Rabu, 16 Mei 2018

Cft: Crystal Field Theory

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru untuk persiapan OSN 🙂 Kali ini pembahasan kita ialah seputar bahan yang bekerjsama sederhana, yaitu teori medan kristal atau CFT. Teori CFT ini sangat berkhasiat dalam menjelaskan sifat magnet dan warna-warna ion kompleks. Teori medan kristal ialah teori yang bekerjsama sederhana, gampang dipahami. Menurut teori ini, ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi diperlakukan sebagai tarikan elektrostatik antara ion sentra sebagai muatan positif dan elektron dari ligan. Dalam pembentukan ikatannya, terjadi interaksi tolakan antara elektron ligan dan elektron pada orbital d ion pusat.

Bentuk Orbital d

Sebelum ke pembahasan mengenai CFT, terlebih dahulu kita harus mengerti bentuk-bentuk orbital d. Source gambar: Wikipedia.

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

CFT: Kompleks Oktahedral

Untuk kompleks oktahedral, ligan-ligan akan berikatan dengan ion sentra sempurna pada sumbu x, y, dan z. Apabila kita perhatikan bentuk orbital d, maka tolakan antar pasangan elektron dalam orbital akan terjadi paling besar pada orbital dx2-y2 dan dz2, sebab arah orbitalnya eksklusif ke arah datangnya ligan, sehingga kelima orbital d tidak terdegenerasi (tingkat energinya tidak sama).

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Hal ini akan menciptakan energi pada orbital dx2-y2 dan dz2 lebih tinggi dari tiga orbital lainnya, sehingga menghasilkan splitting menyerupai gambar paling atas (featured image). Perbedaan energi pada orbital tersebut sering diberi nilai sebagai Δoct atau 10 Dq (biasanya Δoct lebih umum). Dari teori simetri (yang agak rumit!), orbital dx2-y2 dan dz2 kita beri label eg, sedangkan 3 orbital lainnya berlabel t2g.

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Karena energi tidak sanggup diciptakan atau dimusnahkan, maka tingkat energi dalam orbital pun akan turun dan naik dalam jumlah yang sama. Maksudnya adalah, untuk 3 orbital berlabel t2g energinya akan turun sebanyak 0.4 Î”oct sedangkan 2 orbital lainnya energinya naik sebanyak 0.6 Î”oct. Besarnya nilai Î”oct bergantung pada tingkat oksidasi ion logam, golongan, kekuatan medan ligan (dari deret spektrokimia), dan parameter-parameter lainnya. Apabila nilai Î”oct besar, elektron dalam orbital d akan cenderung mengisi penuh orbital berlabel t2g terlebih dahulu (disebut juga low-spin), sedangkan apabila nilai Î”oct tidak terlalu besar, elektron orbital d akan mengisi orbital berlabel t2g dan eg secara tunggal, kemudian gres diisi penuh (high-spin). Berikut ini rujukan kompleks low-spin dan high-spin, yang mengilustrasikan efek kekuatan ligan terhadap jenis kompleks (sumber: Housecroft):

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Deret Spektrokimia

Data deret spektrokimia berikut diperoleh dari Wikipedia:

O22−< I < Br < S2− < SCN (S–bonded) < Cl− < N3 < F< NCO < OH < C2O42− < H2O < NCS (N–bonded) < CH3CN < gly (glycine) < py (pyridine) < NH3 < en (ethylenediamine) < bipy (2,2′-bipyridine) < phen (1,10-phenanthroline) < NO2 < PPh3 < CN < CO < CH2

Semakin ke kanan, medan ligan semakin kuat, sehingga nilai Î”oct semakin besar. Akibatnya, semakin jenis ligannya ke kanan maka suatu kompleks dengan ligan tersebut akan semakin cenderung membentuk kompleks low-spin.

CFSE

Parameter yang penting anda tahu adalah energi penstabilan medan kristal (CFSE – Crystal Field Stabilization Energy), seringkali ditanyakan di soal. Bagaimana cara menghitung CFSE? Sederhana! Untuk kompleks high spin, cukup dengan cara berikut:

CFSE = Jumlah elektron t2g (-0.4 Î”oct) + Jumlah elektron eg (-0.6 Δoct)

Sedangkan, untuk kompleks low spin anda perlu memperhatikan jumlah pasangan elektron awal dan akhir. Misal, untuk kompleks Fe(CN)63- menyerupai gambar di atas tadi, ion gasnya tidak mempunyai elektron berpasangan. Ketika sudah splitting, ternyata ada 2 pasangan elektron di orbital berlabel t2g. Oleh sebab itu, CFSE nya menjadi -2.0 Î”oct + 2P, di mana P ialah energi yang diharapkan untuk memasangkan elektron. Mengapa perlu energi? Karena 2 elektron dalam 1 orbital kan mengalami tolakan 🙂 Nilai CFSE tiap kompleks dirangkum di tabel berikut:

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Nah, apa yang menciptakan kompleks berligan lemah menentukan high-spin sedangkan yang ligannya besar lengan berkuasa menentukan low-spin? Untuk kompleks ligan lemah, nilai P lebih besar dari Î”oct sehingga akan lebih rendah energinya kalau high-spin. Sebaliknya, untuk ligan besar lengan berkuasa nilai P lebih kecil dari Î”oct sehingga penurunan energinya pun akan lebih besar kalau low-spin.

CFT: Warna Kompleks dan Momen Magnet

Kebanyakan kompleks pada orbital d mempunyai warna dan sifat magnet. Kedua sifat ini sanggup dijelaskan dengan CFT. Warna-warna kompleks kalau dijelaskan secara sederhana saja, terjadi sebab kompleks menyerap energi cahaya untuk memindahkan elektron pada t2g ke eg. Sebenarnya tidak hanya ini saja, namun untuk bahan CFT pembahasan mengenai warna kompleks akan dibatasi dulu 🙂 Sedangkan, sifat magnet pada kompleks logam transisi ditentukan oleh jumlah elektron tunggal pada splitting orbital d. Secara sederhana, seberapa besar “kemagnetan” kompleks sanggup diperkirakan dengan menghitung momen magnet spin-only:

$\ {\mu = \sqrt{n(n+2)}}$

Dimana n ialah jumlah elektron tunggal. Misal untuk kompleks Fe(H2O)63+ yang mempunyai 5 elektron tunggal, momen magnet spin-only-nya kira-kira sebesar $\ {\sqrt{(5 . 7)} = \sqrt{35}}$. Apabila nilai momen magnet 0, kompleks tersebut dikatakan diamagnetik, sedangkan bila tidak 0 sifatnya paramagnetik.

Efek Distorsi Jahn-Teller

Terkhusus untuk kompleks d4 high spin dan d9, biasanya terjadi imbas Jahn-Teller, yaitu panjang ikatan kompleks oktahedral tidak semuanya sama sebab terjadi distorsi. Distorsi ini terjadi sebab elektron pada orbital d sanggup menentukan untuk mengisi orbital dx2-y2 atau dz2. Lebih tepatnya, perhatikan gambar berikut yang diambil dari Wikipedia:

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Efek distorsi ini akan menyebabkan elongasi atau kompresi pada struktur kompleks oktahedral.

CFT: Kompleks Tetrahedral

Berbeda dengan kompleks oktahedral, ligan pada kompleks tetrahedral justru lebih mengarah eksklusif ke orbital dxy, dyz, dan dxz. Akibatnya, kompleks tetrahedral ialah kebalikan dari kompleks oktahedral, yaitu ketiga orbital tersebut berenergi lebih tinggi dari 2 orbital lainnya.

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Perbedaan tingkat energi, yang kita sebut juga Δtet, nilainya jauh lebih kecil dari Δoct. Kira-kira, Î”tet = 4/9 Δoct. Tidak ada ligan yang cukup besar lengan berkuasa yang sanggup membesarkan nilai Î”tet sampai lebih besar dari P, sehingga semua kompleks tetrahedral ialah high-spin.

CFT: Kompleks Lainnya

Tabel ini didapat dari Housecroft:

Admin yang budiman kembali dengan bahan yang biar sanggup membantu kalian semua berguru u CFT: Crystal Field Theory

Splitting untuk kompleks selain tetrahedral dan oktahedral seharusnya sanggup kalian perkirakan sendiri dari bentuknya. Cukup diperkirakan, orbital yang eksklusif mengarah pada ligan tentu energinya akan lebih tinggi daripada yang hanya mengarah sebagian.

Sekian


Sumber https://olimpiadekimia.com


EmoticonEmoticon