Biarkan Cinta itu Ada
Mencintaimu menyerupai jam pasir yang terus bergerak. Mengalir turun menuju dasar dengan perlahan. Seperti itulah mencintaimu. Perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit, dan kemudian menjadi sebuah rasa yang dikenal dengan cinta. Bagaimana menurutmu? Bolehkah saya mencintaimu?
Gadis itu bangun di depan sebuah pohon harapan. Pohon yang sengaja dibentuk menyerupai layaknya pohon buatan pada program perayaan China. Tetapi sedikit berbeda dengan pohon yang berada di depan gadis ini. Pohon itu bukanlah pohon yang dibentuk untuk peryaan hari besar China, tetapi pohon harapan yang dibentuk dengan sengaja oleh Derhana Pradata, seorang tokoh yang cukup populer di tempat ini. Terkenal dengan cita-citanya untuk memberi semangat kepada semua orang, jika harapan itu sama dengan impian dan harus direalisasikan. Namun, semenjak dia meninggal, pohon yang dibentuk di taman di tempat Nusa Indah sudah beralih fungsi. Tidak hanya untuk harapan, tetapi kini juga digantung kertas-kertas berisi curahan hati dan sebuah pesan. Seperti yang dilakukan gadis ini.
“Aku yakin, jika saya bukan yang pertama di hatimu dan mungkin kau juga tidak tahu wacana hatiku yang selalu ada untukmu. Mungkin juga kau tidak mengetahui diriku yang selalu punya cinta untukmu. Dan kau tau, saya berharap kau membaca ini,” ucap gadis itu sambil mengelus kertas berwarna biru yang telah ia gantung di pohon harapan dengan derma seutas tali yang tidak terlalu panjang.
Gadis itu masih menatap kertas tersebut, kemudian tersenyum samar. “Baiklah. Semoga saja kau membacanya, lantaran cinta di hati ini selalu ada untukmu,” gumam gadis itu. Lalu, ia beranjak pergi meninggalkan pohon harapan bersama kertasnya yang berterbangan tertiup angin sore.
*****************
Gadis itu berjalan dengan cepat-cepat mengejar bus yang berhenti di depan halte yang tak jauh dari kampusnya. Dia harus mengejar bus itu sebelum ia akan benar-benar tertinggal. Saat melihat jam di pergelangan tangannya, gres ia sadari jika kini yang tertinggal hanya satu bus dan bus itu ada tepat di depan halte kampusnya.
“Jangan hingga ketinggalan,” gumam gadis itu dengan tetap berlari. Saat mengangkat wajah ke atas untuk melihat keadaan langit malam, matanya melebar. Tidak ada bintang satu pun yang terlihat, sebentar lagi hujan. Pantas saja udaranya sedikit menusuk. Dingin.
Gadis itu tetap berlari dengan langkah tergopoh-gopoh, ketika melihat bus itu mulai menyalakan lampunya, ia sadar jika harapannya habis. Ia tertinggal bus.
“Yah, ketinggalan!” gumam gadis itu.
“Ketinggalan lagi!” dumel suara yang berasal dari arah belakang.
Dengan cepat, gadis itu menoleh ke belakang, dikala mengetahui siapa yang bangun di belakangnya. Mata gadis itu terbelalak tidak percaya. Sejak kapan orang itu berlari menyerupai dirinya? Dan itu sungguh jarang terjadi. Biasanya orang yang berada di belakangnya itu membawa kendaraan pribadi.
Setelah cukup menyadari jika orang yang di belakangnya yakni perjaka yang selalu ada di hatinya, gadis itu pribadi menoleh ke depan lagi dan pribadi menuju halte bus. Beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
Apa yang telah diperkirakan benar-benar terjadi. Gadis itu duduk meringkuk di halte bus berusaha menghangatkan dirinya dari udara masbodoh yang mulai menusuk. Titik demi titik air hujan masih saja semangat membasahi bumi ini. Ia terus meringkuk dan sesekali mengusap-usap kedua telapak tangannya.
“Kau kedinginan?” Tanya seseorang yang juga berada di halte itu.
Gadis itu terkejut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari orang lain yang mungkin berada di sini juga. Namun nihil yang ia dapat. Ia ragu, apa pria itu bertanya padanya?
“Kau kedinginan tidak? Tapi kurasa kau memang kedinginan, lihat saja kau bergetar,” ujar pria tadi dan tersenyum.
Gadis itu tertegun dan menunjuk dirinya sendiri untuk memperjelas apakah pria itu berbicara padanya. Dan sekilas pria itu mengangguk.
“Tidak juga kurasa,” ucap gadis itu berusaha terdengar biasa.
Laki-laki itu beranjak dari posisi duduknya dan mendekati gadis itu. Dengan cepat sebuah jaket kulit telah memeluk tubuh gadis itu. “Pakailah, kau kedinginan. Jangan membantah dulu,” pria tadi pribadi memberi arahan ketika melihat gadis itu akan protes, “rasa gemetar itu telah membuktikan semuanya.”
Gadis itu mengangguk dan termenung saja. Lalu keheningan menemai mereka berdua. Suara derasnya hujan masih terdengar dengan jelas.
Gadis tadi mengusap wajahnya yang terkena percikan air hujan. Rambut hitam panjangnya dan sedikit bergelombang diujungnya terlihat lembab, itu lantaran gadis itu mulai menyisir rambutnya dengan jemari tangan kanannya. Dan alhasil gadis itu menghela napas. Sepertinya ia harus pulang dengan memakai taxi.
“Hei…,” panggil pria tadi.
“Ya, kenapa?” Tanya balik gadis itu.
“Aku duluan ya….. maaf, namamu siapa?”
“Alyssa… Alyssa Saufika Umari….”
“Baiklah. Aku duluan ya, Alyssa Saufika Umari. Hati-hati, kau tahu kini sudah malam. Atau… kau mau bareng saja denganku?” pamit pria itu dan juga menyampaikan kesediaan untuk pulang bersama.
Gadis itu menggeleng. “Tidak…tidak… kurasa…aku bisa pulang sendiri. Sebentar lagi taxi juga lewat. Kau duluan saja,” tolak Alyssa.
“Ya sudah…aku duluan...,” pamit pria itu dan berjalan meninggalkan halte bus dengan langkah perlahan. Dan dikala satu langkah lagi, dia benar-benar meninggalkan halte ini, pria tadi berbalik badan. “Alyssa… ingat, kau harus hati-hati!!!” pesan yang tersirat pria itu dan kemudian dia benar-benar meninggalkan halte bus.
“Ya, saya akan ingat. Ingat untuk berhati-hati. Terima kasih lantaran sudah mengkhawatirkanku,” ucap Alyssa pelan dikala pria tadi telah pergi. Dia benar-benar merasa bahagia. Partikel-partikel kebahagiaan itu terus berkumpul dalam hatinya. Rasa ini sunguh membuatnya sangat bergembira.
“Lebih baik saya pulang saja,” gumam Alyssa dan bangun kemudian menunggu tepat di tepi halte. Gadis bagus itu pribadi menyetop taxi pertama yang lewat.
**************
Mengharapkanmu mungkin menyerupai saya mengharapkan sebuah bintang jatuh hanya untukku. Hanya saya yang bisa melihat sinar jatuhnya dan pada dikala itu hanya akulah yang menciptakan permohonan. Itu sungguh mustahil, saya tahu. Dan menyerupai itulah saya mengharapkanmu. Kau benar-benar tidak mengenalku. Lihat saja kemarin, kau bertanya siapa namaku. Sungguh, sejujurnya itu sangat menyakitkan, tetapi begitulah kenyataannya. Hei… apakah saya boleh mencintaimu? Aku masih resah sekarang. Bagaimana bila kau memberiku izin untuk mencintaimu?
Untuk kedua kalinya, gadis itu bangun di depan pohon harapan. Menggantungkan sesuatu yang menurutnya yakni sebuah surat dan permohonan yang tidak akan pernah hingga kepada orang yang dituju. Kali ini, kertas biru itu telah di laminating, mengingat bila kertas biasa akan rusak ketika hujan dan menyerupai itulah nasib kertasnya yang kemarin.
“Aku menggantung ini sekali lagi. Yang kemarin telah rusak,” gumam gadis itu dan menempelkan sebuah kertas biru yang lain, di tempat ia melekat kertas kemarin. “Dan bertahanlah kalian di sini, siapa tahu dia akan membacanya,” ucap gadis itu pelan dan diakhiri dengan tawa yang mengesankan kebodohan dan ketidakmungkinan.
“Tidak ada yang bisa saya lakukan selain ini. Menyimpan perasaan tidak semudah menyimpan kertas dalam buku,” ucap gadis itu. Lalu, ia menuju penggalan sisi taman yang erat dengan kolam. Duduk di pinggir kolam dengan kaki yang berada di dalam kolam. Sepertinya ia mau beristirahat sejenak.
*****************
“Rio!!!!!” panggil seorang gadis yang berperawakan tinggi dengan rambut panjag hampir sepinggang.
Pemuda yang gres saja keluar dari sebuah ruangan pribadi berhenti. Pemuda yang perawakan tinggi dan mempunyai postur tubuh yang hampir sempurna. Tangannya yang berotot, rahang tegas yang membuktikan ketampannya, dan rambutnya yang dipangkas sangat sesuai dengan wajahnya sehingga menyampaikan kesan bagus untuknya. Ditambah lagi dengan aura seorang pemimpin yang dimiliki pria itu.
“Rio, kita harus bicara,” ucap gadis tadi sehabis berhasil mengejar Rio.
“Nggak ada yang harus kita bicarakan lagi, De. Tidak ada. Tidak ada kata kita, untukku dan kau. Hubungan kita sudah berakhir,” ujar Rio tegas.
Raut wajah Dea pribadi berubah. Gadis itu terlihat kecewa dan sedih. “Tidak adakah kesempatan lagi untukku, Yo? Apa tidak ada?”
Rio menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak ada. Kesempatan itu hilang lantaran kau sendiri. Dan saya tidak bisa menerimamu lagi. Dulu, kau memang yang pertama untukku. Dan kini tidak. Kau tidak usah mengejar-ngejarku lagi. Dulu, saya pernah mencintaimu dan kini kau tahu jawabannya. Tidak.”
“Beri saya kesempatan lagi, Yo, please!!!” ucap Dea dengan memelas.
“Tidak. Aku duluan,” pamit Rio.
**************
Sungguh dia sangat tidak sengaja. Benar-benar tidak sengaja. Tadi, dia melewati koridor ini untuk menuju kantin yang sangat dekat, lantaran rasa lapar telah memenuhi perutnya. Dan ketika itu ia mendengar segalanya. Mendengar kebenaran yang tidak diketahuinya sebelumnya. Pertanyaan yang menghujam dirinya.
“Hei, Ify. Kau kenapa?” Tanya Zahra, seorang gadis dengan gayanya yang sedikit tomboy.
“Alyssa Saufika Umari!!!” ganti Sivia yang memanggil Ify.
“IFY!!!!!” seru Zahra dan Sivia kompak.
“Kenapa?” alhasil Ify memberi respon.
“Kau yang kenapa, Ify!! Tiba-tiba kau menjadi pendiam. Ada apa denganmu?” Tanya Sivia.
“Apa duduk kasus dia?” Zahra ikutan bertanya.
Ify menghela napas sejenak dan kemudian mengangguk. “Mantan kekasihnya masih mengejar dia,” ucap Ify.
Sivia dan Zahra menempelkan telapak tangan masing-masing di bibir. “Astaga!!!”
“Kau benar-benar menyayangi Rio, Ify? Maksudku, kau tidak pernah berbicara dengannya dan kau menyampaikan kau mencintainya semenjak bertemu tanpa sengaja di perpustakaan,” Tanya dan terperinci Zahra.
“Mencintainya menyerupai daun yang menyayangi angin. Tidak pernah murka ketika angin itu melepaskan daun dari ranting. Seperti daun yang selalu menunggu kehadiran angin. Seperti itulah.”
“Semoga saja perasaan itu terbalas,” ucap Sivia.
“Tetapi saya tidak berani berharap,” ucap Ify dan bangun dari posisi duduknya. “Aku duluan ya. Ada urusan lain,” pamit Ify dan meninggalkan kantin.
************
Ternyata menyayangi belakang layar rasanya menyerupai ini. Hanya membisu dan menahan sakit, meskipun terkadang ada rasa senang tersendiri. Ternyata… saya yakni yang kedua, yang kedua mencintaimu. Bagaimana ini? Kenyataan itu sungguh menyakitkan. Tetapi, begitulah. Hei… kau belum menjawab pertanyaanku yang kemarin-kemarin?? Sekarang saya ingin mengaku padamu jika saya mencintaimu. Bolehkan saya berkata menyerupai itu? Bolehkan saya menjadi yang kedua dihatimu? Aku berjanji, meski saya bukan yang pertama di hatimu, tetapi cintaku yang terbaik untukmu. Apa kau mau mendapatkan kesepakatan ini??
***************
Pemuda itu berjalan melewati jalan utama kampus dengan Cagiva Biru yang dikendarainya. Keadaan kampus masih sangat sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang telah datang. Saat melewati perpustakaan kampus, ia melihat dia lagi. Gadis yang ia temui di Halte Bus. Laki-laki itu tersenyum. Gadis itu… gadis yang telah menarik perhatiannya semenjak dulu. Sejak pertemuan di perpustakaan dulu. Dia kira, itu lantaran dia gres saja putus dengan Dea, tetapi tidak. Rasa ketertarikan itu memang telah ada di hatinya dengan sendirinya.
Pemuda itu masih sangat ingat bagaimana senyum gadis itu dan sering kali ia mendapati gadis itu terlihat murung dan wajahnya pucat. Dan kenyataannya, gadis itu pendiam sekali. Dia saja hanya sekali berbicara dengan gadis itu.
Tiiinnnnnn….. Tiiiiiinnnnnnnn………
Suara klakson menyadarkan perjaka itu. Ia segera menjalankan motornya kembali untuk lebih menepi supaya tidak menganggu jalan.
“Rio!!!!” panggil sebuah suara.
Pemuda tadi berdeham sedikit dan menggerutu. “Ada apa, Ke?” Tanya Rio.
Keke tersenyum. “Kebetulan bertemu denganmu di sini, Yo. Aku mau minta tolong anterin ke gedung GSG. Kamu bisa?” pinta Keke.
“Bagaimana ya?”
“Ayolah, Yo. Masa kau pelit banget sih,” rajuk Keke dengan bunyi manja.
Rio tertawa. “Iya-iya. Naik aja kok. Aku anterin sekarang,” ucap Rio.
Keke tersenyum senang dan pribadi naik di boncengan.
******************
Aku sering bertanya-tanya, bagaimana rasanya ada dalam perlindunganmu? Selalu dijaga olehmu? Bagaimana rasanya berada di dekatmu? Bagaimana rasanya menyenderkan kepala di punggung kokohmu? Menurutmu, apakah saya akan mendapatkan kesempatan itu? Keinginan itu sering kali muncul dalam benakku. Bila kau mengetahuinya, apakah kau akan mengabulkan keinginanku itu? Ah…sudahlah, tidak perlu kau tahu….
Aku hanya ingin mengabarkan, bahwa saya masih menyimpan cinta untukkmu. Menunggumu untuk menjemputnya. Apakah kau akan menyadarinya? Sejujurnya, saya tak bisa menghilangkan dirimu dari hatiku. Bila memang kau tidak akan pernah menyadari adanya diriku, saya ingin sekali melenyapkanmu dari hatiku. Tetapi, sekeras apapun saya mencoba, saya tahu jika kau tak menyadari hadirnya diriku, tapi kau tidak pernah hilang dari hatiku. Dan kenyataannya saya telah benar-benar cinta padamu.
*************
“Kamu liatin apaan, Fy?” tanya gadis berambut sebahu tiba-tiba.
Gadis berdagu tirus itu seketika menoleh. “Agni? Nggak liatin apa-apa kok,” jawab Ify cepat, gadis berdagu tirus.
Agni menganggukkan kepala. “Nggak masuk kelas?” tanya Agni lagi.
“Dosennya nggak ada,” jawab Ify pendek dan matanya masih mengawasi apa yang dia lihat sendari tadi.
Tiba-tiba air matanya mengalir.
Agni yang duduk di sebelah Ify terkaget-kaget. Apa penyebab Ify menangis tiba-tiba???
“Fy… kau kenapa?” tanya Agni.
“Cuma kelilipan kok, Ag,” jawab Ify berusaha menghentikan air matanya yang mengalir. Sungguh, apakah ini derita yang namanya cinta diam-diam??? Apakah menyayangi seseorang secara belakang layar itu begitu sulit??? Terus, jika perasaannya tak tersampaikan bagaimana?? Atau haruskah ia mengatakannya??
“Fy… kenapa? Ini bukan sekedar kelilipan,” ucap Agni.
“Ternyata menyayangi seseorang belakang layar itu menyerupai rasanya ya, Ag? Kalau kita sakit, kita sendiri yang ngerasainnya. Kalau senang terkadang senang itu terasa menyerupai semu. Terus, takdir kadang jahat. Memberikan kesempatan untuk kita bertemu dia, tapi ternyata hanya sebagai hiburan semata. Capek juga ya, Ag,” ujar Ify dan tersenyum getir.
“Maksudnya, kau menyayangi seseorang, Fy? Siapa? Apa saya mengenalnya?”
“Rio… Aku udah usang menyayangi Rio. Tapi kau tahu, Ag? Hingga dikala ini terasa sia-sia. Dulu dia bersama Dea dan kini bersama Keke. Kapan bersamaku?”
“Aku tidak bisa banyak membantu, Fy. Karena ini permainan hati, terkhususnya hatimu. Hanya kau yang bisa menentukannya, saya tidak tahu. Tapi, jika kau masih sangat mencintainya, saya rasa kau harus tetap menunggu, Fy. Karena kita tidak tahu perasaannya terhadapmu?? Benar bukan?”
Ify tersenyum. “Makasih ya, Ag. Kau benar, tampaknya saya harus tetap menunggunya lantaran cinta itu masih ada. Dan saya akan tetap menunggu Rio. Menunggu Mario Stevano Aditya Haling.”
“Kalau senyum kau tampak lebih baik. Semangat!!! Karena cinta tidak ada yang bisa menebak, bukan?”
**************
Tanpa sengaja perjaka itu menangkap sosok yang selalu ingin dia lihat. Duduk di salah satu semen di pinggir taman dengan air mata mengalir. Sosok itu yakni Alyssa Saufika Umari, seorang gadis yang telah menarik perhatiannya semenjak dulu dan dia hanya berpura-pura tidak tahu namanya, bahkan dirinya dengan sengaja rela membututi Ify dikala gadis itu akan menaiki bus. Dan satu lagi, ia masih ingat, jika jaketnya masih dengan gadis itu.
“Kenapa menangis?” batin Rio bertanya-tanya.
Rio memperdekat jaraknya dengan Ify. Ia terus berjalan santai namun telinganya ia pasang setajam mungkin untuk mendengar apa yang sedang dibicarakan Ify bersama sobat wanitanya itu.
“Rio… Aku udah usang menyayangi Rio. Tapi kau tahu, Ag? Hingga dikala ini terasa sia-sia. Dulu dia bersama Dea dan kini bersama Keke. Kapan bersamaku?”
“Aku tidak bisa banyak membantu, Fy. Karena ini permainan hati, terkhususnya hatimu. Hanya kau yang bisa menentukannya, saya tidak tahu. Tapi, jika kau masih sangat mencintainya, saya rasa kau harus tetap menunggu, Fy. Karena kita tidak tahu perasaannya terhadapmu?? Benar bukan?”
Ify tersenyum. “Makasih ya, Ag. Kau benar, tampaknya saya harus tetap menunggunya lantaran cinta itu masih ada. Dan saya akan tetap menunggu Rio. Menunggu Mario Stevano Aditya Haling.”
“Kalau senyum kau tampak lebih baik. Semangat!!! Karena cinta tidak ada yang bisa menebak, bukan?”
Dan astaga, Rio benar-benar kaget, ternyata Ify menyukai semenjak dulu, bahkan semenjak dia berpacaran dengan Dea. Perihal duduk kasus Keke Rio jadi bingung. Mengapa Ify menduga dia berpacaran dengan Keke. Pemuda ganteng itu tampak berpikir.
Keke… keke… pikir Rio.
Mengapa dia bisa hingga sebodoh ini???!! Wajar saja, Ify menduga jika dia berpacaran dengan Keke. Kemarin dia mengatar Keke ke gedung GSG, kamudian tadi barusan, dia mengobrol dengan Keke. Dan itu berarti Ify menangis lantaran dirinya. Dan dia masih sempat-sempatnya menyampaikan ‘akan membunuh orang yang menciptakan Ify menangis’ dengan menyerupai itu bukankah dia harus membunuh dirinya sendiri???
“Aku duluan ya, Ag. Ada perlu sedikit.”
Rio pribadi tersadar dari pikirannya dan mengikuti langkah Ify yang terus berjalan dengan cepat menuju keluar kampus. Dalam benaknya selalu bertanya-tanya, ke manakah Ify akan pergi????
**************
Ify berjalan kembali menuju pohon yang selalu ia kunjungi dengan selembar kertas yang berada di tangannya. Sebuah kertas menyerupai biasanya. Berwarna biru dengan tali yang menggantung diujungnya.
“Aku kembali,” gumam Ify. Bola mata hitam gadis itu mencari di mana kertas yang dulu. Semua kertasnya masih ada dan utuh.
“Hari ini saya menambah koleksimu. Tentang curhanku, menyerupai biasalah,” ucap Ify dan terkekeh pelan. Ia mencari ranting yang masih ada cela untuk dia menggantung kisahnya.
Gadis itu tampak tersenyum dikala berhasil menggantungkan kisahnya untuk entahlah yang keberapa.
***********
Rio belakang layar mengikuti Ify yang terus berjalan menuju sebuah taman. Taman yang tidak begitu besar tetapi sangat asri. Sejak ia tahu bahwa Ify menyukainya, perjaka ganteng itu tak bisa memikirkan hal lain kecuali ia tahu apa yang dilakukan gadis itu lantaran dia memang sudah tertarik dengan Ify.
Saat tiba di taman, Rio pribadi focus melihat Ify yang bangun di sebuah pohon gundul. Sebenarnya tidak gundul, hanya saja dedaunan sudah digantikan dengan banyaknya jumlah kertas-kertas yang bergantungan. Rio sendiri melihat jika Ify mengucapkan sesuatu dan menggantungkan kertasnya, kemudian gadis bagus itu berjalan menuju kolam ikan dan merendamkan kakinya di sana.
Suasan taman tidak sepi, Rio berjalan menuju pohon itu dan mulai mengamatinya. Tidak hanya dia, ada beberapa anak cukup umur dan ibu-ibu yang usianya sekitar 30-tahunan.
“Kartu ini lucu. Seperti isi curhatan, coba kau lihat, Na,” ucap gadis berambut sebahu sambil memperlihatkan kertas berwarna biru.
“Kyaaa…. Ini kisah wacana cinta diam-diam. Sedihnya… Di sini tertulis, “Bolehkah saya mencintaimu?”. Sungguh sedih.”
“Untunglah kita tidak menyayangi diam-diam. Ayo kita lihat yang lain saja, membacanya terlalu duka untukku.”
Saat kedua cukup umur itu sudah pindah ke penggalan sisi lain. Rio meraih kertas itu dan membacanya. Saat ia selesai membaca dan mencapai paragraph terakhir, dia tercengang. Tertulis namanya Mario Stevano Aditya Haling. Apakah ini benar untuknya dan apakah ini Ify juga yang menulisnya?
Aha… Rio ingat, tadi dikala di pohon ini Ify menggantungkan kertas berwarna biru juga. Dengan cekatan, Rio mencari kertas itu dan menemukannya.
Mungkin sudah waktunya saya berhenti mencintaimu. Tapi mengapa cinta itu selalu ada?? Aku bahkan tak pernah berbicara denganmu. Tapi mengapa cinta itu selalu tersimpan. Ini kah keadilan cinta?? Bagiku ini sungguh tak adil. Mencintaimu diam-diam, memang mungkin salahku. Tetapi, kau juga tak berhak menyakitiku, walaupun tanpa kau sadari. Kau tahu, rasanya sakit. Sakit sekali.
Bagaimana sekarang?? Cinta itu masih ada dan kau tidak pernah menyadarinya. Apakah saya harus berhenti mencintaimu?? Tapi bagaimana caranya?? Aku tidak tahu… Dan kini saya bingung. Ntahlah… saya resah dan pada kenyataannya saya masih mencintaimu, Mario Stevano Aditya Haling.
Ps:: kadang saya pernah berpikir, bila imajinasi bisa abadi selamanya, saya ingin kau berada di sebelahku, tersenyum padaku, dan melindungiku. Bahkan, kau akan menyampaikan jika kau juga mencintaimu. Tapi… sudahlah… itu tidak akan pernah terjadi.
Yang selalu mencintaimu,
Alyssa Saufika Umari
Ternyata benar, Ify mencintainya. Sekarang apalagi yang harus dia tunggu?? Bukankah tidak ada?? Untuk apa dia menghabiskan waktu lagi?? Dengan cepat Rio melepas semua kertas-kertas berwarna biru hasil goresan pena Ify kemudian perjaka itu menuju kolam taman.
********
“Senangkah kalian bertemu saya lagi?” Tanya Ify kepada ikan-ikan koi.
Tentu saja tidak ada sahutan.
“Ya, hari ini jelek untukku. Dan kalian tahu, saya bingung. Aku masih ada cinta untuknya, tetapi bagaimana dengan dia?? Aku benar-benar bingung,” ucap Ify lagi. Dan kemudian gadis itu termenung.
“Kalau yang dimaksud dia itu yakni aku, saya ingin menyampaikan jika saya mencintaimu, Alyssa Saufika Umari.”
Tubuh Ify mematung. Tentu dia bingung. Gadis bagus itu mengangkat wajahnya dan menemukan sosok yang selalu hadir dalam khayalannya.
“Rio?”
Pemuda ganteng itu mengangguk. “Maafkan aku, Ify, lantaran tidak peka. Aku ingin mengatakan, jika saya mencintaimu jauh sebelum kita bertemu di halte bus kala itu. Apakah kau percaya?”
Ify menggeleng. Ini terlalu aneh, cepat, dan membingungkan untuknya.
Rio duduk di sebelah Ify. Mata perjaka itu menatap bola mata hitam Ify dengan intens. “Aku memang mencintaimu semenjak dulu, Ify. Jauh dari sebelum kita bertemu di halte bus.”
“Tapi kau tidak tahu namaku,” ucap Ify tiba-tiba.
Rio tersenyum. “Aku berbohong waktu itu. Aku tahu, malam itu kau belum pulang dan hari mulai hujan. Aku menunggumu dan mengawasi hingga alhasil saya menemukanmu berlari menuju halte bus. Aku sengaja, lantaran saya ingin melindungimu. Tetapi dikala menyampaikan diri untuk mengantarmu, kau tolak. Itu sedikit menyakitkan untukku.”
Bola mata Ify melebar. “Apakah itu benar?”
“Percayalah padaku Ify. Kalau itu tidak benar untuk apa saya di sini.”
Ify tertegun, Rio benar. Untuk apa dia di sini jika Rio tidak mencintainya.
“Jadi, apakah boleh saya mencintaimu?? Dan maukah kau menjadi kekasihku?”
Tidak ada yang harus Ify lakukan selain berkata ya atau mengangguk, lantaran inilah yang dia inginkan. Inilah yang dia tunggu dari hasil menyayangi diam-diam.
“Aku mau menjadi kekasihmu,” ucap Ify lirih.
Rio tersenyum dan merengkuh Ify dalam pelukkannya. “Terima kasih sudah menerimaku. Dan terima kasih alasannya yakni sudah mencintaiku Selama ini dan seterusnya,” bisik Rio.
Dan Ify hanya mengangguk.
“The End”
Sumber http://sagita-shelly.blogspot.com
EmoticonEmoticon