ONTOLOGI DALAM ILMU SOSIAL
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Filsafat Ilmu
Yang dibina oleh Bapak. Waskito, S.Sos.,M.Hum
Oleh:
Bimo Seno 120732436492
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PRODI SEJARAH
JURUSAN ILMU SEJARAH
Oktober 2013
KATA PENGANTAR
Syukur yang tak terhingga kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul ‘Alamin yang tiada henti-hentinya mengalirkan segala kearifan dalam setiap kalbu hambanya yang haus dan cinta akan ilmu yang dengannya tiada akan pernah kering samudera pikir dan terbukalah setiap mata hati. Begitu pula dengan segala rahmat dan hidayah-Nya-lah sehingga makalah yang berjudul ” ONTOLOGI DALAM ILMU SOSIAL” sanggup terselesaikan.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi kiprah matakuliah Sejarah Indonesia Kuno. Selain itu juga, ucapan terima kasih terbesar dipersembahkan pada seorang yang telah memberi arah dan penuntun dalam gelap dan buntu tatapan mata kami dalam mengetuk tiap-tiap pintu khazanah budaya, diantaranya :
- Bapak Waskito sebagai pembina matakuliah Sejarah Indonesia Madya
- Orangtua di rumah yang tak pernah hentinya memperlihatkan pertolongan materil dan doa serta segala bentuk dukungannya.
Demikianlah makalah ini dibentuk dan tidak menutup kemungkinan dalam penyusunannya terdapat kekurangan dan kesalahan didalamnya. Oleh lantaran itu, kami mengharapkan saran dan komentarnya yang sanggup dijadikan masukan dalam penyusunan laporan kiprah selanjutnya.
Malang, 9 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penulisan 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ontologi 3
2.2. Hubungan Ontologi dan Ilmu Sosial 5
2.3. Peran Ontologi Dalam Ilmu Sosial 10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan 13
DAFTAR RUJUKAN 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Filsafat mulai muncul pada kala ke-7 sebelum masehi. Filsafat yaitu pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan cukup umur dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Superlan Suhartono menyatakan ilmu pengetahuan terbagi menjadi empat yaitu ilmu alam, ilmu kemanusiaan, ilmu sosial dan ilmu ketuhanan.
Filsafat ilmu yaitu merupakan penggalan dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, perkiraan dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk sanggup menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan sanggup disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu sanggup menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara memilih validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam kebijaksanaan sehat yang sanggup dipakai untuk mendapat kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang mempunyai pandangan yang bersifat ontologis dikenal ibarat Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales populer sebagai filsuf yang pernah hingga pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Ontologi yaitu cabang filsafat ilmu yang membicarakan wacana hakikat ilmu pengetahuan. Dalam penelitian kuantitatif, ontologi muncul dalam bentuk
aliran-aliran, contohnya idealism, rasionalisme, materialisme, dan sebagainya. Keterkaitan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif memang tidak perlu diragukan jadi ontologi itu yaitu ilmu yang membahas seluk-beluk ilmu.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
- kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
- Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut mempunyai kualitas tertentu, ibarat contohnya daun yang mempunyai warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
1.2.Rumusan Masalah
2. Bagaimana korelasi ontologi dalam ilmu sosial?
3. Bagaimana kiprah Ontologi dalam ilmu sosial?
1.3.Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui korelasi ontologi dalam ilmu sosial.
3. Untuk mengetahui bagaimana peranan Ontologi dalam study-study dalam ilmu sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Ontologi
Dalam kamus besar ilmu pengetahuan, ontologi berasal dari kata yunani ontos (ada) dan logos (ilmu)(1). Sedangkan inggrisnya ontology. secara istilah diartikan sebagai cabang filsafat yang membahas sifat-sifat pokok dari keberadaan hal ihwal, misalnya: banyak sedikitnya sesuatu, niscaya-tidaknya, tampak-tidaknya, kadar aktualisasi dan potensialitasnya, teladan perubahan katagori waktunya dan kadar ketergantungannya pada sesuatu yang lain.(2) sementara itu surajiyo (2005), mengartikan ontology dengan ilmu pengetahuan atau aliran wacana yang ada.(3) Dari beberapa arti wacana ontologi yang telah disebutkan, sekiranya sanggup diambil makna ontologi kaitannya dengan filsafat ilmu, yaitu cabang dari filsafat ilmu (4) yang objek pembahasanya yaitu segala sesuatu yang ada yang berada di alam fisik yang bisa diamati atau ditangkap oleh panca indra. Menurut Ali Mudhlofir (dalam Surajiyo, 2005)(5), orang yang jago dalam kasus ontologi disebut sebagai ontologis.
Sejak dini dalam pikiran orang barat sudah menandakan munculnya perenungan Sejak dini dalam pikiran orang Barat sudah menandakan munculnya perenungan ontologis, sebagaimana Thales (625-545 SM) saat ia merenungkan dan mencari apa sesungguhnya hakikat “yang ada” (being) itu, yang pada kesannya ia berkesimpulan bahwa asal seruan dari segala sesuatu (yang ada) itu yaitu air. duduk kasus dalam keberadaan atau ontologis, ada tiga pandangan yang masing-masing menjadikan aliran yang berbeda, tiga segi pandangan yaitu:
(1)Berbeda dengan yang disampaikan oleh surajiyo (2005). Ontologi berasal dari kata ta onta (segala sesuatu yang ada dan logia ( aliran atau ilmu pengetahuan), lihat hal.118. tetapi pada esensinya mempunyai maksud yang sama.
(2) Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997, hal. 744.
(3)Surajiyo, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005, hal. 5.
(4) Kenapa disebut sebagai cabang filsafat ilmu bukan filsafat, lantaran memang ontologi dibawah cabang filsafat ilmu, sedang filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat. Lihat Jujun S Suriasumantri (1988), hal. 32.
(5)Surajiyo, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005, hal. 118.
1. Keberadaan dipandang dari segi jumlah (kuantitas) sehingga melahirkan beberapa aliran sebagai jawabannya yaitu: monisme, dualisme dan pluralisme serta agnotisisme yaitu aliran yang mengingkari kesanggupan insan untuk mengetahui hakikat materi dan hakikat rohani dan menolak suatu kenyataan yang mutlak yang bersifat transenden.(6)
2. Keberadaan dipandang dari segi sifat (kualitas), dari segi ini menimbulkan beberapa aliran yaitu spiritualisme dan materialisme.
3. Keberadaan dipandang dari segi proses, insiden atau perubahan. Segi ini melahirkan aliran mekanisme, teologi (serba Tuhan) dan vatalisme.
Dengan ungkapan yang berbeda Louis O Kattsof (dalam M. Zainiddin, 2003) membagi ontologi menjadi 3 bagian, yaitu: ontologi bersahaja, ontologi kuantitatif dan kualitatif serta ontologi monistik. Dikatakan ontologi bersahaja alasannya yaitu segala sesuatu dipandang dalam keadaan sewajarnya dan apa adanya. Dikatakan ontologi kuantitatif lantaran mempertanyakan mengenai tunggal atau jamaknya dan dikatakan ontologi kualitatif lantaran juga berangkat dari pertanyaan apakah yang merupakan jenis kenyataan itu. Sedangkan ontologi monistik adalah kalau dikatakan bahwa kenyataan itu tunggal adanya. Ontologi monistik inilah yang pada gilirannya melahirkan monisme atau idealisme dan materialisme. Dari pembagian duduk kasus wacana keberadaan (ontologi) yang telah dipaparkan diatas, sekiranya sanggup dikompromikan semoga mempunyai kesamaan bahasa (bukan maksud), yaitu: meliputi ontologi kuantitas, ontologi kualitas dan ontologi proses. Ontologi bersahaja lebih cenderung kepada ontologi proses. Sedang ontologi monistik masuk dalam ontologi kuantitatif dan ontologi kualitatif. Sementara itu juga ada yang menbagi ontologi berdasarkan jenis pertanyaan yang diajukan yaitu: What is being? (apakah yang ada itu) yang dijawab dengan aliran monisme, dualisme dan pluralisme. Where is being? (bagaimanakah yang ada itu). Aliran ini beropini bahwa yang ada itu berada di alam ide, adi kodrati,
(6) M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Malang: Bayu Media, 2003, hal. 32
universal, tetap kekal dan abstrak.(7) Aliran ini melahirkan aliran idealisme. dan How is being? (bagaimanakah yang ada itu). Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap kekal atau berubah-ubah? Dalam hal ini Zeno (490-430 SM) beropini bahwa sesuatu itu bekerjsama khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bregson dan Russel, yang menyampaikan bahwa alam ini dinamis, terus bergerak dan merupakan struktur pristiwa yang mengalir terus secara kreatif. Melahirkan aliran materialisme.
2.2.Hubungan Ontologi dalam Ilmu Sosial
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : aliran Materialisme, aliran Idealisme, aliran Dualisme, aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menandakan munculnya perenungan di bidang ontologi. Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Di dalam pemahaman ontologi sanggup diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menandakan munculnya perenungan di bidang ontologi. Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Di dalam pemahaman ontologi sanggup diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, mustahil dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua aliran:
A. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu yaitu materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
(7) M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Malang: Bayu Media, 2003, hal. 32.
Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akhir saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:
1) Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang sanggup diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
2) Pikiran sederhana tidak bisa memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
3) Penemuan-penemuan menandakan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh alasannya yaitu itu, insiden jiwa selalu dilihat sebagai insiden jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam insiden ini. Dalam sejarahnya insan memang bergantung pada benda ibarat pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakekat yaitu benda.
B. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda yaitu ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda yaitu ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
1) Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
2) Manusia lebih sanggup memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
3) Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
4) Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada aliran plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam pandangan gres itu. Kaprikornus idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
4. Dualisme
Dualisme yaitu aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan lantaran adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan lantaran materi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih mempunyai kasus dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi sanggup kita ambil contohnya wacana kalau jiwa sedang sehat, maka tubuh pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya kalau jiwa seseorang sedang penuh dengan sedih dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang tersebut.
Aliran dualisme beropini bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya membuat kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling terang wacana adanya kolaborasi kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini yaitu Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
Aliran dualisme beropini bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya membuat kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling terang wacana adanya kolaborasi kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini yaitu Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
5. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno yaitu anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini yaitu William James (1842-1910 M). Kelahiran New York dan populer sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika.
Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari kebijaksanaan yang mengenal.
6. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah kepercayaan yang tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya yaitu Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak sanggup dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi ancaman itu dengan membuat nilai-nilai baru, dengan transvaluasi semua nilai.
7. Agnotisisme
Agnotisisme yaitu paham yang menyampaikan bahwa insan mustahil mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia mustahil mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab berdasarkan aliran ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan mustahil tahu apa hakikat wacana sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan insan untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan bisa menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan sanggup kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini sanggup kita temui dalam filsafat keberadaan dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang populer dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, insan tidak pernah hidup sebagai suatu saya umum, tetapi sebagai saya individual yang sama sekali unik dan tidak sanggup dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Kaprikornus agnostisisme yaitu paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan insan mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran ini ibarat dengan skeptisisme yang beropini bahwa insan diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan mengalah sama sekali.
Ilmu sosial yaitu sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang bekerjasama dengan insan dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora lantaran menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif.
Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
a) Antropologi, yang mempelajari wacana budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
b) Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat.
c) Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan insan di atas permukaan bumi.
d) Hukum, yang mempelajari sistem hukum yang telah dilembagakan.
e)Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa.
f) Pendidikan, yang mempelajari kasus yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan huruf dan moral.
g) Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok insan (termasuk negara).
h) Psikologi, yang mempelajari tingkah laris dan proses mental.
i) Sejarah, yang mempelajari masa kemudian yang bekerjasama dengan umat manusia.
j) Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan korelasi antar insan di dalamnya
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan pengetahuan alam. Namun sekarang, beberapa penggalan dari ilmu sosial telah banyak memakai metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap sikap insan serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.
Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi wacana tindakan insan serta implikasi dan konsekuensinya. Penelitian ontologi (ilmu alam) dan ilmu sosial sama-sama memakai metode kuantitatif dan kualitatif.
2.3.Peran Ontologi dalam ilmu sosial.
Ontologi sebagai landasan terdasar ilmu yaitu dunia yang jarang di kaji lantaran kebenarannya yang sangat nyaris tak terlintas di benak sebagian besar para penggunailmu. Pada lapisan ontologi lah diletakkannya “undang-undang dasar” dunia ilmu oleh para pendiri sains modern pada masa Renaisans yang merupakan penentu dari ilmu tersebut. Bagaimana dalam ilmu sosial? Apakah peranan Ontologi dalam ilmu sosial tersebut? Apakah sama dengan peranannya dalam ilmu sains?.
Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu untuk menyebarkan dan mengkritisi banyak sekali bangunan sistem pemikiran yang ada.
2. Membantu memecahkan kasus teladan kekerabatan antar banyak sekali eksisten dan eksistensi.
3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada banyak sekali ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.
Ontologi: adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John,ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita wacana realitas. Bagi ilmu sosialontologi memiliki keluasan keberadaan kemanusiaan. Ontologi merupakan cikal bakal pembentukan sebuah peradaban. Artinya baik buruknya suatu peradaban ditentukan oleh ontologi tersebut. Manusia yang menjadi penggalan peradaban tersebut terus memikirkan ke arah mana suatu negara akan dibawa.
Dari klarifikasi tersebut, penyusun sanggup menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori wacana keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi membicarakan wacana hakikat dari sutu benda/sesuatu. Hakikat disini berarti kenyataan yang bekerjsama (bukan kenyataan yang sementara, menipu, dan berubah). Misalnya, pada model pemerintahan demokratis yang pada umumnya menjunjung tinggi pendapat rakyat, ditemui tindakan diktatorial dan tidak menghargai pendapat rakyat. Keadaan yang ibarat inilah yang dinamakan keadaan sementara dan bukan hakiki. Justru yang hakiki yaitu model pemerintahan yang demokratis tersebut.
Ilmu sosial dasar meliputi masalah-masalah sosial yang timbul didalam sebuah masyarakat. Untuk menelaah masalah-masalah sosial tersebut hendaknya terlebih dahulu sanggup mengidentifikasi kenyataan-kenyataan sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tersebut. Sehingga ilmu sosial dasar sanggup dibedakan atas tiga golongan beasar yaitu :
1. Kenyataan-kenyataan sosial yang ada didalam masyarakat, yang secara tolong-menolong merupakan kasus sosial tertentu.
2. Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian wacana kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diharapkan untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dibahas pada ilmu sosial.
3. Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam banyak sekali kenyataan-kenyataan sosial yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan satu sama lain.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme yaitu paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme yaitu aliran yang beropini bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad dan spirit). Pluralisme yaitu paham yang menyampaikan bahwa segala hal merupakan kenyataan. Nihilisme yaitu paham yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Dan agnostisisme yaitu paham yang mengingkari terhadap kemampuan insan dalam mengetahui hakikat benda.
Jadi, sanggup disimpulakan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat wacana apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan banyak sekali nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada kesannya memilih pendapat dan kenyakinan kita masing-masing wacana apa dan bagaimana yang “ada” itu.
DAFTAR PUSTAKA
Dagun, Save M. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN).
Nurrachmawati Nita. giletules.blogspot.com/search?q=pengertian-ilmu-sosial-dasar, diakses 14 September 2013
Stefanus, Supriyanto. 2013. "Filsafat Ilmu". Presasti Pustaka Publisher, Jakarta.
Surajiyo. 2005. Filsafat Ilmu Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Zainuddin, M. 2003. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Malang: Bayu Media, 2003.
Sumber http://makalahtugasmu.blogspot.com
EmoticonEmoticon