Mari mencar ilmu tegar dari sosok Hajar, ibunda Nabi Ismail 'alaihi salam. Bagaimana tatkala sang suami, Nabi Ibrahim 'alaihi salam, terpaksa harus meninggalkan dirinya bersama bayinya yang masih merah di padang pasir nan tandus dan gersang.
Dalam kebingungan dan ketidak-mengertiannya, Hajar berlari mengejar sang suami, mencoba menghalangi langkahnya untuk pergi, sambil bertanya: “Mengapa engkau tinggalkan kami?”. Yang ditanya tak menjawab bahkan mengindar kala ditatap. Alih-alih berhenti, sang suami justru mempercepat langkah kaki. Hajar terus berusaha mengejar, dihalang-halanginya sang suami sekuat tenaga. Lalu Hajar kembali bertanya: “Mengapa engkau tinggalkan kami?” Tetap tak ada jawaban. Sang suami masih diam diam bahkan menentukan untuk terus berlalu. Sesaat sebelum berlalu, pandangan mata mereka sempat bertemu. Hajar melihat ada sedih sedalam cinta di kedua mata suaminya. Radar imannya menyala, Hajar pun mengganti pertanyaannya: “Apakah ini perintah Allah?” Mendengar pertanyaan itu barulah langkah Sang Suami terhenti. Karena pertanyaan menyerupai itu bukanlah pertanyaan biasa, melainkan pertanyaan yang keluar dari keteguhan iman dalam dada. Nabi Ibrahim pun hasilnya menunjukkan jawaban: “Ya, ini perintah Allah.” Suasana mendadak hening. Lalu Nabi Ibrahim memeluk isteri dan anaknya, erat. Air mata Hajar mengalir deras, demikian pula bayi dalam gendongannya. Namun air mata itu bukan lagi air mata kesedihan melainkan air mata keikhlasan. Sesaat kemudian dengan tegar Hajar berkata: “Pergilah, Suamiku. Jika ini perintah Allah, sungguh Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami.”
**************
Apa nasihat yang bisa diambil? Keimanan Hajar kepada Allah mengalahkan kesedihan, kekhawatiran, ketakutan, kegalauan dan kecintaannya yang mendalam kepada suaminya. Hajar yakin sepenuhnya bahwa Allah mustahil memerintahkan sesuatu yang bertujuan untuk menzhalimi makhluknya. Hajar percaya bahwa selama seorang hamba memegang teguh keimanannya kepada Allah, maka Allah tak akan pernah menyia-nyiakan hamba tersebut. Keyakinan yang menyerupai inilah yang harus kita miliki dan kita teladani serta kita terapkan dalam menghadapi setiap fase kehidupan ini. Menyandarkan harap, takut, dan cinta hanya kepada Allah semata.
Lalu bagaimana caranya biar kita bisa tegar layaknya Hajar? Menjaga kelurusan niat di sepanjang amalan ataupun ikhtiar yang kita lakukan barangkali ialah salah satu upaya untuk melatih diri biar bisa tegar menyerupai Hajar. Sebab niat yang lurus akan menuntun kita mencar ilmu nrimo sedari awal. Ikhlas sedari awal memudahkan kita untuk tegar menghadapi setiap fase kehidupan ini, baik yang sedang dilalui, akan dilalui ataupun yang belum dilalui, inshaa Allah. Tentunya juga sembari memperbanyak do’a biar Allah berkenan memampukan kita, alasannya tidaklah kita bisa melaksanakan segala sesuatunya kecuali atas izin dan ridho-Nya.
Lalu bagaimana caranya biar kita bisa tegar layaknya Hajar? Menjaga kelurusan niat di sepanjang amalan ataupun ikhtiar yang kita lakukan barangkali ialah salah satu upaya untuk melatih diri biar bisa tegar menyerupai Hajar. Sebab niat yang lurus akan menuntun kita mencar ilmu nrimo sedari awal. Ikhlas sedari awal memudahkan kita untuk tegar menghadapi setiap fase kehidupan ini, baik yang sedang dilalui, akan dilalui ataupun yang belum dilalui, inshaa Allah. Tentunya juga sembari memperbanyak do’a biar Allah berkenan memampukan kita, alasannya tidaklah kita bisa melaksanakan segala sesuatunya kecuali atas izin dan ridho-Nya.
Wallahu a'lam bishowwab.
EmoticonEmoticon