Minggu, 21 Januari 2018

Pengertian Hutan Mangrove

Konsep Hutan Mangrove : Kata mangrove merupakan kombinasi anatara kata Mangue (bahasa portugis)
yang berarti tumbuhan dan kata Grove (bahsa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Ada yang menyatakan mangrove dengan kata Mangal yang pertanda komunitas suatu tumbuhan. Atau mangrove yang berasal dari kata Mangro, yaitu nama umum untuk Rhizophora mangle di Suriname. Di Prancis padanan yang dipakai untuk mangrove yakni kata Manglier (Phurnomobasuki dalam Ghufran :2012). Untuk lebih terang alagi mengenai devinisi hutan mangrove sanggup kita lihat pendapat berdasarkan para hebat sebagai berikut:
a. Mangrove berdasarkan Ghuffran (2012), hutan mangrove sering disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau (mangrove forest atau mangrove swamp forest) sebuah ekosistem yang terus-menerus mengalami tekanan
pembangunan.
b. Mangrove berdasarkan arief dalam Ghufran (2012), hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau” alasannya yakni sifat habitatnya yang payau, yaitu daerah dengan kadar garam antara 0,5 ppt dan 30 ppt. Disebut juga ekosistem hutan pasang surut alasannya yakni terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Berdasarkan jenis pohonnya, yaitu bakau, maka daerah mangrove juga disebut hutan bakau.
c. Mangrove berdasarkan Supriharyono dalam Ghufran (2012), kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap garam/salinitas dan pasang surut air laut, dan kedua sebagai individu spesies.
d. Mangrove berdasarkan Tomlinson dalam Ghufran (2012) yakni istilah umum untuk kumpulan pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis.
Berdasarkan pendapat para hebat perihal devinisi mangrove, maka yang dimaksud dengan mangrove dalam penelitian ini yakni kelompok tumbuhan berkayu yang tumbuh di sekelilinh garis pantai dan mempunyai pembiasaan yang tinggi terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian.
Penggunaan istilah hutan mangrove diganti dengan hutan bakau, mengingat persepsi dan pengetahuan hutan mangrove oleh masyarakat Desa Pematang Pasir yakni “Hutan Bakau”. Alternatif ini dilakukan dengan pertimbangan biar penelitian ini tidak mengalami bias pembahasan.
Zonasi Ekosistem Hutan Bakau
Bakau merupakan tipe tumbuhan tropik dan subtropik yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan bakau banyak dijumpai di pesisir pantai yang terlindungi dari gempuran ombak dan daerah landai. Hutan bakau tumbuh optimal di wilayah pesisir yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang fatwa airnya banyak mengandung lumpur, sedangkan diwilayah pesisir yang tidak mempunyai muara sungai pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Hutan bakau tidak atau sulit tumbuh diwilayah yang terjal dan berombak besar yang berarus pasang surut kuat, alasannya yakni kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diharapkan sebagai substrat (media) bagi pertumbuhannnya (Dahuri:2003).
Ada lima faktor berdasarkan Sukardjo dalam Ghufran (2012) yang mempengaruhi zonasi hutan bakau di daerah pantai tertentu yaitu:
1. Gelombang air bahari yang memilih frekwensi tergenang.
2. Salinitas, kadar garam yang berkaitan dengan hubungan osmosis hutan bakau.
3. Substrata tau media tumbuh.
4. Pengaruh darat, menyerupai fatwa air masuk dan rembasan air tawar.
5. Keterbukaa terhadap gelombang, yang memilih jumlah substrat yang sanggup dimanfaatkan.
Meskipun tidak ada cara universal dalam menuntukan zonasi hutan bakau di suatu kawasan, tetapi denah umum hutan bakau untuk penggunaan secara luas pada daerah Indonesia sanggup dipakai menyerupai konsep yang di berikan oleh Supriharyono dalam Ghufran (2012), ia membagi zona hutan bakau berdasrkan jenis pohon kedalam enam zona, yaitu: (1) zona perbatasan dengan daratan; (2) zona semak-semak tumbuhan ceriops;(3) zona hutan Lacang;(4) zona hutan Bakau;(5)zona Api-api yang menuju ke laut; dan (6) zona Pedada. Sementara Watson dalam Ghufran (2012) membagi zona hutan hutan bakau berdasarkan frekwensi air menjadi lima zona, yaitu:

1. Hutan yang paling bersahabat dengan bahari ditumbuhi oleh Api-api dan Pedada. Pedada tumbuh pada lumpur yang lembek dengan kandungan organic yang tinggi. Sedangkan Api-api tumbuh pada substrat yang liat agak keras.
2. Hutan pada subtrat yang lebih tinggi biasanya ditumbuhi oleh Lacang. Hutan ini tumbuh pada tanah liat yang cukup keras dan dicapai oleh beberapa air pasang saja.

3. Ke arah dataran lagi hutan dikuasai oleh Bakau. bakau lebih banyak dijumpai pada kondisi yang agak lembap dan lumpur yang agak dalam. Pohon-pohon sanggup tumbuh tinggi 35-40 m.
4. Hutan yang dikuasai oleh Nyirih kadang dijumpai tanpa jenis pohom lainnya.
5. Hutan mangrove terakhir dikuasai oleh Nipah, zona ini yakni wilayah peralihan antara hutan mangrove dan hutan daratan. 
Pembagian hutan bakau juga di bedakan berdasrkan struktur ekosistemnya, yang secara garis besar dibagi menjadi tiga deretan (Purnamabasuki dalam Ghufran:2012), sebagai berikut:
1. Hutan Bakau Pantai, pada tipe ini efek air bahari lebih lebih banyak didominasi dari air sungai. Struktur horizontal deretan ini dari arah bahari kedarat dimulai dari pertumbuhan Pedada diikuti oleh komunitas adonan Pedada, Api-api, Bakau, selanjutnya komunitas murni Bakau dan karenanya komunitas adonan Lacang.
2. Hutan Bakau Mura, pada tipe ini efek air bahari sama berpengaruh dengan efek air sungai. Hutan bakau muara dicirikan Bakau ditepian alur di ikuti komunitas adonan Bakau-Lacang dan diakhiri dengan komunitas murni Nipah.
3. Mangrove Sungai, pada tipe ini efek air sungai lebih lebih banyak didominasi dari pada air bahari dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Pada tipe ini hutan bakau banyak ber asosiasi dengn komunitas
tumbuhan daratan.

Fungsi dan Manfaat Utama Ekosistem Hutan BakauSetidaknya ada tiga fungsi utama ekosistem hutan bakau yang di kemukakan Nontji dalam Ghufran (2012), yaitu:
1. Fungsi fisis, meliputi: pencegah abrasi, derma terhadap angin, pencegah intrusi garam, dan sebagai penghasil energi serta hara. 
2. Fungsi biologis, meliputi: sebagai tempat bertelur dan tempat asuhanberbagai biota.
3. Fungsi ekonomis, meliputi: sebagai sumber materi bakar (kayu bakar dan arang), materi bangunan(balok, atap, dan sebagainya), perikanan, pertanian, makanan, minuman, materi baku kertas, keperluan rumah tangga, tekstil, serat sintesis, penyamakan kulit, obat-obatan, dan lain-lain.
Ekosistem mangrove, selain mempunyai fungsi ekologis yang di jelaskan di atas juga mempunyai manfaat ekonomi yang cukup besar. Ekosistem hutan bakau menunjukkan bantuan secara faktual bagi peningkatan pendapatan masyarakat, devisa untuk daerah(desa/keluarahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi), dan Negara. Produksi yang didapat dari ekosistem mangrove berupa kayu bakar, materi bangunan, pupuk, materi baku kertas, materi makanan, minuman, peralatan rumah tangga, lilin, madu, rekreasi, tempat pemancingan dan lain-lainnya (Saenger et al dalam Ghufran:2012). Berikut akan disampaikan lebih rinci oleh Ghufran (2012) mengenai manfaat ekonomi ekostem hutan bakau, sehingga sanggup dipakai sebagai pertimbangan konservasi tiap daerah:

1. Hasil Hutan
Flora atau tumbuhan yang ditemukan pada ekosistem hutan bakau Indonesia sekitar 189 jenis dari 68 suku. Dari jumlah itu, 80 jenis diantaranya yakni berupa pohon atau kayu. Pohon atau kayu pada hutan bakau menghasilkan kayu bernilai ekonomi tinggi, yang telah dimanfaatkan semenjak lama. Kayu dimanfaatkan sebagai materi konstruksi, menyerupai pembuatan rumah, pelabuhan, dan sebagainya. Kayu juga dimanfaatkan untuk materi bakar/kayu bakar, termasuk produksi arang. Saat ini, benih aneka macam tumbuhan bakau pun menjadi tumbuhan bernilai ekonomi tinggi. Di aneka macam daerah benih tumbuhan bakau diperdagangkan untuk rehabilitasi dan penghijauan ekosistem hutan bakau yang rusak.
2. Hasil Hutan non-Kayu
Selain kayu, di hutan bakau juga terdapat tumbuhan dan fauna yang merupakan hasil hutan nonkayu. Jenis tumbuhan yang bernilai hemat atara lain berupa nipah yang bunganya merupakan penghasil gula nira sedangkan daun dan dahannya bermanfaat sebagai materi bangunan, tumbuhan lain yang berharga yakni anggrek.

Hasil hutan lainnya yakni madu, aneka macam binatang buruan menyerupai ular, burung dan telurnya, termasuk aneka macam binatang yang dilindungi yang dimanfaatkan jikalau berhasil dibudidayakan. Buah dan bunga dari tumbuhan
mangrove juga dimanfaatkan sebagai materi pangan pengganti karbohidrat.
3. Ikan
Para hebat mengelompokan ikan di ekostem hutan bakau kedalam empat kelompok, yaitu: (a) ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya berada di daerah ekosistem hutan bakau menyerupai ikan gelodok;(b) ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan ekosistem selama periode anakan tetapi pada ketika sampaumur cendrung bergerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan ekosistem hutan bakau, menyerupai ikan belanak, kuwe, dan ikan kapas-kapas;(c) ikan pengunjung pada periode pasang yaitu ikan yang berkunjung pada masa pasang untuk mencari makan contoh, ikan gulamah, barakuda, tancak, dan lainnya;(d) ikan pengunjung musiman yaitu ikan-ikan yang memakai ekosistem hutan bakau sebagai tempat pemijah dan asuhan serta tempat derma musiman dari predator. Beberapa spesies ikan yang bernilai ekonomi tinggi penghuni ekosistem hutan bakau diantaranya yakni kakap, belanak, kuwe, tembang, teri, mujair, ikan hias, dan lainya.

4. Krustase
Ekostem hutan bakau juga merupakan habitat bagi fauna krustase. Menurut Kartawinata dalam Ghufran (2012) tercatat ada 80 spesies krustase yang hidup dalam ekosistem hutan hutan bakau, spesies penting yang hidup atau terkait dengan ekosistem hutan bakau yakni udang dan kepiting bakau.
5. Moluska
Ekosistem hutan bakau juga merupakan habitat bagi fauna moluska. Menurut Kartawinata dalam Ghufran (2012) tercatat sekitar 65 spesies moluska yang hidup di ekosistem hutan bakau, beberapa moluska penting
di ekosistem hutan bakau yakni kerang bakau, kerang hijau, kerang alang, kerang darah dan lainnya.
6. Bahan pangan (nonikan)
Berbagai tumbuhan pada ekosistem hutan bakau juga merupakan materi pangan yang potensial, dan belum banyak dimanfaatkan. umunya gres produksi gula nira dan minuman beralkohol dari bunga tumbuhan nipah.
Buah tanjang atau dikenal sebagai buah aibon telah dipakai sebagai salah satu kuliner pokok pada ketika kuliner lain menyerupai ubi dan dan sagu tidak tersedia. Selain buah tanjang, beberapa tumbuhan bakau yang
buahnya sanggup dikonsumsi yakni buah Api-api bisa dibentuk keripik yang rasanya menyerupai emping melinjo, buah Pedada cocok bisa dibentuk permen alasannya yakni rasanya asam. Buah Pedada juga sanggup dibentuk sirup dan selai
sedangkan buah nipah cocok dibentuk kolak.
7. Kawasan wisata
Ekosistem hutan bakau dengan tumbuhan yang rimbun dan mempunyai aneka macam biota merupakan salah satu tempat rekreasi atau wisata yang nyaman. Untuk menimbulkan ekosistem hutan bakau sebagai lingkungan yang nyaman dan menarik bagi wisatawan, maka harus dilindungi dan direhabilitasi biar terlihat orisinil dengan aneka macam tumbuhan dan faunanya.
Kerusakan Hutan Bakau
Walaupun ekosetem hutan bakau tergolong sumberdaya yang sanggup pulih, namun jikalau mengalihkan fungsi atau konfersi dilakukan secara besar-besaran dan terus menerus tanpa pertimbangan kelestariannya, maka kemampuan ekosistem tersebut untuk memulihkan dirinya tidak hanya terhambat tetapi juga tidak berlangsung, alasannya yakni beratnya tekanan jawaban perubahan tersebut. Kerusakan ekosistem hutan bakau berdampak besar baik, ekologi, ekonomi, maupun social. Ghufran (2012) mengemukakan beberapa faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia:
1. Konversi untuk pemukiman
Salah satu penyebab terbesar kerusakan ekosistem hutan bakau yakni konversi untuk pemukiman. Penduduk Indonesia yang tinggal di radius 100 km dari garis pantai mencapai 96% dari total populasi. Hal ini alasannya yakni wilayah pesisir menyediakan ruang akomodasi bagi acara ekonomi menyerupai pasar, transportasi(pelabuhan, kapal), aksesibilitas dan rekreasi. Wilayah pesisir memegang peranan penting dalam kelangsungan proses kegiatan ekonomi di Indonesia. Karena itu ekosistem hutan bakau merupakan salah satu area yang dikonservasi untuk pemukiman termasuk pelabuhan dan sebagainya. Konversi hutan bakau untuk pemukiman penduduk masih terus berlangsung di aneka macam daerah di Indonesia, alasannya yakni itu konversi hutan bakau diduga menyumbang kerusakan besar ekosistem ini, dan akan terus berlangsung di masa yang akan datang.
2. Konversi untuk tambak
Meningkatnya harga udang windu di pasaran internasional membuka lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang dikonversi untuk pertambakan yakni hutan bakau. Kawasan hutan bakau dianggap paling cocok untuk lokasi pertambakan. Karena itu, potensi lahan untuk area tambak dihitung berdasarkan luas lahan mangrove yang ada. Dari aneka macam setudi, kemudian diusulkan biar pembukaan lahan hutan bakau untuk pertambakan tidak melebihi 30% dari hutan bakau yang tersedia. Tidak lain tujuannya yakni untuk menjaga keseimbangan ekosistem daerah pantai. Namun kenyataanya konversi ekosistem hutan bakau untuk tambak dilakukan dengan membabi buta dan hanya mempertimbangkan dari aspek ekonomi saja tanpa mempertimbangkan faktor ekologinya. Karena itu, pembukaan lahan untuk tambak telah menimbulkan kerusakan hutan bakau yang sangat serius.
3. Pengambilan kayu
Tumbuhan mangrove yang berupa pohon kayu antara lain yakni bakau, tanjang, api-api, pedada, nyirih, tengar dan buta-buta. Pohon-pohon di ekosistem hutan bakau menghasilkan kayu yang berkualitas baik sehingga sanggup dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan dan kebutuhan rumah tangga (kayu bakar). Pengambilan kayu untuk materi bangunan dan kayu bakar menyumbang kerusakan ekosistem hutan bakau, pengambilan kayu menimbulkan kegundulan, pada tahap selanjutnya terjadi pengikisan pantai
oleh gelombang pasang yang lama-kelamaan merusak garis pantai.
4. Pencemaran
Pencemaran perairan, baik sungai, danau, perairan pesisir maupun bahari sanggup menimbulkan kerusakan ekosisitem hutan bakau. Bahan polutan yang masuk kedalam sungai sanggup tersangkut ke pesisir sehingga sanggup menimbulkan kerusakan ekosistem hutan bakau. Pada umunya materi pencemar itu berasal dari kegiatan industry, pertanian, dan rumah tangga. Selain itu pencemaran juga sanggup berasal dari acara lalulintas kapal yang terlalu tinggi melewati daerah hutan bakau.

Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com


EmoticonEmoticon