Selasa, 31 Juli 2018

Bentuk-Bentuk Tes Kebahasaan, Khususnya Bentuk Tes Bahasa Indonesia

Membicara bentuk-bentuk tes kebahasaan tidak akan lepas dari tujuan utama tes kebahasaaan. Sebagaimana diketahui tes kebahasaaan bertujuan untuk mengukur ranah keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.



1) Tes Menyimak
Dalam kegiatan sehari-hari, menyimak yakni salah satu kegiatan yang sangat penting selain keterampilan yang lainnya. Kegiatan menyimak juga sanggup menambah ilmu atau wawasan yang belum dimiliki di antaranya melalui radio, tv, atau pribadi dari nara sumbernya. Kaprikornus menyimak memegang peranan penting sehabis itu barulah keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Dalam proses berguru mengajar, menyimak sering diabaikan lantaran tanpa diajarkan pun keterampilan ini dilakukan. Sebenarnya apabila kita memahami konsep menyimak, apapun yang dilakukan sepertinya selalu ada proses menyimaknya. Kenyataan ini terjadi di segala sektor kehidupan. Melalui proses menyimaklah seseorang mengenal konsep segala informasi baik berupa ilmu pengetahuan maupun hal-hal lain yang belum kita kenal.

Dalam kegiatan belajar-mengajar, kita ketahui bahwa kompetensi yang dimiliki guru SMP sudah ada lantaran guru SMP yakni mata pelajaran, artinya setiap guru hanya bertanggung jawab pada satu mata pelajaran atau bidang studi saja. Berangkat dari dasar pemikiran ini seharusnya guru pada jenjang ini sanggup menghasilkan anak didik yang lebih baik sesuai dengan impian masyarakat. Tetapi apa yang kita lihat di lapangan sekarang? Kemampuan anak didik kita jauh dari impian yang diharapkan, khususnya dalam kemampuan menyimak. Apakah penyebabnya?
Apakah lantaran kompetensi guru yang terbatas mengakibatkan pada proses belajar-mengajar kurang baik lantaran guru tidak sanggup menentukan mana yang betul dan yang salah, atau siswa kurang meminati pelajaran Bahasa Indonesia lantaran tanpa berguru pun siswa sudah mengetahuinya. Sebaiknya guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar harus mempunyai kompetensi dan menguasai metode, pendekatan, atau teknik lantaran apabila guru tidak mempunyai kemampuan tersebut di atas maka proses pembelajaran yang dilaksanakan akan gagal. Artinya konsep yang akan disampaikan atau yang harus dikuasai siswa tidak jelas. Oleh lantaran itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan teori menyimak yang harus dikuasai oleh seorang guru Bahasa Indonesia supaya dikala melaksanakan proses pengajaran sanggup berhasil dengan baik.

Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai anak sebelum menguasaai keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak pada hakikatnya lebih bersifat kognitif dengan aspek yang lebih tinggi. Kemampuan ini meliputi menerima, menganalisis, memahami, dan menyimpulkan informasi verbal yang disampaikan dalam bahasa target.

Teknik penilaian yang sanggup dilakukan dipaparkan berikut.
1)   Menyebutkan/menuliskan   kembali suatu informasi sederhana (fonem, nama sesuatu, jumlah, keadaan sesuatu, peristiwa, dan lain-lain)
2)   Menyebutkan/menuliskan   kembali  deskripsi  atau  uraian  suatu peristiwa, benda, keadaan, lantaran akibat, dan lain-lain.
3)   Menyebutkan/menuliskan kembali suatu hal (kelahiran, pengalaman kawan-kawan, dan  lain-lain).
4)   Menyebutkan/menuliskan kembali suatu cerita.
5)   Menyimpulkan suatu percakapan.
6)   Menjawab suatu pertanyaan dari suatu soal (objektif, esai berstuktural, atau esai bebas).
7)   Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari sebuah cerita.
8)   Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah yang tidak sesuai dengan bahasa target.

Tes menyimak yakni tes yang tidak hanya untuk mengetahui apakah seseorang mendengarkan atau tidak, tetapi juga untuk mengukur kemampuan seseorang memahami bahasa verbal yang didengarnya. Sampel yang disimakkan dalam tes ini sanggup berupa satu kalimat perintah, pertanyaan, atau pernyataan wacana fakta; juga berupa simulasi percakapan singkat atau uraian wacana ekspositori. Namun, apapun hakikat sampel itu, peserta tes (subjek) dituntut secara serentak (simultan) menanggapi ”sinyal” fonolofis, gramatikal, dan leksikal; dengan balasan mereka memperlihatkan sejauh mana mereka sanggup menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan dalam komunikasi verbal (Harris,1969;35).

Tes menyimak sanggup diadaptasi dengan tingkatannya, yaitu tes menyimak tingkat marjinal atau deskriptif, tes menyimak tingkat apresiatif, tes menyimak tingkat komprehensif, tes menyimak tingkat kritis, dan tes menyimak tingkat terapis. Tes menyimak tingkat marjinal bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan pebelajar dalam membedakan bunyi dan untuk menyebarkan kepekaan pada komunikasi nonverbal. Tes menyimak apresiatif bertujuan untuk mengetahui citra kemampuan pebelajar dalam menangkap dan memehami materi simakan yang bekerjasama dengan perasaan dan emosi sehingga dalam pelaksanaannya, pebelajar diberi materi simakan yang bersifat menyenangkan,misalnya: drama, puisi, lagu, cerita, dan sebagainya.

Tes menyimak komprehensif bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman pebelajar terhadap pesan yang disimak. Tes menyimak kritis bertujuan untuk mengetahui pemahaman pebelajar terhadap materi simakan yang dilanjutkan dengan memberi evaluasi, sedangkan tes menyimak terapis bertujuan untuk menyembuhkan seseorang, yang biasa dilakukan oleh seorang psikolog.

2)  Tes Berbicara
Berbicara yakni salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya yakni menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.

Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik bisa menawarkan teladan supaya sanggup ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik bisa memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang memberikan informasi melalui bunyi atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak sanggup dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi.

Manusia yakni mahluk sosial. Manusia gres akan menjadi insan bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan insan dalam bermasyarakat sanggup mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil yakni keluarga, sanggup pula dalam bentuk lain menyerupai perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.

Setiap insan dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula memberikan informasi-informasi yang diterimanya. Kehidupan insan setiap hari dihadapkan dalam banyak sekali kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, obrolan selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang renta dan anak, dan antara belum dewasa itu sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi sabung argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut supaya kita bisa terampil berbicara.

Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Berbicara merupakan keterampilan dalam memberikan pesan melalui bahasa verbal kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara verbal sanggup pula dipengaruhi oleh banyak sekali faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara pribadi yakni sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
Berbicara dan menyimak yakni dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, menyerupai dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan struktur kalimat.

Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa verbal dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai akseptor informasi. Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.

Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis. Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan memakai kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan memakai kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.

Tes yang sanggup digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara adalah sebagai berikut:
a)   Tes kemampuan berbicara menurut gambar
Bentuk tes ini di sajikan dengan menawarkan rangsangan berupa perangkat gambar yang merupakan satu rangakaian cerita, dan testi diminta untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan rangkaian gambar atau menceritakan rangakaian gambar.
b)   Wawancara
Dipakai untuk mengukur kemampuan testi memakai bahasa dalam berkomunikasi. tes ini bisa digunakan apabila testi mempunyai kemampuan berbahasa yang cukup mewadahi.
c)   Bercerita
Kemampuan berbicara yang berbentuk berbicara sanggup dilakukan dengan cara meminta testi untuk mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).
d)   Diskusi
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan testi memberikan pendapat, mempertahankan pendapat, serta menanggapi inspirasi atau pikiran yang disampaikan oleh peserta diskusi yang lain secara kritis.
e)   Ujian terstruktur
Dapat dilakukan dengan cara membaca kutipan, mengubah kalimat, dan menciptakan kalimat. Dengan tujuan untuk menguji kemampuan testi dalam memakai bahasa lisan.

3)  Tes Kompetensi Kebahasaan Membaca
Tes biasanya diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Tes digunakan untuk memperoleh informasi wacana seseorang yang juga dipergunakan untuk maksud pendidikan. Kegiatan membaca ada majemuk di antaranya membaca cepat, membaca sekilas, membaca keras, dan membaca pemahaman. Pembedaan jenis membaca itu sanggup didasarkan atas tujuannya atau teknisnya. Dalam goresan pena ini, membaca yang dimaksud yakni membaca pemahaman, atau membaca untuk memahami isi bacaan.

Bentuk tes membaca pemahaman meliputi; (1) tes membaca pemahaman literal, (2) tes membaca pemahaman interpretatif, dan (3) tes pemahaman membaca kritis.

Tes kemampuan berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan atau proses decoding, kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain. Pemahaman terhadap bahasa yang dituturkan oleh pihak lain tersebut sanggup melalui sarana bunyi atau sarana tulisan. Yang pertama merupakan kegiatan menyimak, sedangkan yang kedua yakni kegiatan membaca.

Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan. Sebagaimana tujuan membaca yang telah dikemukakan Anderson dalam Tarigan (2004) bahwa ada tujuh tujuan membaca yaitu: (1) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for facts), (2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas), (3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi kisah (reading for sequence or organization), (4) membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference), (5) membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify), (6) membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading for evaluate), dan (7) membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Dengan demikian, maka bacaan atau wacana yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Oleh lantaran itu, seorang guru sebagai evaluator dalam menguji kemampuan membaca harus benar-benar bisa menentukan bacaan yang layak untuk diujikan.


4)  Tes Menulis
Manulis diartikan sebagai kegiatan pengekspresian ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan. Kemampuan menulis yang merupakan keterampilan berbahasa produktif verbal melibatkan kemampuan penggunaan ejaan, penggunaan kosa kata, penggunaan kalimat, penggunaan jenis komposisi, penentuan ide, pengolahan ide, pengorganisasian ide. Kesemua inilah yang diukur dalam kemampuan menulis.

Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes menulis sanggup berupa tes objektif dengan banyak sekali variasinya (untuk tingkat ingatan dan pemahaman) dan tes sujektif dengan banyak sekali variasinya (untuk tingkat penerapan ke atas).

Ragam bentuk tes subjektif yang digunakan dalam tes menulis sanggup dipaparkan sebagai berikut.
a)   Tes menulis menurut rangsangan visual
Bentuk tes menulis menurut rangsangan visual dilakukan dengan cara disajikan gambar atau film yang membentuk rangkaian cerita, dan testi diminta untuk menciptakan karangan menurut gambar atau film yang telah diberikan.
b)   Tes menulis menurut rangsangan suara
Bentuk tes ini dilaksanakan dengan cara disajikan bunyi yang sanggup berbentuk ceramah, diskusi atau tanya jawab, baik yang berupa rekaman bunyi maupan langsung.
c)   Tes menulis dengan rangsangan buku
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara menyajikan teks bacaan, dan testi diminta untuk menciptakan karangan menurut teks yang telah dibacanya. Bentuk kiprah yang harus dikerjakan testi sanggup berupa menciptakan ringkasan/rangkuman, membentuk resensi, atau menciptakan kritik.
d)   Tes menulis laporan
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara meminta testi untuk menciptakan laporan kegiatan yang pernah dilakukan (mengikuti khotbah jum’ah, mengikuti seminar/diskusi, mengikuti Darmawisata, atau kegiatan perkemahan) atau kegiatan penelitian sederhana yang telah dilakukan.
e)   Tes menulis surat
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : testi diminta untuk menulis sebuah surat.
f)   Tes menulis menurut tema tertentu
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : disajikan sebuah atau beberapa topik dan testi diminta untuk menciptakan suatu karangan menurut topik yang telah ditentukan.
g)   Tes menulis karangan bebas
Tes ini dilaksanakan dengan cara meminta testi untuk menciptakan karangan dengan tema dan sifat karangan yang ditentukan sendiri oleh testi (peserta tes).

Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan banyak sekali kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan pembelajaran menulis sanggup dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa bisa mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, menyerupai ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian paragraf, dan (2) siswa bisa mengungkapkan gagasannya dalam bentuk goresan pena yang sesuai dengan konteks (pragmatik).

Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini disamping disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran menulis, juga lantaran ada banyak faktor yang sanggup dinilai, menyerupai mekanis, kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins (dalam Ramli, 1998) menyampaikan bahwa tes menulis sanggup disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh lantaran itu disarankan supaya tes memakai postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan kegiatan siswa yang memperlihatkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau beberapa bidang tertentu yang sanggup digunakan sebagai alternatif atau embel-embel kegiatan tes.

Cara pribadi untuk mengukur kemampuan menulis seseorang yakni dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga sanggup diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan lebih baik. Kemampuan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang melibatkan aspek penggunaan bahasa dan pengolahan isi. Masalah yang berkembang sehubungan dengan kegiatan menulis yakni pengetahuan dasar terhadap performansi atau kemampuan menulis.

Keterampilan menulis merupakan kiat memakai pola-pola verbal dalam memberikan suatu informasi. Dalam menulis, orang tidak hanya dituntut menguasai materi yang akan ditulis, tetapi juga mempu memakai perangkat kebahasaan secara tertulis. Penggunaan perangkat kebahasaan secara tertulis menjadi inti kegiatan menulis lantaran penggunaan perangkat bahasa tulis berbeda dengan penggunaan perangkat kebahasaan secara lisan.

Evaluasi keterampilan menulis bertujuan mengetahui kemampuan pebelajar dalam menyampikan ide, perasaan, dan pikirannya, serta memakai perangkat bahasa sasaran secara tulis.
Teknik penilaian yang sanggup digunakan dipaparkan berikut.
1. Menulis huruf,  nama, peristiwa, dan keadaan yang diperdengarkan, diperlihatkan, dan  bicara.
2. Menyampaikan kembali secara tertulis suatu cerita, dialog, insiden yang didengar atau dibaca.
3. Menuliskan kisah menurut gambar atau rangkaian gambar.
4. Melaporkan pengalaman, peristiwa, pekerjaan, atau perjalanan secara tulis.
5. Menjawab pertanyaan sederhana atau komplek secara tulis.
6. Membuat karangan menurut tema tertentu.
7. Menggunakan ejaan dan tanda baca secara tetap.

Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan banyak sekali kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan pembelajaran menulis sanggup dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa bisa mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, menyerupai ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian paragraph, dan (2) siswa bisa mengungkapkan gagasannya dalam bentuk goresan pena yang sesuai dengan konteks (pragmatik).

Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini di samping disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran menulis, juga lantaran ada banyak faktor yang sanggup dinilai, menyerupai mekanis, kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins (dalam Ramli, 1998) menyampaikan bahwa tes menulis sanggup disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh lantaran itu disarankan supaya tes memakai postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan kegiatan siswa yang memperlihatkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau beberapa bidang tertentu yang sanggup digunakan sebagai alternatif atau embel-embel kegiatan tes.

Cara pribadi untuk mengukur kemampuan menulis seseorang yakni dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga sanggup diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan lebih baik.


5)  Tes Sastra
Walau bermediakan bahasa, teks kesastraan tidak semata-mata berurusan dengan bahasa, lantaran ada unsur-unsur lain, contohnya keindahan, yang mesti juga diapresiasi. Unsur-unsur lain itu hanya sanggup diperoleh, dirasakan, atau dinikmati jikalau peserta didik membaca secara pribadi teks kesastraan. Maka, kiprah dan penilaian yang berkaitan dengan pembacaan pribadi teks-teks itu harus menjadi prioritas utama. Tugas dan tes harus ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa untuk benar-benar “memperlakukan” teks-teks kesastraan. Istilah memperlakukan sanggup dioperasionalkan menjadi: membaca, memahami, memparafrase, menganalisis, menuliskan kembali, membuat, menulis resensi, dll tergantung indikator yang dibuat. Ada baiknya guru mewajibkan peserta didik membaca dan menciptakan laporan beberapa teks kesastraan. Selain itu, penilaian lewat karya kasatmata peserta didik, contohnya lewat publikasi di majalah dinding, majalah sekolah, atau media massa harus sudah diketengahkan.

Untuk kegiatan pembelajaran & penilaian di kelas, kita dihadapkan pada kenyataan teks-teks kesastraan lazimnya panjang sehingga tidak gampang “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali puisi. Untuk itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, kisah klasik, drama yang relatif panjang sebaiknya dilakukan di luar jam pelajaran sebagai kiprah rumah. Tugas yang diberikan harus jelas, harus mengapakan teks kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan banyak sekali genre (fiksi, puisi, kisah lama, teks drama). Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis, menganalisis unsur karakter/moral, menciptakan parafrase, menulis dengan sudut pandang lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri pementasan drama atau baca puisi di kawasan tertentu. Hasil kerja siswa sebagian harus dibaca dan diberi tanggapan. Tanggapan tidak menyalahkan siswa lantaran akan mematikan motivasi, tetapi lebih mempertanyakan argumentasi. Penilaian kesastraan haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif tinggi atau paling tidak sedang walau dengan bentuk ujian objektif (PG).

Sumber Bacaan:
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011.

Ariani, Farida. 2006. Keterampilan Menyimak. Depdiknas Ditjen PMPTK PPPG Bahasa.

Djiwandono, M.S. 2008. Tes Bahasa, Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: Indeks.

Kamidjan dan Suyono. 2000. Menyimak. Jakarta: Depdiknas-Ditjen Dikdasmen Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

Keraf. Gorys. 2001. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah Percetakan Arnoldus

Keraf. Gorys. 1998. Narasi dan Argumentasi.  Ende-Flores: Nusa Indah Percetakan Arnoldus.

Maidar, Arsyad G. 1994. Bahasa dan Proses Pengejaran Menyimak.Jakarta: Departemen P dan K Ditjen Dikdasmen. PPPG Bahasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Ramayulis. 2008. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Safari. 2002. Pengujian dan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia.Jakarta: PT Kartanegara.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

___________________. 2004. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

___________________. 2006. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Taufik. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Inti Prima. 2010.

Zainal Arifin, 2011Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya






= Baca Juga =




Sumber http://forumgurunusantara.blogspot.com


EmoticonEmoticon