Rabu, 07 Maret 2018

Bab 4 Arrived [Truffleland]


 BAB 4
Arrived

“AAARRRRRRRGGGGGHHHHHHHH...........” teriakan menggema di hutan belantara. Keenam orang itu melayang seakan gres saja disedot lubang angin dan kemudian dihempaskan dengan begitu keras. Angin yang bertiup dengan ganasnya menciptakan badan mereka belum juga mendarat di atas bumi. Seperti dimusuhi oleh ilahi angin, keenam orang itu terus terombang-ambing dipermainkan angin dan hingga akhirnya...

BRRAAAKKK....

“Ouch...,” rintih Via. Rasa sakit begitu kentara di tubuhnya. Terhempas dari langit bukanlah hal yang menarik. Masih mending mendapatkan ketegangan di roller coster dengan kecepatan cahaya –mungkin–. Via segera bangkit dari posisi terjatuhnya. Tertelungkup di atas tanah bukanlah posisi yang ia inginkan ketika pendaratan terjadi. Namun, setidaknya itu yaitu posisi yang terbaik dibandingkan terjatuh dengan bokong duluan yang menyetuh tanah. Itu sakitnya lebih luar biasa lagi.

“Pendaratan parah banget,” keluh Zahra. Gadis itu tersungkur sempurna di depan sebuah kerikil besar. Untung saja ia tidak hingga menabrak kerikil itu. Zahra mengusap-usap pergelangan kakinya untuk sekedar mengurangi rasa sakitnya. Jatuh ke bumi dari angkasa bukanlah hal yang menyenangkan terlebih lagi mendarat dengan tidak elitnya.

Tidak jauh dari tempatnya terjatuh ia sanggup melihat sohibnya Ify yang cederanya sama saja dengan dirinya. Begitu juga dengan Agni. Zahra menghela napas lega setidaknya di antara mereka berempat tidak ada yang mengalami luka serius. Rio dan Alvin?? Kedua pemuda itu juga tidak mendapatkan cedera yang parah.

Angin masih berhembus sepoi-sepoi dengan sejuknya. Bola mata hitamnya melahap dengan rakus pemandangan yang ada di sekelilingnya. Zahra benar-benar terperangah. Ada yang tidak beres, batin gadis elok itu. Ia meraih bandul kalung bulat yang terbagi menjadi segitiga yang berjumlah delapannya. Namun sayangnya tidak ada apa-apa yang terjadi. Tempat ini benar-benar aneh!!! Sangat aneh!!!!

“Pohonnya nggak normal,” ucap Agni yang pribadi di dengar oleh Zahra. Tanpa Zahra sadari ia mengangguk tanda setuju. 

“Bener, Ag. Ini pohonnya kok sanggup segeda raksasa?? Terus…” Zahra terkesiap “Bunga dandelion… bunga itu…. Nggak mungkinkan sanggup sebesar itu?? Berukuran enam meter?? Raksasa dandelion??? Jangan… jangan….”

“HUUUUAAAAAA APAAAA KITAAAA MNJADI KERDILLL???!!!!!” Ify histeris duluan daripada Zahra. Zahra melempar tatapan gundah dan tanda tanyanya kepada Agni. Ia baiklah dengan apa yang dibilang Ify. Masa iya mereka menjadi kerdil?? Kalau benar… Bagaimana cara ia dan teman-temannya sanggup kembali ke ukuran normal???

Zahra melihat Agni menggeleng sebagai balasan untuk pertanyaannya tadi. Rasa was-was menghantui Zahra. Kalau ia jadi liliput gini bagaimana dengan mamanya? Apa ia masih sanggup kembali ke rumah?? Melihat mama dan papanya serta kakaknya juga???

“Vi… berdasarkan lo gimana?” Tanya Zahra kepada Via yang duduk tak jauh darinya.

Gue nggak tahu, Ra. Ini benar-benar membingungkan. Pohon ukuran raksasa dan kita menjadi kerdil,” jawab Via lemah. Lalu gadis chubby itu mengamati sekelilingnya lagi. Via merasa aneh. Kalau pohonnya raksasa mengapa rumput yang ia pijak tidak berukuran raksasa?? Ukuran rumput masih tetap sama. Bukankah jikalau pohon dan bunga menjadi ukuran raksasa berarti semua flora berukuran raksasa, tapi rerumputan tidak. “Gue rasa kita nggak menjadi kecil, Ra. Soalnya rumput yang kita pijak ukurannya normal kayak biasa.”

Zahra pribadi mengamati rumput di bawahnya sehabis mendengar ucapan Via. Senang sekaligus lega. Ucapan Via benar. Mereka tidak menjadi kerdil. Bahkan Zahra melihat Agni dan Ify saling bersorak “Kita nggak kerdil” dan itu menciptakan Zahra terkekeh geli.

“Norak lo, Fy,” ucap Rio terdengar oleh Zahra. Zahra pribadi mengalihkan perhatiannya pada sosok sobat sekelasnya itu.

“Norak apaan sih, Yo! Gue itu seneng kalo kita nggak jadi kerdil,” ucap Ify kesal. Zahra tertawa pelan. Seingat Zahra sebelum mereka menghadapi laba-laba raksasa, Rio dan Ify berada pada zona pertemanan dan sekarang... lihat? Keduanya kembali cekcok.

“Gue udah tahu jikalau kita nggak menjadi kerdil. Di sini bukan kita yang mengecil ataupun pohon dan bunga yang raksasa. Karena memang ukuran flora di DUNIA ini menyerupai itu, tapi nggak semuanya. Contohnya menyerupai yang Via bilang, rumput yang kita injak nggak berukuran raksasa. Satu lagi, ukuran binatang juga tetap normal. Kalian sanggup lihat elang di sana,” terang Rio dan menunjuk ke arah elang yang terbang di atas mereka.

Zahra pribadi melihat ke langit begitupun dengan Ify, Agni, Via, dan Alvin. Sekali lagi Rio benar. Ukuran elang tidak berubah. Tetap sama dengan dunia mereka.

“Jadi, kita udah sampai, Yo?” tanya Alvin dan menarik perhatian Zahra. Gadis itu menatap Rio dan Alvin bergantian.

Rio mengangguk. Zahra melihat Rio mengangguk. Sudah sampai? Memang mereka berada di mana sekarang?

“Kita di mana sekarang?” Zahra mendengar Agni bertanya dan ia menunggu balasan dari Rio maupun Alvin. Alih-alih menjawab Alvin berteriak “TIARAP!!!!!!!!”

Jantung Zahra berdegup kencang. Rasa khawatir membanjiri dirinya. Ada apa lagi sekarang?? Barusan saja laba-laba raksasa kemudian mereka terhempas dan kini disuruh tiarap. Zahra hampir saja berteriak ketika ia merasa seseorang menarik dirinya dan menciptakan ia terhempas.

“Elo....” Zahra menatap Alvin dengan bola matanya yang membesar. Ucapannya terputus ketika Alvin telah berbicara.

“Sssttt.... ada gagak. Banyak banget. Sorry kalo gue bergairah narik elo. Gue udah peringatin, tapi elo tetap aja diam,” ucap Alvin pelan. Zahra hanya membisu mematung. Rio dan Alvin lebih mengerti perjalanan ini. Ia harus percaya kepada kedua pria itu.

“Vin... Vin...” Zahra mendengar bunyi Rio yang memanggil Alvin dari jarak tiga meter. Alvin pun menoleh ke arah Rio. Zahra memperhatikan keduanya begitu juga dengan ketiga sahabatnya. Mereka berempat memperhatikan Alvin dan Rio yang saling berbicara melalui kode.

“Bagaimana mereka sanggup melaksanakan itu?” Zahra bertanya-tanya dalam hati. “Apa perlu latihan?” Zahra mencari balasan dari rasa penasarannya hingga ia mendengar bunyi Alvin memanggil namanya “Ayo, Ra.”

Zahra pribadi menoleh ke arah Alvin yang ternyata di sebelahnya telah ada Via. “Kita ke mana?”

“Kita mau ke pohon sana, Ra.” Via menjawab disertai anggukan Alvin.

“Ayo cepat. Siniin tangan elo,” ucap Alvin dan meraih tangan kiri Zahra dan menggenggamnya. “Tangan elo jangan hingga lepas, Vi,” tambah Alvin sambil menguatkan genggamannya pada Via. Zahra melepar tatapan bertanya pada Via yang dijawab Via dengan mulut muka seolah menyampaikan ‘ikutin aja Alvin’.

Mau tidak mau Zahra mengikuti Alvin. Mereka bertiga merayap menuju pohon yang berjarak delapan meter dari mereka. Zahra juga melihat Ify, Agni, dan Rio yang menuju pohon yang sama.  Membutuhkan waktu sepuluh menit untuk mereka datang di pohon tersebut.

“Merapat ke pohon!” perintah Rio. Semua mengikuti apa yang Rio ucapkan. Zahra mengamati Alvin yang berada di sebelah yang lagi mengamati langit.

“Mereka sadar, Yo,” desis Alvin.

Zahra melihat Alvin mengatup rahang kasar. Mimik wajahnya mengeras begitu juga dengan Rio. Zahra masih bingung. Mengapa dengan gagak???

“Balik arah aja gimana, Vin?” Zahra mendengar tawaran Rio.

Zahra melihat Alvin menggeleng kemudian menunjuk ke sekeliling pohon. Nasib mereka benar-benar sial. Semua gagak sudah mengelilingi pohon.

“Lo nggak inget apa kelemahan gagak, Yo?” Alvin bertanya cepat. Zahra melihat Rio yang berpikir tanpa mengedip. Bukan terpesona, tetapi menunggu balasan dari Rio.

“Aaaagghhh....” teriak Via.

“Kenapa, Vi?” Alvin yang sendari tadi melaksanakan hal yang sama dengan Zahra, yaitu menunggu balasan Rio pribadi menoleh ke arah Via.

“Aduh.... tangan gue...,” keluh Via seraya membuktikan tangannya yang memerah. Zahra melihat Alvin segera menarik pergelangan tangan Via dan memeriksanya.

“Aawwww.....” kali ini rintihan Agni yang terdengar. Zahra menyadari bahwa mereka di serang oleh segerombolan gagak, meskipun tidak mematikan, tetapi lemparan gagak menyakitkan dan menciptakan ruam-ruam kemerahan di tubuh.

Zahra menatap sekelilingnya. Apa tidak ada persembunyiaan yang lain? Gumam Zahra dalam hati. Lalu ia melihat semak yang cukup jauh dari mereka. “Adaikan semak-semak itu melindungi gue sama teman-teman,” ucap Zahra pelan sambil menatap dan menunjuk ke arah semak-semak itu berada.

Whuuussss.......

Angin berhembus dan seketika bola mata Zahra melotot ketika melihat semak-semak berterbangan ke arah mereka.

“Lihat semak-semaknya....”

“Ck... gagak masih ada dan kini serangan semak-semak,” sambar Alvin tak sabar. Dia benar-benar kesal. Tiba di sini belum selamat masih banyak tantangan.

“Cepet minggir!!!!” seru Ify, tetapi tidak ada yang bergerak lantaran ada sesuatu yang menarik perhatian mereka.

Dan itu dalah hal aneh yang sedang terjadi. Semak-semak itu tidak menyerang mereka malah melindungi mereka, meskipun lemparan gagak masih sanggup masuk.

“Aneh...,” desis Alvin.

“Meski aneh setidaknya kita aman,” ucap Agni dan segera menarik Ify menuju bab semak yang cukup rapat biar tidak terkena lemparan gagak.  “Ngumpet deh, Vi, Ra, daripada merah-merah kayak gue,” tambah Agni lagi.

Zahra mengikuti apa yang diucapkan Agni, tetapi di hatinya masih mengganjal. Bagaimana sanggup semak-semak itu terbang sempurna sehabis ia berpikir bahwa semak-semak itu sanggup melindunginya dan teman-temannya. “Apa ada orang lain di sini?” tanya Zahra terlebih pada dirinya sendiri dengan bunyi pelan.

“Orang lain, Ra?” sahut Ify yang ternyata mendengar ucapan Zahra.

“Eh... gue ngerasa aneh, Fy. Kok semak-semak itu sanggup ngelindungi kita kayak gini?”

Ify manggut-manggut. “Bener juga, Ra. Kali aja ada orang lain, tapi kenapa ia nggak ke ngehampiri kita atau mengusir gagak itu. Lihat...” Zahra melihat Ify menunjuk ke arah langit melalui cela di antara semak-semak “gagak-gagak itu tidak pergi juga. Kalau ia punya kekuatan untuk itu harusnya ia sanggup mengusir gagak kan?”

“Kalian ngebicarain apaan?” Agni ikutan nimbrung.

“Semak-semak ini, Ag. Kok sanggup ya ngelindungin kita?” Ify menjelaskan dan didukung dengan anggukan Zahra.

“Mungkin ada yang minta kali, Fy, hehehe...,” ujar Agni dengan nada bercanda.

“Serius tahu!!!!” sungut Ify kesal.

“Eh... tapi, Fy, bekerjsama tadi gue sempet berandai jikalau semak-semak itu sanggup ngelindungi kita,” ucap
Zahra pelan.

“HAH???” Ify cengo.

“Coba lo minta lagi, Ra. Siapa tahu memang lo punya kekuatan ngendaliin semak-semak,” ujar Via yang
sendari tadi hanya membisu mengurus ruam-ruam merah ditubuhnya.

“Tapi... masa sih iya?” Zahra bertanya ragu-ragu.

“Yo, Vin, lo berdua pernah denger soal kekuatan ngendaliin semak-semak nggak?” Zahra mendengar Via
bertanya pada Rio dan Alvin yang sibuk mengamati langit dan memunguti apa yang gagak lemparkan serta menghindari lemparan gagak.

Rio dan Alvin belum menjawab apapun. Via tampak kesal. “Kok nggak dijawab sih??” dengus Via kesal. “RIO.... ALVIN!!!!!” panggil Via keras.

“Apaan sih, Vi, lo nggak lihat gue berjuang buat ngehindari lemparan gagak. Lo mah lezat ngumpet di sana,” balas Rio jutek.

“Ya... gue kan Cuma nanya ada nggak kekuatan kayak ngendaliin semak-semak,” ucap Via pelan. Dia kejer juga dijutekin Rio kayak gitu. Takut!!!

“Gue nggak tahu... lo coba aja suruh tuh semak-semak merapat hingga nggak ada cela-celanya biar gue sama Alvin nggak perlu menghalau kayak gini.”

Mendengar ucapan Rio menciptakan Zahra termangu. “Apa dicoba aja?” tanya Zahra dalam hati.

“Iya, Ra, lo coba aja,” ucap Ify dibarengi dengan anggukan Agni dan Via.

Zahra hasilnya mengangguk dan menatap semak-semak itu. “Merapat hingga tidak ada cela,” ucap Zahra dalam hati sambil menunjuk ke arah sekeliling semak-semak.

Lagi-lagi keajaiban terjadi. Semak-semak itu merapat dengan sendirinya hingga cela-cela tidak terlihat lagi.

“Wow... siapa yang ngelakuin ini?” tanya Alvin takjub seraya mengamati keempat gadis yang berada di tenda semak-semak ini. Walaupun dari tadi ia diam, Alvin mendengar percakapan antara Rio dan Via.

“Zahra... Zahra yang ngelakuinnya,” jawab Via cepat. “Zahra hebat banget!!! Keren sanggup ngendaliin semak-semak. Cool.” Zahra masih terheran dan merasa  geli mendengar kebanggaan yang dilontarkan oleh Via.

“Beneran elo, Ra?” Alvin memastikan dan Zahra mengangguk. “Yo... keluarin buku itu, cepet!!!!” seru Alvin tak sabar. Alvin gres ingat wacana buku itu. Satu buku yang akan berisi wacana segidelapan cahaya yang diberikan oleh orang itu kepada mereka setahun yang lalu.


Zahra terus mengamati Rio yang tengah serius membaca buku renta dipangkuan pria itu. Dia sungguh ingin tau klarifikasi apa yang tertulis di buku wacana kekuatan aneh yang dimilikinya. “Gimana, Yo?” tanya Zahra.

“Di buku tertulis bahwa Zahra mempunyai kekuatan untuk mengendalikan tumbuhan, bukan hanya semak-semak saja. Ada juga klarifikasi bahwa kekuatan ini sangat langkah dan perlu dilatih biar tidak membahayakan si pemilik itu sendiri.” Bukannya Rio yang membacakan malah Alvin yang membacakan apa yang tertulis di dalam buku. “Nah di sini juga dibilang lagi bahwa si pengendali flora termasuk keturunan Dewi Acacia, pemimpin jiwa tumbuhan. Biasanya pengendali flora bekerja sama dengan hebat pengobatan lantaran pengendali flora akan menawarkan sumbangsih besar dalam mencari bahan-bahan obatan, menyerupai nektar.”
                                                                  
“Jadi... selain pengendali flora ada hebat pengobatan,” gumam Agni dan menciptakan mereka saling pandang-memandang.

“Alvin dan Rio nggak mungkin lantaran mereka udah punya pedang. Jadi... tinggal di antara kita bertiga,” ucap Via. Zahra melihat Agni dan Ify menatap penuh arti pada Rio dan Alvin.

“Kenapa lo berdua? Gue nggak tahu apa-apa lagi!!” dengus Rio. Dia jengah ditatap oleh kedua gadis itu. Zahra juga melihat jikalau Alvin mengangkat tangan tanda menyerah.

Zahra melihat Ify semakin cemberut. “Ra, kita beneran kondusif di sini kan? Gue mau tidur dulu. Capek,” ucap Ify dan menciptakan Zahra mengangguk.

Via dan Agni sudah mengambil posisi berbaring di sela-sela akar raksasa untuk tidur, sementara Ify, Zahra melihat sahabatnya itu menentukan duduk di sela-sela akar raksasa sambil memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di atas lutut untuk tidur. Berbeda dengan Rio dan Alvin. Keduanya masih sibuk membaca buku tua. Zahra sendiri gundah dan tidak percaya. Perjalanan aneh. Laba-laba raksasa. Serbuan gagak. Mengendalikan tumbuhan. Semuanya terasa tidak sanggup dipercaya. Yang terpenting kini dan bodohnya ia tidak bertanya, Di manakah ia dan sahabat-sahabatnya kini berada?? Bukankah tadi Alvin bilang ‘kita udah sampai, Yo’. Kata hingga itu merujuk pada apa? Zahra menghela napas sejenak.

“Sudahlah. Lebih baik istirahat dulu,” gumam Zahra dan mengambil posisi berbaring yang nyaman untuk tidur sekedar membuang rasa lelah.



Terima Kasih Sudah Membaca :)
S SAGITA D

Sumber http://sagita-shelly.blogspot.com


EmoticonEmoticon