Arranged by
Kelompok 1
Astrid Shafira H Aulia Nur Fitriani Dea Syahidatul Destya Suci Nuraeni Agnes Anurul Maulidia Anindita Indriani Btari Magistra P Arlinda Azka Zhafira Putri | 10100113003 10100113010 10100113017 10100113019 10100113031 10100113034 10100113035 10100113039 10100113046 | Andini S N Ayi Abdul Basith Bella Adelina Arif Lukmanul Anita Sapitri A Adam Ibrahim Andriana Rafika Abdullah Patria | 10100113048 10100113058 10100113063 10100113066 10100113072 10100113073 10100113076 10100113077 |
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memperlihatkan rahmat dan karunia-Nya serta nikmat yang tiada hentinya kepada manusia. Terutama nikmat kepercayaan dan logika yang menjadikan insan sebagai makhluk yang paling sempurna. Dengan nikmat logika tersebutlah kita dituntut untuk sanggup memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dari perintah-Nya.
Tak lupa Salawat serta salam untuk Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan ilmu dari Allah kepada umat-umatnya.
Alhamdulillah, kami sanggup menuntaskan makalah yang mengambarkan perihal disiplin kedokteran menurut pandangan hukum, etika dan Islam
. Semoga dengan tersusunnya makalah ini sanggup menambah pengetahuan kita. Mohon maaf atas kekurangandan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kami juga menunggu kritik dan saran untuk kami. Terima Kasih.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Bandung, 16 Desember 2013
Kelompok 1 BHP
FK UNISBA 2013
A. Latar Belakang
Profesi dokter dianggap sebagai sebuah seni (art) dalam kehidupan, karenanya tidak setiap orang sanggup dengan gampang mendapatkan kecakapan akan tindakan-tindakan medis, walaupun itu hanya tindakan medis sederhana yang sanggup dimiliki oleh setiap orang ketika ini.
Dokter bagi masyarakat luas yakni seseorang yang menolong seorang pasien. Namun adapun definisi dokter secara oprasional yaitu Dokter yakni seorang tenaga kesehatan yang menjadi daerah kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menuntaskan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kerja sama dengan profesional kesehatan lainnya, dengan memakai prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya yakni sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Selain itu di Indonesia kini, dokter masih dianggap sebagai profesi yang terhormat dan mulia, masyarakat menganggap bahwa seorang dokter yakni orang yang paripurna, yang bisa menuntaskan segala hal dan segala masalah yang diderita pasien dan memecahkan masalah-masalah lainnya. Untuk menunjang profesionalisme kita juga harus mempunyai dasar aturan etika dan agama biar kita bisa menjadi dokter yang baik.
Ilmu kedokteran yakni suatu ilmu yang sangat berkembang pesat, bahkan perkembangannya bisa berubah tiap 24 jam atau bahkan kurang. Ilmu akan bermanfaat kalau dibarengi dengan iman. Begitu juga dengan ilmu kedokteran. Dengan perkembangannya yang begitu pesat, tanpa dibarengi dengan kepercayaan dalam menggunakannya, maka dokter tersebut akan tersesat dan terjerumus lantaran ilmunya yang tidak dimanfaatkan secara baik. Bahkan dalam hadist dikatakan bahwa Orang yang paling keras siksanya yakni seorang pandai dan tidak diberi manfaat oleh Allah dengan alasannya ilmunya. Untuk menghindarinya, maka kita perlu mengetahui landasan aturan suatu masalah baik dari segi aturan yang berlaku, dari segi etika dan tentu juga dari segi agama.
Sebagai seseorang yang profesional, tentu profesi dokter mempunyai suatu disiplin yang mengikatnya. Disiplin ini terdiri dari banyak sekali aspek maupun segi hukum, moral dan etika, juga agama. Untuk menjadi seorang dokter yang baik maka tentu sebagai mahasiswa kedokteran kita perlu mengetahui dan memahami disiplin kedokteran itu sendiri dan selanjutnya diterapkan dan dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari kelak ketika sudah menjadi dokter.
B. Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memperlihatkan citra mengenai disiplin kedokteran
2. Menelaah abortus dari segi Undang-undang, etika dan agama mengenai disiplin kedokteran
3. Memenuhi kiprah mata kuliah Bioethic and Humanism Programe
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami mempunyai beberapa rumusan masalah yang dituangkan dalam serpihan Disiplin kedokteran. Yaitu serpihan pembahasan mengenai disiplin kedokteran. Diantaranya yaitu:
a. Apa yang dimaksud profesionalisme?
b. Bagaimana prinsip profesionalisme seorang dokter?
c. Apa yang dimaksud disiplin kedokteran?
d. Apa hubungannya profesionalisme dengan disiplin kedokteran?
e. Bagaimana norma pada disiplin kedokteran?
f. Apa yang disebut pelanggaran disiplin profesi?
g. Bagaimana bentuk dari pelanggaran disiplin kedokteran?
h. Bagaimana pelanggaran disiplin kedokteran berdasarkan undang-undang?
i. Bagaimana pelanggaran disiplin kedokteran berdasarkan Islam?
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah mengenai disiplin kedokteran ini, kami memakai beberapa metode penulisan, diantaranya :
1. Metode Study Literatur
Metode penulisan ini dilakukan dengan cara mencari data dan informasi dari buku-buku dan media cetak yang mendukung bahan ini.
2. Metode Web Search
Metode penulisan ini dilakukan dengan cara mencari data dan informasi dari situs internet.
E. Sistematika pembahasan
Untuk memudahkan dalam memahami isi dalam tata urutan makalah ini, maka penulis menyajikan dengan sistematika sebagai berikut :
1. BAB I : PENDAHULUAN
Dalam serpihan ini berisi tentang: latar belakang masalah,tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika pembahasan.
2. BAB II : DISIPLIN KEDOKTERAN
Bab ini menjelaskan mengenai disiplin kedokteran dan kaitannya terhadap masalah kelalaian.
3. BAB III : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penyimpulan dari bab-bab sebelumnya dan merupakan balasan dari rumusan masalah yang dikemukakan pada pendahuluan.
A. Pengertian Disiplin Kedokteran
Menurut UU Praktik Kedokteran Pasal 55 ayat 1Profesi kedokteran dan kedokteran gigi mempunyai keluhuran lantaran kiprah utamanya yakni memperlihatkan pelayanan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar insan yaitu kebutuhan akan KESEHATAN. Dalam menjalankan kiprah profesionalnya sebagai dokter dan dokter gigi, selain terikat oleh norma etika dan norma hukum, profesi ini juga terikat oleh norma disiplin kedokteran, yang bila ditegakkan akan menjamin mutu pelayanan sehingga terjaga martabat dan keluhuran profesinya.
B. Latar Belakang Disiplin Kedokteran
Praktik kedokteran yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter yang sudah menjalankan praktik tidak akan terlepas dari kemungkinan pelanggaran atau kelainan medik. Untuk itu diharapkan proses pendisiplinan menganut kaidah-kaidah “hukum” disiplin profesi kedokteran. Hukuman maksimal dari proses penegakan disiplin yakni pencabutan pendaftaran dokter yang melanggar atau lalai.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dibuat untuk menegakan disiplin dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran, yaitu penegakan aturan-aturan dan atau ketentuan penerapan keilmuan kedokteran dalam pelaksanaan pelayanan medis yang seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi.
Majelis disiplin merupakan majelis keilmuan. Dokter yang diadukan ke majelis ini bersidang dengan caranya sendiri, diatur oleh internal untuk mengusut dan mengadili dokter atau dokter gigi yang disangka berbuat malapraktik, dan menjatuhkan keputusan oleh undang undang ini dinyatakan final dan banding. Apabila majelis ini sudah memutuskan bahwa seorang dokter bersalah atau melaksanakan malapraktik, maka kemudian bisa dilanjutkan ke pengadilan perdata atau pidana bila memang terkait dengan itu. Inilah yang kemudian disebut pengadilan filter.
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran sanggup mengadukan secara tertulis kepada ketua MKDKI atau MKDKI-Provinsi.
MKDKI bukan merupakan tubuh pribadi yang memfilter seluruh duduk kasus pelanggararan yang diadukan pasien, dan memutuskan apakah suatu masalah bisa diajukan ke pengadilan pidana atau perdata. Keberadaan MKDKI sepanjang sebagai pengadilan filter untuk menegakkan disiplin. Keputusan majelis-majelis ini hanya memperlihatkan sanksi-sanksi profesi, hukuman etik, hukuman administratif, dan bukan masalah hokum, jadi tidak mengikat apabila pihak korban mengajukkan permasalahan yang sama kehadapan pengadilan umum baik perdata maupun pidana. Keberadaan MKDKI sangat berperan dalam menegakkan disiplin profesi kedokteran atau kedokteran gigi, sehingga penting untuk diketahui oleh pihak-pihak yang berafiliasi dengan profesi tersebut baik dokter atau dokter gigi dan mahasiswa kedokteran atau kedokteran gigi.
Kepatuhan menerapkan aturan – aturan / ketentuan penerapan keilmuan dlm pelaksanaan pelayanan.
Lebih khusus: kepatuhan menerapkan kaidah -kaidah penatalaksanaan klinis (asuhan medis) Yang mencakup:
a. penegakan diagnosis
b. tindakan pengobatan (treatment)
c. menetapkan prognosis
Dengan standar/ indikator:
1) Standar kompetensi
2) Standar sikap etis
3) Standar asuhan medis
4) Standar klinis.
C. Profesionalisme dalam disiplin kedokteran
Profesionalisme dalam disiplin kedokteran tertuang dalam peraturan konsil kedokteran indonesiatentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi. Yang dikeluarkan oleh konsil kedokteran yaitu:
Pasal 1
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi yakni ketaatan terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
2. Praktik Kedokteran yakni rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
3. Dokter dan Dokter Gigi yakni dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi seorang andal lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia.
4. Konsil Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKI yakni suatu tubuh otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
5. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, yang selanjutnya disingkat MKDKI yakni forum yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan memutuskan sanksi.
6. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat Provinsi, yang selanjutnya disebut MKDKI-P yakni forum di wilayah provinsi tertentu yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan memutuskan sanksi.
Pasal 2
Pengaturan Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi bertujuan untuk:
a. memberikan proteksi kepada masyarakat;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan; dan
c. menjaga kehormatan profesi.
Pasal 3
(1). Setiap Dokter dan Dokter Gigi dihentikan melaksanakan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
(2). Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 28 bentuk:
1. melakukan Praktik Kedokteran dengan tidak kompeten;
2. tidak merujuk pasien kepada Dokter atau Dokter Gigi lain yang mempunyai kompetensi yang sesuai;
3. mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak mempunyai kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;
4. menyediakan Dokter atau Dokter gigi pengganti sementara yang tidak mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melaksanakan pemberitahuan perihal penggantian tersebut;
5. menjalankan Praktik Kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan sanggup membahayakan pasien;
6. tidak melaksanakan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang sanggup membahayakan pasien;
7. melakukan investigasi atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien;
8. tidak memperlihatkan klarifikasi yang jujur, etis, dan memadai(adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melaksanakan Praktik Kedokteran;
9. melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya;
10. tidak menciptakan atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja;
11. melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
12. melakukan perbuatan yang sanggup mengakhiri kehidupan pasien atas seruan sendiri atau keluarganya;
13. menjalankan Praktik Kedokteran dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara Praktik Kedokteran yang layak;
14. melakukan penelitian dalam Praktik Kedokteran dengan memakai insan sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari forum yang diakui pemerintah;
15. tidak melaksanakan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan bisa melakukannya;
16. menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
17. membuka diam-diam kedokteran;
18. membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil investigasi yang diketahuinya secara benar dan patut;
19. turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau hukuman hukuman mati;
20.meresepkan atau memperlihatkan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
21. melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan Praktik Kedokteran;
22. menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya;
23. menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau memperlihatkan resep obat/alat kesehatan;
24.mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki baik verbal ataupun goresan pena yang tidak benar atau menyesatkan;
25. adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya;
26. berpraktik dengan memakai surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau akta kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa mempunyai surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
27. tidak jujur dalam menentukan jasa medis;
28. tidak memperlihatkan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diharapkan MKDKI/MKDKI-P untuk investigasi atas pengaduan dugaan pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan KKI ini.
D. Prinsip-prinsip kunci dari profesionalisme
Dalam menjalankan asuhan klinis kepada pasien, tenaga medik harus bekerja dalam batas-batas kompetensinya, baik dalam penegakkan diagnosis maupun dalam penatalaksanaan pasien. Prinsip-prinsip itu diantaranya:
1. Excellence (Unggul)
a. Komitmen pada kompetensi
Setiap Dokter harus mempunyai komitmen terhadap kompetensinya masing-masing. Baik mengerjakan apa yang harus dikerjakan secara maksimal maupun merujuk pasien yang memang bukan kompetensinya
b. Continous quality improvement
Sikap profesionalisme yang sangat cantik selainitu ada Continuos Quality Improvement, yaitu terus berguru dan menambah ilmu. Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang, apalagi ilmu kedokteran. Alangkah baiknya kita sebagai dokter terus berguru dan menambah ilmu, entah itu dari mengikuti seminar, membaca artikel kodekteran, atau memperdalam ilmu dengan mengikuti pendidikan sarjana.
2. Accountability (Tanggung Jawab)
Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter yakni Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik yakni fatwa perilaku. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur relasi antar insan yang meliputi kewajiban umum seorang dokter, relasi dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran aturan tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran.
3. Humanity (Kemanusiaan)
a. Respect
Menghargai mengacu pada menghormati orang lain dengan rasa hormat, perbedaan, dan martabat. Menggunakan komitmen untuk menghormati pilihan dan hak orang lain mengenai perawatan medis mereka (ABIM 1992,hal. 2). Kepekaan dan ketanggapan akan budaya, umur, gender, dan kekurangan mereka juga termasuk akan menghargai (Accreditation Council for Graduate Medical Education, 1999). Hal tersebut menghadirkan dokter-dokter dengan tantangan khusus lantaran tanda tanda dari menghargai dari setiap budaya bisa berbeda-beda. Namun demikian, hal tersebut bisa disebut sebagai esensi dari humanisme (ABIM 1994) lantaran memperlihatkan tanda pengenalan akan menghargai setiap insan dengan kepercayaannya dan sistem penilaiannya (Abbot 1983). Dihargai merupakan hak pasien dan dibutuhkan keyakinan, privasi, dan persetujuan yang sebelumnya telah diinfomasikan. Hal tersebut juga berdasarkan dari kolega di kedokteran sebagaimana dengan pelayan kesehatan yang lain, pelaham institusi, sistem dan proses (Association of American Medical Colleges and the National Board of Medical Examiners 2002).
b. Compassion
Compassion telah didemonstrasikan oleh dokter andal terhadap pasien sehingga sanggup mempengaruhi diskusi dan mempunyai komponen tujuan objektif afektif dan kognitif untuk mencapai pelayanan yang berkualitas.compassion ini juga bisa mempertahankan relasi baik dan kedekatan antara pasien dengan dokter andal sehingga saya sebagai dokter andal sanggup meyakinkan pasien clubfoot dan keluarganya.
c. Empati
Empati (dari Bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti “ketertarikan fisik”) didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan mencicipi perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan impian seseorang berafiliasi dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan bisa mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan.
Dalam buku Social Psicologykarangan Robert A Baron dinyatakan : empati yakni kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain seolah-olah emosi itu dialami sendiri.
d. Honor
Ditunjukkan melalui sikap dg standar tertinggi, tidak melaksanakan penyimpangan penyimpangan-penyimpangan personal maupun profesional dan ini merupakan esensi humaniora,terutama pd klien,pasien, mhs, subjek penelitian, sahabat sejawat dan bahkan komunitas yg lebih luas. gaji and integriti :harus jujur,tulus,dan berterus terang
e. Integrity
Integritas (Integrity) yakni bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melaksanakan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, inspirasi dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam perundingan yang sulit dengan pihak lain.
Indikator Perilaku:
1. Memahami dan mengenali sikap sesuai kode etik
a. Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan.
b. Jujur dalam memakai dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya.
c. Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik.
2. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya
a. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.
b. Berbicara perihal ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau sahabat dekat.
c. Jujur dalam berafiliasi dengan pelanggan.
3. Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melaksanakan itu
a. Secara terbuka mengakui telah melaksanakan kesalahan.
b. Berterus terang walaupun sanggup merusak relasi baik.
4. Bertindak berdasarkan nilai walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar
a. Mengambil tindakan atas sikap orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan.
b. Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa lantaran praktek bisnis yang tidak etis.
c. Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values).
E. Profesi kedokteran merupakan profesi yang luhur
Profesi luhur ini mempunyai kriteria-kriteria tertentu, sebagaimana profesi pada umumnya. Ada dua hal yang menjadi ciri-ciri profesi pada umumnya, yakni:
1. Bertanggung jawaban
2. Hormat terhadap hak orang lain
Bagi profesi luhur, selain harus memenuhi ciri-ciri profesi pada umumnya di atas, dituntut pula ciri-ciri lain, yaitu:
1. Sikap bebas dari pamrih
2. pengabdian pada tuntutan etika profesi
Profesi luhur harus dijalankan tanpa pamrih, dimana kepentingan pasien atau klien yang harus diutamakan, bahkan harus didahulukan dari kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok. Tuntutan etika profesi harus tetap dipertahankan, meskipun pasien, masyarakat atau negara sekalipun menghendaki lain. Misalnya pasien yang atas permintaannya sendiri dan juga keluarganya biar digugurkan kandungannya atau ingin di-euthanasia, dan seterusnya. Di sini etika profesi luhur harus dipegang meskipun hal ini bertentangan dengan impian pasien sendiri. Kaprikornus etika profesi luhur menuntut dan menuntun biar pelaku profesi dalam keadaan apapun menjunjung tinggi keluhuran profesinya. Etika profesi menjadi benteng pertahanan bagi tegaknya sendi-sendi suatu profesi luhur.
F. Norma disiplin kedokteran
Norma atau kaidah etika menjadi lingkup dokter dan dokter gigi baik sebagai individu dalam profesi dan sebagai penyelenggaraan profesi dalam praktik kedokteran. Seorang dokter atau dokter gigi harus taat pada norma etika baik beliau tidak berpraktik maupun juga ketika melaksanakan praktik kedokteran. Seorang dokter dan dokter gigi tidak mempunyai STR, SIP, pemalsuan ijazah, pengguna obat terlarang dan sebagainya, secara etika sebagai anggota profesi tetap dianggap melanggar etika dan sanggup diproses oleh organisasi profesinya. Sedangkan untuk norma disiplin kedokteran, hal ini sangat terkait dengan dilakukan dalam praktik kedokteran. Penerapan dan penegakan norma-norma disiplin gres sanggup dikatakan aktif bila dilakukan dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Seorang dokter atau dokter gigi yang tidak mempunyai STR atau SIP, pemalsuan ijazah, pengguna obat-obat terlarang dan sebagainya, bila diterapkan dan terjadi pada penyelenggaraan praktik kedokteran, maka tidak saja norma etika, tetapi norma-norma disiplin juga berlaku dan sanggup dikenakan, lantaran dianggap prilaku dokter itu besar lengan berkuasa terhadap praktik kedokteran yang dilakukannya.Begitu pula pada norma aturan yang mengatur terhadap dokter dan dokter gigi secara individu untuk pergaulan dalam masyarakat tetapi adapula norma aturan dalam pergaulan pada penyelenggaraan praktik kedokteran. Kaprikornus pada norma aturan mengatur dokter dan dokter gigi baik diluar praktik kedokteran maupun didalam melaksanakan praktik kedokteran.
G. Pelanggaran Disiplin Profesi
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini yang dimaksud dengan:
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi yakni ketaatan terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Jadi pelanggaran disiplin profesi merupakan pelanggaran yang di lakukan terhadap aturan-aturan ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran
Hakikatnya dikelompokkan dlm 3 hal:
1) Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2) Tidak melaksanakan kiprah dan tanggung jawab profesional dengan baik
3) Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi
H. Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran
a. Kelalaian (negligence): ommission, commission
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.
Kelalaian yakni segala tindakan yang dilakukan dan sanggup melanggar standar sehingga menjadikan cidera/kerugian orang lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan kelalaianlam arti lain yakni sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melaksanakan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melaksanakan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, sanggup berupa Omission (kelalaian untuk melaksanakan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian yakni melaksanakan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melaksanakan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek yakni seorang yg tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka berdasarkan ukuran dilingkungan yang sama.
Pada masalah ini terjadi kelalaian dokter Hadiza yaitu tidak dilihatnya terlebih dahulu data dari pasien sehingga tejadi kesalahan penanganan. Hal ini tentu sangat merugikan pasien. Hendaknya setiap dokter harus beusaha untuk hati-hati dalam menentukan setiap langkahnya lantaran yang ditanganinya yakni manusia.
b. Tidak kompeten (incompetence): tidak cakap
c. Penipuan / ketidak jujuran (fraud)
d. Pelecehan / hub sexual pada pasien (sexual abuse)
Melakukan pemerkosaan atau tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap pasien. Seorang profesional medik tidak boleh memakai hubungan personal (seperti relasi seks atau emosional) yang merusak relasi dokter – pasien. Misalnya pasien mengeluhkan sakit kepala namun malah memegang payudara, atau melaksanakan investigasi yang tidak seharusnya dilakukan namun bersangkutan dengan sikap seksual.
e. Ketidaklayakan fisik, mental ketika menangani pasien (impairment)
f. Peresepan tidak masuk akal (inappropriate prescribing)
Bentuknya bisa berupa polifarmasi -pemberian beberapa obat sekaligus yang tidak perlu- proteksi antibiotik dan steroid yang berlebihan, mengutamakan obat non-generik untuk mengambil keuntungan, juga obat-obatan yang pemakaiannya di luar indikasi resmi (off label use).
Contohnya proteksi suplemen, vitamin, antihistamin untuk pilek atau flu, obat pelonggar terusan pernapasan untuk batuk pada abses terusan pernapasan atas, dan sebagainya yang belum tentu dibutuhkan.
Pengobatan semacam ini sering tidak disadari dan terjadi hampir setiap hari dalam kehidupan kita. Pola pengobatan tidak rasional yang dilakukan oknum dokter untuk mengambil laba dari pasien, bisa dikategorikan sebagai kejahatan.
Meresepkan obat yang tidak perlu pada pasien sanggup menimbulkan banyak kerugian. Selain merugikan pasien secara ekonomi, kesehatan pasien juga dipertaruhkan. Sebagian besar obat tidak larut dalam air sehingga perlu diproses di dalam organ hati sehingga penggunaan obat yang terlalu banyak dan tidak tepat, bisa mengganggu fungsi hati. Tak hanya itu, obat-obat yang beredar di pasaran, banyak yang takaran per-satuan tablet atau kapsulnya terlalu besar bisa menimbulkan imbas samping bahkan kematian.
Pemberian obat yang tidak tepat memang bukan hal baru. Secara garis besar, hal ini disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, membanjirnya obat dalam jumlah yang sangat besar. Di Indonesia, jumlah obat yang terdaftar mencapai sekitar 20.000 jenis (dari 200 pabrik farmasi), banyak di antaranya merupakan produk yang sama. Hal ini mengakibatkan dokter sulit menentukan obat yang paling baik, ditinjau dari segi harga dan efektivitasnya (cost effective).
Kedua, pertimbangan dokter dalam menentukan obat. Sudah menjadi diam-diam umum bahwa untuk setiap jenis obat yang diresepkan, dokter sanggup mendapatkan komisi dari perusahaan farmasi yang bersangkutan.
g. Hal-hal lain:
1) Fee splitting
Dalam melaksanakan acuan (pasien, laboratorium, teknologi) kepada dokter lain/ sarana penunjang lain, atau pembuatan resep/ proteksi obat, seorang dokter/dokter gigi hanya dibenarkan bekerja untuk kepentingan pasien . Oleh karenanya, dokter tidak dibenarkan meminta atau menerima imbalan jasa diluar ketentuan etika profesi yang dapat mempengaruhi indepedensi dokter (kick-back atau fee-splitting);
2) Informed consent
Secara harfiah Consent artinya persetujuan, atau lebih ‘tajam’ lagi,”izin”. Kaprikornus Informed consent yakni persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk melaksanakan tindakan medis pada pasien, menyerupai investigasi fisik dan investigasi lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melaksanakan suntikan, menolong bersalin, melaksanakan pembiusan, melaksanakan pembedahan, melaksanakan tindak-lanjut kalau terjadi kesulitan, dan sebagainya. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.
Dapat disimpulkan bahwa Informed Consent yakni persetujuan atau izin oleh pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melaksanakan tindakan medis atas dirinya, sehabis kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau klarifikasi yang lengkap perihal tindakan itu. Mendapat klarifikasi lengkap itu yakni salah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang sehingga dengan kata lain Informed consent yakni Persetujuan Setelah Penjelasan. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, Persetujuan Tindakan Medik yakni Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar klarifikasi mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Hakikat Informed consent mengandung 2 (dua) unsur esensial yaitu :
1. Informasi yang diberikan oleh dokter;
2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien.
Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atausecara isyarat.
3) Rekam medis
Definisi Rekam Medis dalam banyak sekali kepustakaan dituliskan dalam banyak sekali pengertian, menyerupai dibawah ini:
1. Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.
2. Menurut Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989:
RekamMedisadalahberkas yang bei isi catatan dan dokumen mengenai identitas
3. IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk goresan pena atau citra acara pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis yakni berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.
Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan terperinci dan dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan.
Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi pasien lantaran dengan data yang lengkap sanggup memperlihatkan informasi dalam menentukan keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya. Dokter atau dokter gigi diwajibkan menciptakan rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat sanggup menciptakan rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
1. Pasien Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
i. Untuk masalah gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
a. Identitas Pasien
b. Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila perlu
i. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memperlihatkan pelayanan ksehatan.
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m. Untuk masalah gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
3. Ruang Gawat Darurat
Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
a. Identitas Pasien
b. Kondisi ketika pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu.
e. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut.
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memperlihatkan pelayanan kesehatan.
k. Sarana transportasi yang dipakai bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain dan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain:
- Nama :
- Jenis Kelamin :
- Tempat Tanggal lahir :
- Umur :
- Alamat :
- Pekerjaan :
- Pendidikan :
- Golongan Darah :
- Status ijab kabul :
- Nama orang renta :
- Pekerjaan Orang renta :
- Nama suami/istri :
Data-data rekam medis diatas sanggup ditambahkan dan dilengkapi sesuai kebutuhan yang ada dalam palayanan kesehatan.
I. Pelanggaran bidang aturan kesehatan pada profesi kedokteran
Contoh pelanggaran Bidang aturan kesehatan pada profesi kedokteran :
1. Malpraktek
Dalam bidang kedokteran kini sering ditemui kegagalan dalam melaksanakan praktek atau yang biasa disebut malpraktek. Banyak masyarakat awam yang tidak tau cara bagaimana menangani masalah tersebut sehingga para dokter dan rumah sakit melaksanakan pelanggaran etika yaitu tidak bertanggung jawab dan lebih menentukan membisu atau lari dari masalah.Jenis Malpraktek :
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik yakni dokter melaksanakan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.
b. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang mengakibatkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar aturan (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.
c. Malpraktek pidana lantaran kesengajaan (intensional)
Misalnya pada kasus-kasus melaksanakan pengguguran tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan diam-diam kedokteran, tidak melaksanakan pertolongan pada masalah gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memperlihatkan surat keterangan dokter yang tidak benar.
d. Malpraktek pidana lantaran kecerobohan (recklessness)
Misalnya melaksanakan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melaksanakan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
e. Malpraktek pidana lantaran kealpaan (negligence)
Misalnya terjadi cacat atau janjkematian pada pasien sebagai akhir tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.
f. Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)
Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melaksanakan pelanggaran terhadap aturan Administrasi Negara yang berlaku, contohnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa menciptakan catatan medik.
2. Pelanggaran Etika Di Asuransi Kesehatan
Asuransi Kesehatan yakni sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko yang berafiliasi dengan kesehatannya, menyerupai sakit sehingga harus dirawat inap, dirawat jalan, diobati atau dioperasi, maka perusahaan asuransi akan memperlihatkan penggantian kepada si nasabah tersebut. Jika tidak terpenuhi semua asuransi kesehatan yang dibutuhkan pasien maka terperinci pihak asuransi kesehatan itu tidak menjalankan tugasnya dan melanggar dari etik-etik asuransi kesehatan tersebut.
3. Pelanggaran Etika Dalam Aborsi
Secara sederhana kata pengguguran yakni mati ( gugurnya ) hasil konsepsi. Artinya pengguguran itu sanggup dimulai dari semenjak benih perempuan (ovum ) dengan benih laki-laki ( sperma ) mengadakan konsepsi. Kehidupan yang utuh dimulai dari dua benih menjadi satu ( TWO IS ONE ).
J. Pandangan Agama terhadap Kelalaian sebagai bentuk pelanggaran disiplin
Salah satu dari kekurangan santri secara umum yakni sikap disiplin. Sebenarnya bukan santri saja yang berperilaku kurang disiplin. Secara umum lebih banyak didominasi individu yang berasal dari negara miskin atau berkembang terkena penyakit ini. Kalangan militer yakni pengecualian.Secara definisi, disiplin yakni kemauan yang instan untuk taat dan hormat pada aturan yang berlaku baik itu aturan agama, etika sosial maupun tata tertib organisasi. Baik ada yang mengawasi atau tidak.Seorang yang disiplin ketika melaksanakan suatu pelanggaran walaupun kecil akan merasa bersalah terutama lantaran ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri.
Perilaku khianat akan menjerumuskannya pada runtuhnya harga diri lantaran ia tak lagi dipercaya. Sedangkan kepercayaan merupakan modal utama bagi seseorang yang mempunyai logika sehat dan martabat yang benar untuk sanggup hidup dengan damai (sakinah), dan terhormat.Dengan demikian, sikap disiplin yakni suatu keharusan. Dalam bahasa Nabi, sikap disiplin itu tersirat dalam sifat ihsan. Dalam sebuah Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ihsan yakni “menyembah Allah seolah-olah kau melihatNya.” Konsekuensi dari sikap ihsan yakni komitmen untuk melaksanakan segala aturan Allah—menjalani perintah dan menjauhi laranganNya—saat sendirian maupun ketika ada orang yang mengawasi. Inilah inti dari disiplin.Perilaku ihsan kepada Allah idealnya tidak didasarkan pada rasa takut, tapi pada rasa cinta: cinta pada Allah dan cinta pada diri sendiri.
Pertama, dengan dasar cinta pada Allah, maka ketaatan pada syariah Allah bukan lantaran rasa takut. Akan tetapi lantaran didorong semangat untuk menyenangkanNya. Ibarat cinta seorang ibu pada putranya yang tak membutuhkan timbal balik. Bukan lantaran ingin sorgaNya, atau takut pada nerakaNya. Sebab keikhlasan model begini, berdasarkan Ibnu Sina, hanya timbul dari jiwa pedagang yang selalu mempertimbankan untung rugi dalam berbuat.Kedua, cinta pada diri sendiri. Perilaku disiplin hendaknya juga didorong oleh rasa cinta pada diri sendiri. Karena setiap perbuatan baik intinya untuk kepentingan diri sendiri walaupun terkesan untuk kepentingan orang lain (QS Al Isra’ 17:7 ).
Cinta pada diri sendiri bermakna bahwa seseorang akan sekuat tenaga menjaga kehormatan, harga diri dan martabat pribadi dengan berusaha selalu mentaati segala aturan yang berlaku, baik aturan Tuhan maupun aturan antar-manusia yang sudah disepakati bersama.Kesadaran bahwa sikap disiplin diri (self-discipline) atau ihsan sebagai bentuk dari kecintaan insan pada dirinya sendiri itu sangatlah penting. Sebab, dengan begitu, pengawasan tak lagi diperlukan. Korupsi, pencurian, perzinahan dan tindakan kriminal serta asusila lainnya tak akan ada. Karena semua tindakan kriminal, asusila dan pelanggaran yang lain timbul dari lemahnya kesadaran bahwa segala perbuatan yang melanggar aturan Tuhan dan insan intinya akan merusak diri sendiri (self-destructive) (QS Fushshilat 41:46; Al Jatsiyah 45:15 ), keluarga dan semua orang yang dicintainya.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada masalah ini terjadi kelalaian dokter yaitu tidak melihat inform concern pasien rawat inap sehingga merugikan pasien. Hukuman maksimal dari proses penegakan disiplin yakni pencabutan pendaftaran dokter yang melanggar atau lalai.
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang tepat kecuali Allah SWT. Maka untuk menciptakan makalah ini menjadi lebih baik penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penyusun juga memohon maaf apabila masih ada kekurangan dalam makalah ini. Kami berharap bahwa makalah ini bermanfaat baik untuk penyusun sendiri maupun bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran
Al-Hadits
Undang-Undang dasar Republik Indonesia
Kode Etik Dokter
Uman,Cholil.1994.Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern.Surabaya.Ampel Suci.
Setiawan, Budi Utomo. 2003. Fikih Aktual. Jakarta. Gema Insani.
Djamhoer Martaadisoebrata. (2012, 7 Maret). Profesionalisme dalam bidang kedokteran masa kini dan yang akan datang. Diperoleh 6 Desember 2013, dari giletules.blogspot.com/search?q=profesionalisme-dalam-bidang-kedokteran-masa-kini-dan-yang-akan-datang/
IRA CINTA LESTARI. (2008, 26 November). Pengertian Dokter dan kiprah dokter. Diperoleh 6 Desember 2013, dari http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/
ISMAIL. (2013, 4 April). Pengertian Profesi dan Profesionalisme. Diperoleh 6 desember 2013, dari http://azenismail.wordpress.com/2013/06/04/pengertian-profesi-dan-profesionalisme/
M. Ilyas Saputera dkk. (2012, November). Profesionalisme Dokter. Diperoleh 6 Desember 2013, dari http://doktermuslimyonirazer.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo
Ulas. (2012, 16 Juni). PROFESI, PROFESIONALISME, DAN PROFESIONALISASI. Diperoleh d Desember 2013, dari giletules.blogspot.com/search?q=profesionalisme-dalam-bidang-kedokteran-masa-kini-dan-yang-akan-datang/
IRA CINTA LESTARI. (2008, 26 November). Pengertian Dokter dan kiprah dokter. Diperoleh 6 Desember 2013, dari http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/
ISMAIL. (2013, 4 April). Pengertian Profesi dan Profesionalisme. Diperoleh 6 desember 2013, dari http://azenismail.wordpress.com/2013/06/04/pengertian-profesi-dan-profesionalisme/
M. Ilyas Saputera dkk. (2012, November). Profesionalisme Dokter. Diperoleh 6 Desember 2013, dari http://doktermuslimyonirazer.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo
http://health.detik.com/read/2013/12/17/120720/2444212/763/dokter-lalai-akibat-lelah-kerja-12-jam-pasien-6-tahun-meninggal?991104topnews
Jakarta, Kelelahan ternyata tidak hanya berdampak jelek pada diri Anda. Kelelahan yang terjadi pada diri anda juga sanggup mengakibatkan dampak jelek bagi orang lain, kerabat, teman, keluarga, atau bahkan klien Anda. Seorang bocah di Inggris bahkan meninggal sehabis dokter yang menanganinya mengaku kelelahan.
Jack Adcock dirawat di Leicester Royal Infirmary, Leicester, sehabis mengeluh sakit di dadanya. Dokter pun menyampaikan pada orang tuanya bahwa Jack terkena radang paru-paru, sehingga ia perlu dirawat.
"Ia mengeluh sakit pada dadanya. Saya pun membawanya ke rumah sakit sehabis beberapa hari belakangan ia juga terkena diare," ujar Nicky Adcock, ibu dari Jack menyerupai dilansir darinydailynews.com dan ditulis detikhealth pada Selasa (17/12/2013).
Nicky mengakui bahwa anaknya mengidap sindrom Down, dimana pertumbuhan fisik dan mental anaknya akan terhambat, serta lebih memungkinkan mempunyai penyakit-penyakit lain. Meski begitu, ia mengaku kaget sehabis dikabarkan bahwa anaknya meninggal lantaran kelalaian dokter.
Nicky mengakui bahwa anaknya mengidap sindrom Down, dimana pertumbuhan fisik dan mental anaknya akan terhambat, serta lebih memungkinkan mempunyai penyakit-penyakit lain. Meski begitu, ia mengaku kaget sehabis dikabarkan bahwa anaknya meninggal lantaran kelalaian dokter.
Dr. Hadiza Bawa-Garba, dokter anak dari Leicester Royal Infirmary, mengaku salah mengidentifikasi Jack dengan pasien lain. Ia mengira Jack yakni pasien yang sudah mendapat izin dari kedua orang tuanya untuk tidak diselamatkan kalau kondisinya kritis. Ia pun menceritakan kronologi insiden meninggalnya Jack.
"Kondisi Jack menurun drastis malam itu. Ia kritis dan perawat mencoba menyelamatkannya. Saya pun menghentikan perawat dengan alasan orang tuanya sudah merelakannya," tuturnya.
Namun ternyata perawat menyadari bahwa pasien yang dimaksud bukanlah Jack. Mereka pun berusaha untuk menyelamatkan Jack selama satu jam namun tanpa hasil. Jantung Jack sudah berhenti berdenyut dan paru-parunya sudah berhenti.
Dr. Bawa-Garba mengaku tidak tahu kalau ada pemindahan kamar pasien, baik Jack ataupun pasien lainnya. Ia mengaku kelelahan akhir bekerja selama lebih dari 12 jam membuatnya tidak dalam kondisi prima.
"Saya juga gres beberapa usang kembali bertugas sehabis sebelumnya cuti hamil dan melahirkan selama 13 bulan. Saya pikir kemampuan saya butuh disegarkan," ujarnya.
Orang renta bocah pun mengadukan masalah ini kepada pihak yang berwajib. Saat ini kasusnya masih berjalan dan Dr Bawa-Garba sedang menjalani investigasi lanjutan.
Orang renta bocah pun mengadukan masalah ini kepada pihak yang berwajib. Saat ini kasusnya masih berjalan dan Dr Bawa-Garba sedang menjalani investigasi lanjutan.
Sumber http://consisteria.blogspot.com
EmoticonEmoticon