Rabu, 22 Februari 2017

Adsorpsi Tanpa Reaksi


Biasanya kebutuhan gas yang diharapkan dalam sebuah reaksi terpenuhi dengan adanya sejumlah gas yang terlarut dalam cairan sebagai akhir fenomena kelarutan gas dalam sebuah cairan. Namun kelarutan gas dalam cairan mempunyai keterbatasan kondisi. Kelarutan akan menurun bila terjadi penurunan tekanan ataupun kenaikan temperatur. Pada kondisi tertentu, jumlah gas yang terlarut dalam cairan akan hingga ke suatu nilai tertentu saja dimana nilainya tidak bisa ditingkatkan lagi.

Reaksi antara fasa gas dan cair membutuhkan hold up yang tinggi alasannya ialah reaksi berlangsung secara lambat. hold up yang tinggi sanggup dicapai dengan meningkatkan jumlah gas yang diumpankan ke dalam reaksi. Padahal jumlah gas yang terlarut dalam cairan tidak sebanding dengan banyaknya udara yang diharapkan dalam rekasi sehingga udara tersebut bisa menjadi faktor pembatas laju rekasi. Namun harapannya bahwa kita harus menyuplai udara semoga udara yang terlarut tinggi sehingga udara bukanlah pereaksi pembatas.

Pada dikala ini, teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan udara dalam cairan yaitu dengan mengalirkan gelembung-gelembung udara dalam air. Semakin luas permukaan gelembung yang bersentuhan dengan air maka transfer massa yang terjadi akan semakin baik. Namun gelembung ini tidak bisa bertahan cukup usang di dalam air. Jika hal itu terjadi, udara yang diumpankan ke dalam larutan nantinya tidak banyak termanfaatkan dan terbuang sia-sia. Maka, diharapkan suplai gas umpan yang bisa waktu tinggal yang lebih usang semoga hampir seluruh gas yang diumpankan sanggup berekasi dengan cairan untuk membentuk produk secara optimal.

Proses perpindahan massa sangat penting dalam bidang ilmu pengetahuan teknik. Perpindahan massa terjadi pada komponen dalam adonan berpindah dalam fase yang sama atau dari fase satu ke fase yang lain alasannya ialah adanya perbedaan konsentrasi (Welasih, 2006). Proses perpindahan masa antara fasa liquid dan fasa solid banyak digunakan dalam industri, oleh alasannya ialah itu data-data bekerjasama dengan proses perpindahan masa tersebut sangat dibutuhkan.

Menurut Singh (2001), proses transfer massa dipengaruhi oleh 9 faktor:

1. Luas permukaan kontak materi dengan air perendam. Semakin besar luas permukaan kontak materi dengan air perendam maka transfer massa yang terjadi semakin banyak.
2. Kadar air di dalam bahan. Semakin tinggi kadar air bahan, maka makin lambat pula kecepatan difusinya.
3. Konsentrasi, semakin besar perbedaan konsentrasi, maka transfer massa semakin cepat.
4. Jarak dari permukaan ke pusat bahan. Semakin besar jarak dari permukaan ke pusat materi maka transfer massa terjadi semakin usang alasannya ialah untuk mencapai kesetimbangan yang merata diharapkan waktu yang usang untuk mencapainya.
5. Semakin usang waktu perendaman, laju pergerakan transfer massa semakin lambat alasannya ialah perbedaan konsentrasi semakin kecil.
6. Karakteristik materi mensugesti transfer massa dalam kecepatan difusivitas. Hubungan keduanya yaitu semakin besar nilai difusivitas maka transfer massa semakin cepat.
7. Suhu juga mensugesti laju proses transfer massa, semakin tinggi suhu maka pori-pori semakin besar alasannya ialah protein pada membran rusak (terdenaturasi) dan proses difusivitas semakin cepat.
8. Tekanan osmosis juga sanggup mensugesti laju proses difusivitas. Semakin tinggi tekanan osmosis maka transfer massa semakin cepat.
9. Dan yang terakhir yaitu porositas. Semakin besar/semakin banyak pori pada materi maka semakin cepat transfer massa. Hal ini dikarenakan semakin banyak porositasnya mengakibatkan luas permukaannya semakin besar. 

Perpindahan massa sanggup dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, sedikit gula dimasukkan kedalam secangkir kopi pada kesannya akan larut dengan sendirinya dan mendifusi ke seluruh pecahan larutan. Banyak proses pemurnian yang menyangkut perpindahan massa. Dalam proses uranium, larutan garam uranium diekstraksi dengan pelarut organik. Distilasi pemisahan alkohol dari air juga menyangkut perpindahan massa. Pemisahan SO dari “flue gas” dilakukan dengan adsorpsi dalam pelarut dasar (Geankoplis, 1997).

Sedangkan proses adsorpsi ini berdasarkan Cheremisinoff (1978) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Karakteristik fisika dan kimia dari adsorben.
2. Karrakteristik fisika dan kimia dari adsorbat menyerupai ukuran partikel, polaritas molekul, komposisi kimia dan lain-lain.
3. Konsentrasi adsorbat didalam fase cair.
4. pH, kalau proses adsorpsi tidak terjadi pada level pH tertentu, maka variasi level pH harus ditentukan. Dalam melaksanakan pengaturan pH harus benar-benar diperhatikan untuk menyakinkan bahwa perubahan pH tidak mengubah produk utama.
5. Temperatur
6. Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat.

Salah satu proses perpindahan massa yaitu perpindahan udara ke suatu cairan yang biasa kita kenal dengan proses aerasi. Proses aerasi pada air suatu cairan sanggup ditempuh dengan dua cara, yang pertama yaitu memasukkan udara ke dalam air limbah dan yang kedua memaksa air ke atas permukaan untuk berkontak dengan udara (Adam, 2010). Cara yang kedua ditempuh dengan memakai mekanik aerator yang mempunyai baling – baling sehingga bisa membuat turbulensi air di dikala kontak udara dengan air. 

Salah satu biorekator yang bisa digunakan untuk memperlihatkan aerasi untuk larutan ialah Bioreaktor Air Lift. Reaktor Air Lift merupakan salah satu jenis bioreaktor yang banyak digunakan dalam proses fermentasi secara aerob. Parameter yang kuat dalam perancangan reaktor air lift ialah hidrodinamika reaktor dan koefisien perpindahan massa.

Pada reaktor air lift dibagi menjadi dua pecahan dengan penyekat yaitu zone riser dan downcomer. Riser merupakan pecahan dengan sirkulasi anutan tempat mengalir gas atau merupakan kolom yang berisi cairan atau slurry yang disemprotkan gas, sedangkan downcomer merupakan pecahan yang kedua dan tempat sirkulasi anutan dalam reaktor. Perbedaan hold up gas pada tempat yang dialiri gas maupun yang tidak dialiri gas merupakan akhir perbedaan densityfluida pada kedua tempat tersebut. Perbedaan ini menjadikan terjadinya sirkulasi fluida dalam reaktor. Pada riser dan downcomer mungkin terdapat plate penyaringan dan baffle pada dinding. Kaprikornus aneka macam kemungkinan bentuk reaktor dengan laba penggunaan dan tujuan yang berbeda-beda.

Menurut Williams (2002), reaktor air lift mempunyai banyak laba dibandingkan dengan reaktor konvensional. Keuntungan itu diantaranya perancangannya sederhana, anutan dan pengadukan gampang dikendalikan, waktu tinggal dalam reaktor seragam, kontak area lebih luas dengan energi input yang rendah dan sanggup meningkatkan perpindahan massa. Kelemahan reaktor air lift antara lain : biaya investasi awal mahal terutama untuk skala proses yang besar, membutuhkan tekanan yang tinggi untuk skala proses yang besar, pemisahan gas dan cairan tidak efisien ketika terjadi busa (foaming). Meskipun sudah banyak keberhasilan di industri dari penggunaan air lift, namun macam penggunaannya masih sangat terbatas, alasannya ialah sedikitnya literature ihwal konsep dasar yang digunakan dalam perancangan.

Menurut Thoenes, terdapat 3 tipe anutan gelembung udara, yaitu: anutan gelembung homogen (gelembung udara kecil dengan diameter seragam tersebar merata pada cairan), anutan gelembung heterogen (gelembung besar dengan bentuk tidak teratur bergerak cepat ke atas), dan anutan slug (gelembung udara terbentuk dengan ukuran sebesar diameter kolom).

Sedangkan Mashelkar (1970) mengemukakan bahwa secara umum konsentrasi gelembung udara (εb) dalam kolom ge-lembung mencerminkan retensi gelembung dalam cairan. Konsentrasi gelembung udara (εb) dalam kolom merupakan indikasi besarnya waktu tinggal (residence time) udara dan luas bidang antar fase efektif. Besarnya kandungan udara dalam bak air yang diberi sparger bervariasi tergantung pada kecepatan superfisial gelembung udara (us).

Daftar Pustaka

Adam, P., Rochmadi, Kamulyan, B. 2010. Pengaruh Kecepatan Superfisial Dan Hold-Up Gelembung Udara Pada Kolom Aerator Vertikal Terhadap Koefisien Transfer Oksigen. http://pdm-mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/viewFile/372/389 pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 16.30

Cheremisinoff. Paul, N., Ellerbusch, F. 1978. Carbon Adsordtion Handbook. Ann Arbor Science Publishers, inc, Michigan. 

Geankoplis, C. 1997. Transport Processes and Unit Oprations,3th edition. Allyn & Bacon. Hal. 45-49.

Mashelkar, A. 1970. Bubble Columns, British Chemical Engineering, 15(10). Hal. 1297-1304.

Merchuk, G. Bioreactors, Air-Lift Reactors. http://faculty.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit6/metabolism/growth/growthob.html pada tanggal 6 Maret 2013 pukul 21.30 

Nurhasanah, Darusman, L., Sutjahjo, S., Widiati, B. 2007. Efektivitas Pemberian Udara Berkecepatan Tinggi Dalam Menurunkan Polutan Leachate Tpa Sampah: Studi Kasus Di Tpa Sampah Galuga Kota Bogor. http://repository.ipb.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/viewFile/372/389 pada tanggal 4 Maret 2013 pukul 20.30

Singh, R. Paul., and Heldman, D. R. 2001. Introduction to Food Engineering 3rd edition. Academic Press : California, USA.

Thoenes, D. 1994. Course on Two-phase Reactors.

Williams, JA. 2002. Keys To Bioreactor Selections. Chem. Eng. Prog, hal 34-41.

Welasih, Tjatoer. 2006. Penentuan Koefisien Perpindahan Massa Liquid Solid Dalam Kolom Packed Bed Dengan Metode Adsorpsi. diunduh dari http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekkim/article/d0wnl0ad/14/10 pada tanggal 4 Maret 2013 pukul 20.30.

Sumber http://sumbermaterikuliah.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)