Minggu, 06 Januari 2019

Pendidikan Huruf Bangsa - Pengantar Pendidikan Karakter



PENGANTAR PERKULIAHAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Tersirat dalam UU RI No 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional; merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia pasal 3 UU Sikdiknas menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membantu tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi, penerima didik biar menjadi insan yang beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai kualitas insan modern yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh alasannya itu rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar pengembangan pendidikan aksara bangsa. Untuk memudahkan wawasan arti pendidikan aksara bangsa perlu dikemukakan pengertian, istilah, pendidikan aksara bangsa.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi penerima didik.

Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, budbahasa atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi banyak sekali kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laris dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan penerima didik guna membangun aksara pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara.

Karakter Bangsa adalah kualitas sikap kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan sikap berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, karsa dan sikap berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma Undang-Undang Dasar 1945, keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.



Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, budbahasa atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian aksara ialah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang.

Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang lebih memberi pemfokusan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan aksara dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang semenjak lahir. Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan ndividu. Makara usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang sanggup dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai cuilan dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.


B.     Fungsi Pendidikan Karakter

1.      Fungsi:
a.       Pembentuk dan pengembang potensi: membentuk dan mengembangkan potensi penerima didik untuk berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik
b.      Perbaikan dan penguatan: memperbaiki dan menguatkan kiprah satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah dalam mempertanggung jawabkan potensi penerima didik yang lebih bermartabat
c.       Penyaring: menyaring/ menentukan budaya bangsa Iain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan aksara budaya yang bermartabat.

2.      Tujuan Pendidikan Karakter
a.       Mengembangkan potensi hati nurani penerima didik sebagai insan dan warga negara yang mempunyai nilai-nilai aksara bangsa
b.      Mengembangkan kebiasaan dan sikap penerima didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius
c.       Mengembangkan kemampuan penerima didik menjadi insan yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
d.      Menanamkan jiwa keteladanan, kepemimpinan dan tanggung jawab penerima didik sebagai generasi penerus bangsa
e.       Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan mencar ilmu yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi

3.      Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa
a.       Agama: artinya masyarakat Indonesia ialah masyarakat beragama, sehingga nilai-nilai aksara bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama
b.      Pancasila: artinya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni
c.       Budaya: artinya nilai-nilai komunikasi antar masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan aksara bangs
d.      Tujuan pendidikan nasional: ialah sumber paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan aksara bangsa

4.      Keterkaitan Nilai Karakter
a.       Religius
b.      Jujur
c.       Toleransi
d.      Disiplin
e.       Kerja keras
f.       Kreatif
g.      Mandiri
h.      Demokratis
i.        Rasa ingin tahu
j.        Semangat kebangsaan
k.      Cinta tanah air
l.        Menghargai prestasi
m.    Bersahabat/ berkomunikasi
n.      Cinta damai
o.      Gemar membaca
p.      Peduli sosia
q.      Peduli lingkungan

5.      Realisasi Pendidikan Karakter

Secara umum untuk mewujudkan pendidikan aksara bangsa sanggup dilakukan melalui pendidikan formal, non formal, dan informal yang saling melengkapi dan mempercayai dan diatur dalam peraturan dan undang-undang.

Contoh pada pendidikan formal :
Pendidikan formal dilaksanakan secara berjenjang dan pendidikan tersebut meliputi pada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, evokasi keagamaan dan khusus. Dalam pelaksanaan pendidikan aksara bangsa sanggup dilakukan melalui jenjang pendidikan yang diimplementasikan pada kurikulum di tingkat satuan pendidikan yang memuat pelajaran normatif, adaptif, produktif, muatan lokal, dan pengembangan diri. Pendidikan aksara bangsa di sekolah yang diimplementasikan pada pendidikan pengembangan diri antara lain; melalui kegiatan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, semisal : pengurus OSIS, Pramuka, PMR, PKS, KIR, Olahraga, Seni, Keagamaan dan lainnya. Dengan kegiatan ekstrakurikuler ini sangat menyentuh, gampang dipahami, dan dilakukan siswa sebagai cuilan penyaluran minat dan dilakukan siswa sebagai cuilan penyaluran minat dan talenta yang sanggup dikembangkan sebagai perwujudan pendidikan aksara bangsa.


C.    Faktor Pendidikan Karakter

Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki kiprah yang sangat peting lantaran perubahan sikap penerima didik sebagai hasil dari proses pendidikan aksara sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang meliputi diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, administrasi sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan aksara melalui rekasyasa faktor lingkungan sanggup dilakukan melalui seni administrasi :
1)      Keteladanan
2)      Intervensi
3)      Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4)      Penguatan.

Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan aksara memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui prosespembelajaran, pelatihan, adaptasi terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur



Pendidikan memang tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan banyak sekali istilah-istilah yang digunakan dan memerlukan pembahasan mengenai hal definisi atau pengertiannya. Pada blog pendidikan ini, Maswins for Educations, sebelum melangkah membahas mengenai pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jikalau terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Berikut ialah beberapa pengertian Pedidikan berdasarkan Undang-Undang dan para jago yang saya kutip dari beberapa sumber :
1)      Pendidikan Menurut UU Sisdiknas
Pendidikan ialah usaha sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana mencar ilmu dan proses pembelajaran biar penerima didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budbahasa mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
2)      Pendidikan Menurut Carter V. Good
Pendidikan ialah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya sanggup mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
3)      Pendidikan Menurut Godfrey Thomson
Pendidikan ialah efek lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang sempurna didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
4)      Pendidikan Menurut UNESCO
UNESCO menyebutkan bahwa: “education is now engaged is preparinment for a tife
Society which does not yet exist”
 atau bahwa pendidikan itu kini ialah untuk mempersiapkan insan bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value). Konsep pendidikan ketika ini tidak sanggup dilepaskan dari pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,sekarang,dan masa datang.
5)      Pendidikan Menurut Thedore Brameld
‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of people,to decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).
6)      Pendidikan Menurut Thedore Brameld
Robert W. richey menyebutkan bahwa; The term “Education” refers to the broad funcition of preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared concem. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side the school with which the formal process is related. (Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang gres mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Makara pendidikan ialah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan ialah suatu acara sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap bekerjasama dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).



Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang sanggup menyetujui – nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang sanggup kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
1)      Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, meniru atau mencuri, jadilah handal – melaksanakan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melaksanakan hal yang benar, berdiri reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2)      Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3)      Responsibility  (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4)      Fairness  (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang lain, jangan mengambil laba dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.
5)      Caring  (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan memperlihatkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6)      Citizenship  (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat,  menjadi tetangga yang baik, mentaati aturan dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.



1.      Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
 Pendidikan aksara pada pada dasarnya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh kepercayaan dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan aksara berfungsi untuk:
1)      mengembangkan potensi dasar biar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2)      memperkuat dan membangun sikap bangsa yang multikultur
3)      meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan aksara dilakukan melalui banyak sekali media yang meliputi keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

2.      Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan gotong royong selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk aksara melalui acara operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan aksara pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada ketika ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan aksara telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1.      Jujur
2.      Toleransi
3.      Disiplin
4.      Kerja keras
5.      Kreatif
6.      Mandiri
7.      Demokratis
8.      Rasa Ingin Tahu
9.      Semangat Kebangsaan
10.  Cinta Tanah Air
11.  Menghargai Prestasi
12.  Bersahabat/Komunikatif
13.  Cinta Damai
14.  Gemar Membaca
15.  Peduli Lingkungan
16.  Peduli Sosial
17.  Tanggung Jawab
18.  Religius   
(Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)

Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk aksara bangsa, namun satuan pendidikan sanggup menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis aksara yang dipilih tentu akan sanggup berbeda antara satu kawasan atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara banyak sekali nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya sanggup dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan gampang dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.

3.      Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman menyerupai itu, gotong royong ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat belum dewasa jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu ialah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak menyampaikan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu ialah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, lantaran buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan memakai tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga gampang disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang penggagas  pendidikan karakter  dari Jerman yang berjulukan FW Foerster :
1)      Pendidikan aksara menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
2)      Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak gampang terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3)      Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar hingga menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik bisa mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4)      Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan ialah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial menyerupai toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya mempunyai kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang bisa mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, menawarkan pemahaman hingga mendiskusikan wacana hal yang baik dan buruk, menawarkan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta menawarkan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau berdasarkan saya, gotong royong yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan menentukan kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.

Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.

Suatu hari seorang anak pria sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak pria tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu biar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak pria tadi menemukan inspirasi dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong biar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah bahagia dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak sanggup terbang, hanya sanggup merayap. Apa sebabnya?

Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada ketika beliau mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang menciptakan sayapnya bisa mengembang sehingga ia sanggup terbang, tetapi lantaran tidak ada lagi usaha tersebut maka sayapnya tidak sanggup mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya sanggup merayap. Itulah potret singkat wacana pembentukan karakter, akan terasa terang dengan memahami pola kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama menyerupai pada ketika kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka lantaran kasihan atau rasa sayang, tapi gotong royong malah menciptakan mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, lantaran kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang gotong royong jikalau mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.

Sama halnya bagi pembentukan aksara seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat beliau bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak aksara sabar, toleransi, bisa memahami duduk kasus dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan mempunyai integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jikalau kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi buruk pun butuh proses. Anak yang bandel itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi sempurna waktu, berdiri pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan kiprah dan wajib tidak memakai seragam lengkap.

Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas aksara yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan harapan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan aksara yang terbaik ialah jikalau dimulai semenjak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jikalau kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia remaja kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.

Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang remaja yang bertanggung jawab sanggup diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak ialah sebuah seni administrasi investasi insan yang sangat tepat. Sebuah ungkapan populer mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk aksara anak ialah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan aksara pada periode ini akan mempunyai dampak yang akan bertahan usang terhadap pembentukan moral anak.

Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan aksara positif anak akan sanggup terlihat, menyerupai yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa belum dewasa akan mengurangi sikap yang beresiko, menyerupai konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama duduk kasus kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada belum dewasa juga sanggup meningkatkan kesehatan insan selama hidupnya, contohnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak pribadi pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang remaja yang mempunyai penyakit sanggup membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”

Sangatlah masuk akal jikalau kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama belum dewasa yang tinggal di kawasan miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang bau tanah mereka.

Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan banyak sekali permasalahan, menyerupai kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi kuat terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian memperlihatkan bahwa belum dewasa yang tinggal di kawasan miskin 11 kali lebih tinggi dalam mendapatkan sikap negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada belum dewasa dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.
Banyak hasil studi memperlihatkan bahwa belum dewasa yang telah menerima pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada belum dewasa yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak bisa masuk ke Taman Kanak-kanak umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, lantaran mereka belum siap secara mental dan psikologis, sehingga sanggup menciptakan mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan sanggup membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah acara penanganan duduk kasus ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan banyak sekali pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di kawasan miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan lingkungan dekat dengan Taman Kanak-kanak lainnya untuk bersama-sama melaksanakan pendidikan karakter.

Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak mencar ilmu dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya ialah :
1)      Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia mencar ilmu memaki
2)      Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia mencar ilmu berkelahi
3)      Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia mencar ilmu rendah diri
4)      Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia mencar ilmu menyeasali diri
5)      Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia mencar ilmu menahan diri
6)      Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia mencar ilmu menghargai
7)      Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia mencar ilmu keadilan
8)      Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia mencar ilmu menaruh kepercayaan
9)      Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia mencar ilmu menyenangi diri
10)  Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia mencar ilmu menemukan cinta dalam kehidupan

REFERENSI :
1.      Lickona, T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2.      Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3.      Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4.      Aditama Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang sempurna untuk membangun bangsa. Jakarata.
5.      BP Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa, Jakarta:
6.      Kemendiknas . Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7.      Alexandria: ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosda Karya


Sumber Lain :
giletules.blogspot.com/search?q=pengertian-pendidikan-karakter





Sumber http://ekonominator.blogspot.com


EmoticonEmoticon