Sekolah mendapat surat dari Institut Olimpiade Sains Dan Tenaga Pendidik Indonesia (IOSTPI) semoga siswa serta guru SMAN 2 Lintongnihuta ikut serta dalam kegiatan IOSTPI yaitu Science Competition Expo (SCE). Setelah membaca usulan Science Competition Expo (SCE) dan jenis-jenis kegiatan lainnya yang dilaksanakan oleh IOSTPI, terselip sebuah kisah aktual atau istilah kerennya "sucses story" dari Bapak Mula Sigiro.
Untuk melihat sebahagian impian atau dongeng indah dari perjalanan karir dari Bapak Mula Sigiro ini bisa di simak pada Modul Beasiswa Taiwan Gerakan Mewujudkan 15000 phd Tahun 2040 di SUMUT (Download Modul). Sepenggal dongeng dari modul itu yang kita ceritakan kembali disini yaitu dongeng Mula Sigiro ihwal bagaimana kemiskinan dan penderitaan membuatnya besar lengan berkuasa untuk terus bermimpi. Cerita ini sanggup kita jadikan dongeng motivasi kepada anak didik di sekolah atau belum dewasa kita dirumah.
Mari kita simak bagaimana Bapak Mula Sigiro bercerita,
Saya anak bungsu dari lima bersaudara yang lahir di sebuah desa terpencil, Tungkam Jaya 05 April 1985 di perbatasan Sumut-Aceh. Seisi kampung Tungkam Jaya menjadi saksi hidup sampai kini bahwa keluarga saya yakni termiskin disana, semenjak memasuki kelas 1 SD tahun 1991 saya sudah yatim. Pendidikan SD-SMP saya selesaikan di tanah kelahiran, SD Negeri 056401 dan Sekolah Menengah Pertama OSNI 😉
Dengan dukungan saudara (kakak dan abang), akhirnya saya mengecap pendidikan tingkat atas di Sekolah Menengan Atas Mitra Inalum, Tanjung Gading, Batu Bara (2000-2003).
Saat pertama duduk di kursi Sekolah Menengan Atas serasa berhadapan dengan tembok, saya tidak sanggup mengikuti pelajaran, bisa dibayangkan betapa “bodohnya” saya: untuk persamaan $2x = 4$ diperoleh $x=2$ saya tidak tahu mengapa $x = 2$?
Setelah 2 bulan berlalu, guru Fisika memainkan rumus $v = \frac{s}{t}$ dengan cara dibolak-balik dan diputar sampai di ulang beberapa kali di depan kelas, akhirnya saya mengerti mengapa $x = 2$.
Guru-guru saya di Sekolah Menengan Atas Mitra Inalum menjadi saksi atas perjalanan saya berguru disana, bahkan dikala saya kelas XII saya sempat mengajar les untuk siswa kelas X dan XI bidang studi Mat-Fis-Kim sampai menjadi utusan PMDK/PBUD ke USU namun tidak lulus.
Tahun 2003 saya mengikuti SPMB atas biaya abang/kakak dan lulus di Pendidikan Matematika Univ.Riau. Menjelang saya lulus, keluarga abang/kakak saya berantakan, terlilit hutang sampai hampir berujung kepada perceraian, hasilnya saya tidak diberi uang sepeser pun untuk berangkat ke Pekanbaru, kemudian saya pulang ke kampung, berkeluh kesah kepada Ibunda, dan dengan meminjam uang tetangga Rp.3.500.000, Ibunda memberangkatkan saya kuliah.
Pertengahan semester I saya kehabisan uang, namun tanpa disangka kakak ipar saya tiba dari Batu Bara berkunjung ke Pekanbaru dan membantu biaya saya Rp.1.500.000.
Setelah selesai 1 semester Januari 2004, saya kebingungan lantaran kehabisan uang, akhirnya saya putuskan meninggalkan kuliah, dan dengan sumbangan dari PKK saya (B’ Makder Lumban Gaol, dikala ini Guru di Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Pangkalan Lesung, Riau) memperlihatkan uang Rp.200.000 sebagai suplemen ongkos saya berangkat ke Kota Dumai untuk mencari pekerjaan.
Di kota Dumai saya bekerja sebagai tukang becak dan kuli di pelabuhan selama 5 bulan tanpa memberitahukan kepada Ibunda dan keluarga, setiap hari saya sempatkan untuk berguru soal-soal SNMPTN lantaran saya masih berniat untuk studi lanjut, sampai saya mengumpulkan uang Rp.3.500.000 dan saya gunakan untuk mencoba kembali SPMB 2004 dan biaya Bimbingan Intensive di BT/BS Medica Medan selama 1 bulan, Juni 2004.
Setelah berguru bimbingan intensive selama 1 ahad saya pulang ke kampung halaman dan Ibunda hanya bengong mendengar semua dongeng saya, tidak ada tetesan air mata waktu itu (namun hatinya niscaya perih mendengar semuanya lantaran anaknya tidak kuliah lagi).
Saya katakan kepada Ibunda (dalam bahasa Batak) “Omak.....saya tidak kuliah lagi mulai Januari 2004 – Mei 2004 saya di Dumai menarik becak dan kuli di pelabuhan, kini saya Bimbingan Intensive di BT/BS Medica. Mulai bulan Agustus saya akan kuliah di USU (saya gunakan kata ini untuk menghibur mama), jadi saya nanti bisa pulang setiap bulan melihat mamak. Ini alamat lengkapku, nama bimbinganku dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Akhirnya saya pun diberangkatkan dengan setengah kaleng beras pulang ke Medan. Setelah ujian SPMB 2004, saya eksklusif pulang ke kampung halaman dan ternyata Ibunda sudah meninggal tiga ahad sebelumnya yakni tanggal 25 Juni 2004.
Sekitar dua ahad sehabis saya mudik ternyata Ibunda sakit keras lantaran hanya makan nasi pakai bawang merah ditambah garam supaya ekonomis untuk mengumpulkan biaya kuliahku nantinya (cerita para tetangga). Saat Ibunda sakit, semua para keluarga dan tetangga membujuk supaya Ibunda memberitahu alamat lengkapku, namun Ibunda tidak mau memberi tahu alamat tersebut.
Akhirnya para keluarga membongkar semua isi lemari Ibunda manatau ada alamatku tersimpan dan ternyata tidak ditemukan lantaran katanya Ibunda sudah membuang kertas yang berisi alamat dan nomor telepon yang pernah saya berikan. Hanya satu kata yang selalu keluar dari lisan Ibunda setiap ditanya oleh keluarga dimana alamatku : “Si Mula mau ujian nanti tanggal 14-15 Juli 2004, nanti terganggu dia. Dia mau ujian, jangan dikasitau saya sakit”, itulah kata-kata yang selalu terucap dari Ibunda.
Pada Agustus 2004 Tuhan berbelaskasihan meluluskan saya di Jurusan Fisika USU. Selama kuliah S1 sampai satu semester S2 di Fisika USU saya mengajar Less Private untuk memenuhi suplemen keperluan biaya hidup yang juga dibantu oleh para kakak/abang ipar.
Pada Juni 2010 saya beranikan untuk studi lanjut S3 di Fisika USU dengan biaya sendiri, entah mengapa saya tidak terlalu kawatir ihwal biaya kedepannya dan sehabis semester III saya mencoba untuk mencari beasiswa ke Luar Negeri lantaran di Fisika USU tidak ada laboratorium penelitian S3 maka setidaknya saya harus menyediakan minimal Rp.100 juta jikalau penelitian di Indonesia atau di luar daerah.
Pada Agustus 2010 saya menjadi salah satu utusan dari Perkantas Sumut untuk mengikuti Kamp Nasional Mahasiswa (KNM) Agustus 2010 di Bogor, di sana saya mendapat info beasiswa Taiwan dari B’Joni Welman Simatupang (mantan staf Perkantas Jakarta) PhD candidate yang lagi liburan di Jakarta dan ikut membantu panitia KNM waktu itu, B’Joni bilang: jangan terkejut kamu lulus kalau berani mendaftar. Sembari menjalani aktivitas S3 di USU saya mempersiapkan diri untuk mencoba beasiswa tersebut. Ditengah pergumulan itu, Tuhan pun berbelaskasihan meluluskan saya Beasiswa di NTUST untuk studi lanjut lagi aktivitas PhD Februari 2012.
Tanpa pernah saya fikirkan semenjak kuliah S1, Tuhan menuntun saya menjalani dua buah Studi Doktoral S3. Saya beranikan melangkah dengan kemampuan berbahasa Inggris yang sangat jelek, dan secara tidak eksklusif saya bisa menuntaskan penelitian disertasi yang di Fisika USU di NTUST dan pada 22 Juni 2013 saya menuntaskan aktivitas Doktor S3 yang di Fisika USU dalam waktu 3 tahun dengan IPK 4.0 (Summa Cumlaude).
Di NTUST semester 1 pada Mei 2012 saya harus mengikuti ujian kualifikasi PhD sebagai persyaratan untuk meraih PhD candidate dan keberlangsungan beasiswa saya selanjutnya, ditengah kemampuan bahasa Inggrisku yang sangat lemah Tuhan selalu menolongku untuk bersabar berguru setiap harinya sampai pukul 2-3 subuh, Tuhan menolongku untuk berguru keras dan akhirnya Tuhan bermurah hati meluluskanku sebagi peringkat 3 dari 12 akseptor dengan 6 orang yang lulus, dan tanpa saya duga lantaran kelulusan ini adviser/professor saya menambah beasiswaku 6000 NTD/bulan dengan menjadikanku sebagai research assistant di Labnya.
Tahun 2010 saya diangkat sebagai dosen kontrak di UHN, walaupun dikala itu saya sudah kandidat doktor di Fisika USU namun sampai tahun 2011 saya tidak diangkat menjadi dosen tetap, pada Januari 2012 saya memberitahukan informasi kelulusan beasiswa saya di NTUST maka awal February 2012 saya eksklusif diangkat jadi dosen tetap dan memperoleh surat izin kiprah berguru dari Yayasan UHN.
Semua itu saya lalui bukan lantaran terpelajar atau besar lengan berkuasa dan hebat, tapi lantaran saya mau berguru mengintegrasikan kemurahan dan kuasa Tuhan yang saya imani terhadap setiap kegelisahan yang Tuhan tanamkan di dalam hatiku, Tuhan selalu menolongku untuk berguru dari kegagalan, kejatuhan dan kelemahanku terutama disaat saya egois, besar kepala dan menyombongkan diri, Tuhan menjaga kesehatanku disaat saya sangat lalai mengurus diriku.
Rakyat Indonesia haus akan mimpi dan cita-citamu yang tinggi, semoga kamu bisa menyatakan kasihmu yang berlimpah kepada mereka. Sadarlah adik-adiku dan teman-teman sekalian, sing-singkan lenganmu, kejar mimpimu, dan raih cita-citamu yang tinggi itu, ayo berlari. Kelak ibu pertiwi akan teteskan air mata melihat usaha dan pengorbananmu.
Mari kita berdiri kesadaran yang luas dan terintegratif terhadap bangsa kita menyerupai yang dikerjakan Nehemia, lantaran jikalau orang-orang yg telah hidup dalam kebenaran itu DIAM-TIDAK MELAKUKAN GERAKAN-TIDAK BEKERJA KERAS-TIDAK MAU MENDERITA & TIDAK BERANI BERMIMPI SERTA BERCITA-CITA TINGGI, maka yang akan BERKUASA yakni orang-orang jahat.
Video pilihan khusus untuk Anda 💗 Bagaiamana kisah sukses Cristiano Ronaldo, bisa kita jadikan pelajaran yang berharga;
EmoticonEmoticon