Minggu, 12 Agustus 2018

Prestasi Belajar

  1.      Pengertian Prestasi Belajar
Salah satu manipestasi dari masalah pendidikan, ialah kegiatan yang disebut dengan “belajar”. Belajar ialah key term (istilah kuno) yang paling vital dalam setiap perjuangan pendidikan, sehingga tanpa berguru bergotong-royong tidak ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah, merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar.





Namun demikian, tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang sanggup dikatakan bahwa orang tersebut telah belajar. Menurut Hamalik, dalam buku Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (1983L21) bahwa berguru ialah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laris yang gres berkat pengalaman dan latihan.
Selain itu, berguru merupakan kepentingan bagi semua orang, lantaran dengan berguru kita akan memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sanggup digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan sekolah, proses berguru dilakukan oleh siswa dengan melalui bimbingan guru guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan bertambahnya wawasan dalam diri siswa, supaya sanggup diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat kelak.
Untuk mengetahui hingga di mana prestasi yang telah dicapai oleh seorang siswa dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan patokan atau tolak ukur bagi guru untuk mengetahui prestasi siswa dalam belajar.
Prestasi berguru berdasarkan Arifin (1991:2) berasal dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, dan kemudian dibakukan ke dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi, yang artinya hasil usaha. Sedangkan Mas’ud Hasan, mengartikan prestasi ialah sebagai apa yang telah sanggup diciptakan dari hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan bekerja.
Menurut Tabrani Rusyan (1993:19), bahwa prestasi ialah suatu bukti keberhasilan perjuangan yang dicapai, Sedangkan meurut Syamsudin (1990: 34) prestasi ialah sebagai kecakapan nyata atau kasatmata yang memperlihatkan pada aspek kecakapan yang sanggup dengan segera didemonstrasikan atau diuji kini juga. Oleh lantaran itu, maka sanggup disimpulkan bahwa prestasi ialah kecakapan nyata atau kasatmata sebagai hasil dari suatu perjuangan yang sanggup dengan segera diuji dan didemonstrasikan, atau suatu citra kongkret yang menyatakan hasil kegiatan atau perbuatan seseorang yang telah dicapai, baik secara individu atau kelompok.
Adapun belajar, kata dasarnya ialah berasal dari kata “ajar” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Sedangkan sehabis kata “ajar” mendapat imbuhan “bel” menjadi kata “belajar” sehingga maknanya pun menjadi:
1.      Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu: misalnya membaca.
2.      Berlatih: misalnya mengetik, karate dan lain-lain.
3.      Berubah tingkah laris atau jawaban yang disebabkan oleh pengalaman.
Merumuskan definisi mengenai berguru yang memadai bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, lantaran itulah maka definisi yang penulis jumpai ialah banyak sekali, mungkin sebanyak hebat yang merumuskannya. Ada beberapa definisi yang sanggup digunakan sebagai data untuk mencari inti persoalannya.
Menurut Cronbach dalam Suryabrata (1985:247), berguru yang sebaik-baiknya ialah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar memakai panca inderanya. Usman Efendi (1989:101) mengatakan, bahwa berguru ialah sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, yaitu terjadinya perubahan-perubahan aspek tingkah laris kognitif, konatif, afektif, dan psikomotorik secara integral.
Menurut M. Arifin (1984:61), berguru ialah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai materi pelajaran yang disajikan itu. Belajar ialah proses pertumbuhan yang tidak disebabkan oleh proses pendewasaan biologis, lantaran berguru merupakan proses perubahan tingkah laris (baik yang bisa dilakukan maupun yang tidak) maka keberhasilan berguru terletak pada adanya perubahan yang secara relatif bersifat permanen.
Dari pengertian di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa berguru ialah suatu proses perubahan yang dilakukan oleh individu sebagai hasil perjuangan berdasarkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan dan kepandaian. Hal ini memperlihatkan bahwa individu yang belajar, pada karenanya akan menyadari atau mencicipi terjadinya suatu perubahan pada dirinya, menyerupai menyadari bahwa beliau telah mempunyai pengetahuan wacana bahasa, berhitung, menulis, dan sebagainya. Kalau kita simpulkan, maka kita dapatkan hal-hal pokok dalam berguru ialah sebagai berikut:
a.       Bahwa berguru itu membawa perubahan.
b.      Bahwa berguru itu merupakan didapatnya suatu perubahan tingkah laris ke arah yang lebih baik.
c.       Bahwa perubahan itu pada pokoknya ialah didapatkannya kecakapan baru.
d.      Bahwa perubahan itu terjadi lantaran adanya perjuangan yang disengaja.
Jadi, berguru ialah suatu proses perubahan sikap sebagai hasil perjuangan individu berdasarkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan. Individu yang belajar, pada karenanya akan menyadari atau mencicipi terjadinya suatu perubahan pada dirinya.
Berdasarkan pengertian kedua istilah di atas, maka yang dimaksud dengan prestasi berguru ialah merupakan segala sikap yang dimiliki oleh siswa sebagai akhir dari terjadinya proses berguru yang ditempuh, baik yang bersifat kognitif, maupun afektif atau psikomotor yang menggambarkan sikap siswa secara umum. Sedangkan Muhibin Syah (1995:150) mengatakan, bahwa prestasi berguru yang ideal ialah mencakup segenap aspek psikologis yang berubah sebagai akhir dari pengalaman dan proses berguru siswa.
Dari definisi di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa prestasi berguru ialah merupakan kecakapan nyata yang dimiliki siswa sehabis ia mengalami proses berguru dengan melalui penilaian tertentu, baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Keberhasilan atau prestasi dalam berguru yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam memberikan materi pelajaran sanggup menghipnotis prestasi berguru siswa. Faktor-faktor yang menghipnotis prestasi berguru siswa penting sekali untuk diketahui, yaitu dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi berguru seoptimal mungkin.
Prestasi berguru yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang tiba dari luar diri siswa, terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi berguru siswa yang akan dicapai.
Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain menyerupai motivasi belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adapun imbas dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, alasannya ialah hakekat perbuatan berguru ialah perubahan tingkah laris individu yang diniati dan disadarinya, siswa harus mencicipi adanya suatu kebutuhan untuk berguru dan berprestasi.
Sungguh pun demikian, prestasi yang sanggup diraih masih juga bergantung dari lingkungan, artinya ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang sanggup menentukan dan menghipnotis prestasi berguru yang dicapai. Salah satu lingkungan berguru yang secara umum dikuasai menghipnotis prestasi berguru di sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran berdasarkan Sudjana (1989:140) ialah tinggi rendahnya atau pun efektif tidaknya proses berguru mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh alasannya ialah itu, prestasi berguru siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran.
Menurut Gunawan Undang dkk (1998:15), bahwa faktor-faktor yang menghipnotis prestasi berguru siswa ialah sebagai berikut:
1.      Faktor intern, ialah merupakan faktor yang tiba dari dalam individu (siswa) yang bersangkutan lantaran kemampuan yang dimilikinya. Misalnya, kematangan, kecerdasan, talenta dan minat.
2.      Faktor ekstern, merupakan faktor yang tiba dari luar individu (siswa) yang bersangkutan, menyerupai perhatian orang tua, status sosial ekonomi keluarga, perhatian guru, sarana dan prasarana, kesempatan yang tersedia, dan teman sebaya atau lingkungan masyarakat.
Sedangkan Sutari Imam Barnadib dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis (1989:35) mengungkapkan, bahwa faktor-faktor yang sanggup menghipnotis prestasi berguru siswa terbagi ke dalam lima hal, yaitu:
1.      Faktor tujuan
Tujuan merupakan suatu kode ke mana siswa sehabis selesai mengikuti kegiatan berguru mengajar.
2.      Faktor pendidik
Pendidik dalam hal ini guru, ialah subyek yang pribadi berinteraksi dengan siswa pada ketika belajar. Kemampuan guru dalam penguasaan materi dan keterampilan memberikan materi kepada siswa mutlak diperlukan. Guru harus sanggup menentukan metode pengajaran yang sempurna sesuai dengan materi, situasi dan kondisi siswa. Oleh lantaran itu, guru memegang peranan kunci dalam proses berguru mengajar, artinya berhasil tidaknya suatu pengajaran secara umum gurulah yang menentukan.
Hal ini sebagaimana pendapat Muh. Zein (1976:10), bahwa guru ialah orang yang bertanggung jawab wacana jalannya proses pendidikan dan pengajaran itu. Di atas bahunyalah dibebankan kiprah mengajar dan mendidik secara keseluruhan dengan segala hasilnya. Dialah yang mengarahkan siswa kepada tujuan yang akan dicapai.
Sedangkan prinsip-prinsip yang berlaku secara umum untuk guru yang baik, sebagaimana pendapat S. Nasution (1982:12-17), antara lain:
a.       Memahami dan menghormati murid.
b.      Menghormati pelajaran yang diberikan.
c.       Menyesuaikan metode mengajar dengan materi pelajaran yang diberikan.
d.      Menyesuaikan materi pelajaran dengan kesanggupan murid.
e.       Mengaktifkan murid dalam hal belajar.
f.       Memberikan pengertian bukan hanya kata-kata belaka.
g.      Mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan.
h.      Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.
i.        Tidak terikat oleh satu teks book.
3.      Faktor anak didik
Anak didik ialah faktor yang tidak sanggup diabaikan, lantaran kondisi individual akseptor didik atau siswa sangat besar lengan berkuasa terhadap proses dan prestasi belajar. Kondisi individusiswa ini berdasarkan Muhibbin Syah, (1995:132) sanggup dibedakan menjadi dua faktor, yaitu:
a.       Faktor fisiologis (Bersifat jasmaniah).
b.      Faktor psikologis (Bersifat rohaniah).
Mengkonsumsi makanan yang bervitamin dan berprotein, sangat dibutuhkan seseorang yang sedang menjalani kegiatan belajar. Dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, sanggup menjadikan jasmani sehat sehingga sanggup menuntaskan kegiatan atau kiprah yang ada hubungannya dengan belajar. Sebaliknya, orang yang kurang sehat akhir dari kurang gizi atau protein akan menyebabkan badannya lemah, mengantuk, dan cepat lelah, sehingga sulit untuk mendapatkan pelajaran apalagi mengkonsentrasikan dirinya dalam belajar.
Selain kondisi fisiologis secara umum, keadaan alat indera juga tidak kalah pentingnya untuk kepentingan belajar. Alat indera sebagai alat untuk mengenal dunia luar sangat besar lengan berkuasa terhadap proses dan hasil belajar. Berfungsinya alat indera dengan baik, merupakan syarat sanggup berlangsungnya berguru dengan baik dan cepat. Oleh lantaran itu, kewajiban bagi para pendidik untuk selalu menganjurkan kepada anak didik untuk selalu menjaga panca inderanya supaya sanggup berfungsi dengan baik, baik yang bersifat kuratif maupun preventif.
Di samping faktor fisiologis, faktor psikologis juga memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Menurut Muhibbin Syah (1995:139)  bahwa yang menyangkut faktor psikologis ialah minat, intelegensi, sikap, bakat, dan motivasi.
Berkaitan dengan motivasi, ialah merupakan kekuatan pendorong yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Proses dan hasil berguru akan dimungkinkan mencapai tujuan yang diharapkan apabila dalam berguru ada motivasinya. Hal ini sebagaimana ungkapan S. Nasution (1992:76), bahwa motivasi merupakan usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga anak itu mau dan ingin melakukannya.
Anak yang mempunyai intelegensi tinggi, mungkin gagal dalam pelajaran lantaran kurangnya motivasi, hasil yang baik dicapai dengan motivasi yang kuat. Oleh lantaran itu, maka anak perlu diberi motivasi supaya terkondisikan sedemikian rupa sehingga anak itu mau belajar, lantaran sadar akan kebutuhan belajar. Hal ini menyerupai ungkapan Ngalim Purwanto (1998:105), bahwa kalau guru atau orang bau tanah sanggup memperlihatkan motivasi yang baik pada belum dewasa timbullah dalam diri anak itu dorongan dan hasrat untuk berguru lebih baik. Anak sanggup menyadari apa gunanya berguru dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, kalau diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai. 
4.      Faktor alat-alat
Yang dimaksud alat-alat di sini ialah suatu perbuatan atau situasi atau benda yang disengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Alat pendidikan mencakup aspek yang sangat luas, mencakup peralatan lunak (software) menyerupai materi pelajaran, approach, metode, dan teknik pengajaran, dan perangkat keras (hardware) menyerupai papan tulis, kapur, penghapus, gambar atau alat peraga, radio, tape recorder, laboratorium, dan sebagainya.
5.      Faktor alam sekitar
Faktor alam sekitar atau lingkungan sanggup dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.       Lingkungan sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial sebagaimana ungkapan Ngalim Purwanto (1998:78), yaitu semua orang atau insan lain yang menghipnotis kita.
Dalam proses berguru mengajar, lingkungan yang aman sanggup mempermudah pencapaian hasil berguru yang baik. Karena anak pada usia perkembangan termasuk siswa MTs akan berguru dan mengerjakan sesuatu apabila mendapat pengawasan dari pihak luar. Kesadarannya akan berguru bukanlah timbul dari dalam dirinya, namun sedikit banyak harus mendapat dorongan dan pengawasan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
b.      Lingkungan non sosial.
Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah daerah tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu berguru yang digunakan siswa.


DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin, Psikologi Pendidikan, Bandung: IKIP Bandung, 1990
Anonimous, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983
 Zaenal Arifin, Evaluasi Intruksional, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991
 Mas’ud Hasan, Kamus Ilmiah Populer,(Bandung: PT. Bintang Pelajar,
Tabrani Rusyan, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993
 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1985
 Usman Efendi, Pengantar Psikologi, Bandung: Aksara, 1989
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1989
Gunawan Undang dkk, Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar Sekolah Dasar, Bandung: CV. Siger Tengah, 1998
 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1989
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an), Jakarta: Hidakarya Agung, 1981
Muh. Zein, Proses Belajar Mengajar, Yogyakarta: Sumbangsih, 1976
S.  Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1982
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998





= Baca Juga =




Sumber http://forumgurunusantara.blogspot.com


EmoticonEmoticon