinya. Bagimana orang lain memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain wacana individu akan dijadikan teladan untuk menilai dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979).
 Masa remaja merupakan ketika individu mengalami kesadaran akan dirinya wacana bagaiman pendapat orang lain wacana dirinya (Rosenberg dalam Demo & Seven-Williams, 1984). Pada masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak hanya bisa membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain wacana tentang dirinya ( Conger, 1977).
 Oleh lantaran itu balasan dan evaluasi orang lain wacana diri individu akan sanggup kuat pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Conger ( dalam Mönks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja badung biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan mengambarkan kontrol batin yang kurang. Sifat–sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam Gunarsa, 1983) menyampaikan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak badung biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah.
Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang serasi dan mempunyai konsep diri negatif kemungkinan mempunyai kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja badung dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga serasi dan mempunyai konsep diri positif.
E. Akibat Dari Melakukan Tindakan Kriminal
Sebenarnya ada banyak akhir yang ditimbukan dari hal tersebut, diantaranya:
1. Berurusan dengan hukum, dieksekusi sesuai dengan perbuatannya.
2. Terkena hukuman sosial dari masyarakat mulai dari dikucilkan hingga diasingkan.
3. Terancam dikeluarkan dari dingklik sekolah, dan sebagainya

F. Upaya Mencegah Tindakan Kriminalitas
Upaya preventif (pencegahan) hendaknya dilakukan di tiga kutub (kutub keluarga, kutub sekolah dan kutub masyarakat/sosial).
1. Di rumah/keluarga
Hendaknya semua orang renta bisa membuat kondisi keluarga/rumah tangga yang aman bagi perkembangan sehat anak/remaja, dan kriteria keluarga sehat adalah:
• Kehidupan beragama dalam keluarga
• Mempunyai waktu bersama dalam keluarga
• Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
• Saling menghargai antar anggota keluarga
• Mampu menjaga kesatuan dan keutuhan keluarga
• Mempnyai kemampuan untuk menuntaskan krisis keluarga secara positif dan konstruktif
2. Di sekolah
Hendaknya pengelola sekolah bisa membuat kondisi sekolah yang aman bagi proses mencar ilmu mengajar anak didik. Kondisi sekolah yang aman bagi proses mencar ilmu mengajar diantaranya:
• Sarana dan prasarana sekolah yang memadai
• Kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru
• Kuantitas dan kualitas tenaga non guru yang memadai
• Kesejahteraan guru (kondisi sosial-ekonomi guru) perlu diperbaiki, kiprah rangkap guru antar sekolah sebaiknya dihindarkan
• Kurikulum sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau kembali. Di sekolah bukan semata-mata perkembangan mental-intelektual (kognitif) anak didik yang diutamakan, melainkan juga perkembangan mental-emosional dan mental-sosial jangan hingga tidak diperhatikan.
• Lokasi sekolah hendaknya tidak berada di kawasan rawan, jauh dari kawasan perbelanjaan, pusat-pusat hiburan/keramaian.
3. Di masyarakat/lingkungan sosial
Hendaknya para pamong, pegawanegeri kamtibmas, tokoh/pemuka masyarakat bisa membuat kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman dan tentram, bebas dari segala bentuk kerawanan, misalnya:
• Tempat pemukiman tidak bercampur dengan pusat-pusat perbelanjaan, hiburan dan sebangsanya.
• Tempat pemukiman bebas wts
• Tempat pemukiman bebas dari tempat-tempat penjualan/peredaran alkohol, narkotika, dan obat-obat terlarang lainnya (drug fre environment)
• Tempat pemukiman hendaknya bebas polusi, tidak kumuh dan tidak padat
• Tempat pemukiman bebas dari anak-anak jalanan, pengangguran dan bergadang hingga larut malam, mabuk-mabukan dan tindak menyimpang lainnya yang sanggup mengganggu lingkungan.
• Tempat pemkiman tidak terlalu mencolok satu dengan yang lain supaya kesenjangan sosial dihindari.


KESIMPULAN


Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar aturan atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Sementara itu, kriminalitas yang akhir-akhir ini marak dilakukan oleh pelajar merupakan suatu fenomena yang membuat hati kita miris.
Para pelajar yang masih tergolong anak dibawah umur tersebut telah berani melaksanakan tindakan yang sangat tidak terpuji. Mereka mencuri, merusak, memperkosa bahkan membunuh. Tindakan mereka ini sudah merupakan hal yang melanggar hukum.
Segala penyimpangan yang terjadi ini bahwasanya diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor internal dalam keluarga, selanjutnya yaitu faktor dari sekolahnya sendiri yang kurang kondusif, serta yang terakhir yaitu faktor dari masyarakat/lingkungan sosialnya.
Untuk itu peranan orang renta dan lingkungan sekitar harus menunjukkan contoh-contoh yang baik sebagai kepribadian yang terbentuk akan baik pula.


DAFTAR PUSTAKA

Kartini, Kartono. Patologo Sosial. Jakarta: Pt RajaGrafindo.2005
Rauf, dkk. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja Dan Kamtibmas. Jakarta: Bp. Dharma Bhakti. 2002
Sumber http://makalahtugasmu.blogspot.com


EmoticonEmoticon