Emping melinjo memang penganan criping tradisional yang banyak digemari. Ancaman bahwa penganan ringan ini kerap dituduh sebagai penyebab penyakit asam urat dan ginjal, rupanya tidak menciptakan penggemarnya bergeming. Malah penganan kecil ini menjelma satu bisnis menarik bermodal kecil dan bisa dikerjakan di rumah. Dan inilah informasi mengenai cara menciptakan perjuangan sendiri dengan produksi emping sutra, emping melinjo istimewa dengan rasa lebih gurih dan bentuk tipis yang super renyah.
Ini yakni dongeng sukses seorang perempuan paruh usia, ibu Sri Hartati dari daerah Sanggrahan Sleman. Sejak belasan tahun di halaman rumahnya sudah bangun 3 pohon melinjo berukuran besar. Pohon-pohon ini sudah memproduksi setidaknya belasan kilo melinjo tiap harinya. Tingginya produksi melinjo tiap harinya menciptakan ibu Sri sempat dibentuk gundah akan dijual kemana lagi melinjo-melinjo ini.
Wajib dibaca: Panduan Lengkap Cara Memulai Usaha Baru
Awalnya dia hanya berniat menciptakan emping mlinjo biasa, tetapi disadarinya persaingan emping di kota Jogja sudah padat. Ibu Sri melihat dia harus memproduksi emping yang berbeda untuk memikat di pasar, bukan sekedar emping biasa yang gampang ditemukan di pasar. Ibu Sri berpikir keras cara menciptakan perjuangan sendiri yang lain dari yang lain, tidak hanya berbeda dari pesaing, namun juga unik dan menarik.
Ibu Sri kemudian menjajal penemuan produk yang tercetus dari ilham isengnya untuk memadukan melinjo sangrai dengan kemiri sangrai. Dengan memipihkan kedua keping kacang ini dalam komposisi 3 : 1 dalam kondisi masih panas. Hasilnya memang unik, emping menjadi lebih gurih, lebih renyah, ringan dan ternyata bisa menghasilkan emping super tipis yang hingga terkesan bening. Emping ini kemudian diberinya nama emping sutra, penamaan yang mewakili tampilan emping yang super tipis.
Emping sutra ini harus dibentuk dengan cara manual tanpa alat produksi modern. Karena perlu ada trik khusus untuk menyatukan kedua keping kacang tanpa membuatnya menggumpal. Kata sutra memberi gambaran lebih glamor dan ini menciptakan Ibu Sri menjadi lebih leluasa untuk menjual emping sutra buatannya di atas harga pasar. Ibu Sri menjual seharga 45 ribu hingga 50 ribu per kilonya di atas harga emping mlinjo biasa yang hanya berkisar pada harga 30 ribuan perkilo.
Cara membuat usaha sendiri yang dikembangkan diawal lebih mengutamakan perkenalan ketimbang produksi massal, Ibu Sri hanya membutuhkan sekitar 10 kilo materi baku biji mlinjo dengan sekitar 3 kilo kacang kemiri, untuk memproduksi emping sutranya ini. Apalagi modal perjuangan yang dimiliki di awal ini hanya kisaran beberapa ratus ribu saja. Penjualan juga masih secara kiloan ke pasar-pasar tradisional tanpa merek.
Baru sehabis dirasa pasarnya mulai berkembang, Ibu Sri menjajal untuk mengemas emping sutranya wadah-wadah plastik tebal bersegel berukuran 250 gram dan djualnya ke pasar-pasar tradisional sekitar rumahnya dengan diberi merk Sri Rejeki.
Cara menciptakan perjuangan sendiri yang dikembangkan oleh ibu Sri yakni dengan meningkatkan jangkauan pasar produknya. Ibu Sri menjual ke beberapa penjaja toko buah tangan di kota Jogja dalam kemasan yang lebih baik biar harga jualnya juga sesuai. Biasanya untuk satu kemasan berukuran 250 gram ini Ibu Sri membandrol seharga 12 ribu.
Tak butuh waktu usang Ibu Sri mulai bisa mengunduh hasil dari perjuangan kecilnya ini. Rupanya strategi pemasarannya cukup bisa menarik minat pasar. Dalam 6 bulan saja perjuangan emping sutra ini berkembang cukup signifikan, hingga harus mencari materi baku 300 kg biji mlinjo hingga harus mencari suplai dari petani mlinjo .
Kini produk emping sutra miliknya sudah tersebar di banyak toko pusat buah tangan di daerah Yogya. Kadang seruan juga tiba dari luar Yogya menyerupai Semarang, Solo, Kebumen hingga Bandung dan Jakarta. Malah beberapa waktu kemudian ada konsumen yang membeli produknya sebanyak 20 kilo untuk di jual ke Malaysia.
Untuk proses produksi, Ibu Sri melibatkan 65 orang ibu-ibu tetangga area pemukimannya tinggal untuk membantu proses pemipihan emping yang hingga ketika ini masih manual. Ibu Sri juga terpaksa menyulap rumahnya menjadi ruang produksi yang besar, alasannya yakni sejauh ini untuk menghasilkan emping berkualitas Ibu Sri masih sepenuhnya mengandalkan panas matahari untuk prose penjemuran.
Menurut Ibu Sri, dia sudah berkali kali mencoba bermacam-macam cara alternatif pengeringan, tetapi tidak berhasil menghasilkan emping dengan kualitas sesuai. Kadang di demam isu penghujan Ibu Sri terpaksa menurunkan kuantitas produksi.
Kini dalam satu bulan Ibu Sri bisa mencetak hasil hingga Rp 15 juta dengan share laba sekitar 35 %. Biaya produksi terbesar dialokasikan untuk urusan pembayaran tenaga kerja, alasannya yakni urusan produksi sepenuhnya masih dikerjakan manual. Tetapi alasannya yakni harga jualnya relatif tinggi, ibu Sri masih merasa tidak terbebani dengan tenaga kerja yang banyak. Inilah bagaimana ibu Sri dengan cara menciptakan perjuangan sendiri dengan produksi emping sutra.
sumber gambar: khomsurizal.blogspot.com
Sumber https://www.pojokbisnis.com
EmoticonEmoticon