BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebenarnya insan hanyalah serpihan kecil dari alam ini. Tapi tindakannya yang sembrono dan serakah mengakibatkan banyak spesies punah tiap tahunnya. Manusia yang yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan yang melebihi dari makhluk lain di alam ini, seharusnya mendayagunakan kemampuannya untuk menjaga dan memelihara ekosfer dan ekosistem. Manusia diharapkan sanggup merubah sikapnya dari destruktif ke konstruktif. Akal kecerdikan bisa digunakan untuk memperbaiki alam. Dengan nalar budinya, insan mempunyai kemampuan tidak hanya menghasilkan mesin dan industri yang bisa merusak alam tetapi nalar kecerdikan insan juga bisa “digiring” untuk membuat teknologi yang mendukung kelestarian alam. Contohnya yaitu adanya usaha penanaman tumbuh-tumbuhan atau melaksanakan penghijauan di daerah kering, di Arab Saudi.
Salah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam proses terjadinya perusakan lingkungan oleh insan yaitu faktor ekonomi. Secara lebih khusus lagi yaitu segi kerakusan manusia, dimana insan melaksanakan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai benda penghasil uang. Dunia kini ini berada dalam sistem ekonomi lama, yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan menimbulkan hilangnya nilai kebersamaan.
Sekarang ini diharapkan adanya perubahan sikap insan secara fundamental dalam memperlakukan alam. Begitu baiknya alam ini hingga bisa membuat spesies-spesies yang diharapkan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling kecil hingga yang terbesar dan manusia, terjalin dalam jaring-jaring rantai makanan. Masing-masing punya kiprahnya sendiri dalam melestarikan alam ini. Semuanya membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu sungguh disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu serpihan dari ekosistem merupakan serpihan yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Merusak dan membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan insan sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang dilema diatas maka sanggup dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana efek pelestarian lingkungan pada kehidupan manusia”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI KONSERVASI
Pada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai semenjak ribuan tahun yang lalu. Naluri insan untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan.
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang mempunyai pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan perihal konsep konservasi.
B. KEBIJAKSANAAN NASIONAL
Kebijakan nasional lingkungan hidup merupakan nilai-nilai dasar dalam pelestarian lingkungan yang terdiri butir-butir sebagai berikut :
Pelestarian lingkungan dilaksanakan menurut konsep Pembangunan Berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan insan ketika ini, tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan insan pada generasi-generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan didasarkan atas kesejahteraan masyarakat serta keadilan dalam jangka waktu pendek, menengah dan panjang dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi, dinamika sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan insan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pengambilan keputusan dalam pembangunan perlu memperhatikan pertimbangan daya dukung lingkungan sesuai fungsinya. Daya dukung lingkungan menjadi hambatan (constraint) dalam pengambilan keputusan dan prinsip ini perlu dilakukan secara kontinyu dan konsekuen.
Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu memperhatikan kebutuhan antar generasi. Pemanfaatan sumber daya alam terpulihkan perlu mempertahankan daya pemulihannya.
Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapat lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. Oleh karenanya, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapat isu lingkungan yang benar, lengkap dan mutakhir. Dalam pelestarian lingkungan, usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha penanggulangan dan pemulihan.
Kualitas lingkungan ditetapkan menurut fungsinya. Pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu dihindari bila hingga terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, maka diadakan penanggulangan dan pemulihan dengan tanggung jawab pada pihak yang menyebabkannya Pelestarian lingkungan dilakukan menurut prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan administrasi yang layak dengan sistem pertanggung jawaban.
C. PARADIGMA PELESTARIAN LINGKUNGAN
Peran religiusitas, dalam hal ini Islam yang mempunyai sumber pertama (masdar al-awwal) Al-Qur’an dalam memperlihatkan sumbangsih bagi keberlangsungan ekosistem lingkungan hidup? Sebab, kekritisan sumber daya alam yaitu bahaya berat bagi pembangunan. Dari sinilah, pembangunan berbasis nilai-nilai religius sangat urgen diperhatikan semoga bangsa sanggup bepijak secara kokoh dan acara pembangunan pun berkesinambungan serta mengikuti “aturan main” alam.
Agama mengajarkan bahwa arah pembangunan semestinya digusur pada keteraturan yang mengikuti kaidah-kaidah alamiah. Ada firman Tuhan yang bermakna pentingnya menjaga keteraturan ekologis, yakni surat Ar-Ruum ayat 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di maritim lantaran ulah (eksploitasi dan eksplorasi tak berkaidah) manusia, supaya Allah mencicipi kepada mereka (akibat) perbuatannya, semoga mereka kembali (ke acara konservasi alam)”.
Esensi ayat di atas, menjelaskan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yakni dari kalimat “agar mereka kembali”. Kata “kembali” kalau ditinjau dengan kerangka pembangunan berwawasan ekologis, bersanding besar lengan berkuasa dengan acara pelestarian lingkungan hidup. Misalnya, acara konservasi alam, reboisasi, pajak perusahaan untuk menjaga kelestarian alam, pendidikan lingkungan hidup untuk anak didik dan pengurusan izin analisis dampak lingkungan (amdal).
Kearifan ekologis berbasis agama juga sanggup dilihat dari nama-nama surat perihal keragaman ekosistem dan fungsi ekologis, semisal Al-Baqarah (sapi betina), Al-Adiyat (kuda perang), An-Naml (semut), Al-Ankabut (Laba-laba), Ath-Thur (bukit thur) dan masih banyak lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi alam beserta ekosistem kehidupannya mempunyai sisi fungsional yang wajib dipelihara sebaik-baiknya. Karena itu, alangkah berakal rasanya jikalau bangsa mulai merenungi kearifan ekologis yang dipesankan oleh-Nya melalui teks dan kita kontekstualisasikan sehingga bersesuaian dengan perkembangan zaman.
Tujuannya semoga arah pembangunan dihiasi adab keadiluhungan agama, dan ketika berinteraksi dengan ekosistem lingkungan tidak dimanfaatkannya sembari “angkat tangan” melestarikan atau malah “cuci tangan” ketika dirinya merusak alam. Sebab, setiap penganut agama (baca: umat Islam) yang berbudaya dihentikan bersikap dan berperilaku destruktif menyerupai melaksanakan pengrusakan secara membabi buta terhadap lingkungan hidup atas dalih pembangunan infrastruktur.
Demikian, dalam konteks sistem sosial budaya, hampir tiap daerah di kepulauan Indonesia mempunyai indigenous knowledge system masing-masing ketika memperlakukan lingkungan hidup. Misalnya, dalam tradisi masyarakat Sunda pedalaman terdapat tiga pembagian terstruktur mengenai hutan (leuweung) yang dijelaskan secara gamblang oleh Kusnaka Adimiharja (1994) dan bermanfaat bagi arah gerak pembangunan.
Pertama, leuweung sampalan, yakni hutan yang telah mengalami konversi menjadi lahan yang ditanami dan dijadikan tempat penggembalaan oleh masyarakat. Kedua, leuweung geuledegan, semacam hutan yang dihentikan dieksploitasi warga, lantaran alasan kepercayaan dalam sistem sosial kemasyarakatan. Ketiga, leuweung titipan, semacam hutan yang boleh dieksploitasi dan dimanfaatkan warga sehabis mendapat izin dari pemimpin adat.
Dari tiga sistem pengetahuan tersebut, terdapat makna perennial yakni pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan berparadigma ekologis yaitu sebuah keniscayaan. Sebab selama ini arah pembangunan kerap diinterpretasi dengan pendekatan ekonomi-sentris saja. Akibatnya, potensi alam banyak terdegradasi ketika terkena proyek pembangunan, contohnya insiden meluapnya Lumpur panas di Sidoarjo yang menelan kerugian besar ialah salah satu ekses negatif dari pembangunan yang tak berkaidah.
Kondisi di atas, tidak semestinya diabaikan oleh para pemerintah semoga tercipta pembangunan yang menghasilkan income ekonomi di satu sisi dan keuntungan ekologis bagi warga secara berkesinambungan di lain sisi. Maka, konsep pembangunan di Indonesia mesti menghargai kearifan sistem sosial masyarakat daerah yang semenjak dahulu selalu berharmoni dengan alam sekitar.
D. PENTINGNYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN
Konservasi sumber daya alam hayati dimaksudkan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya senantiasa memperhitungkan kelangsungan persediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tujuan melaksanakan konservasi tersebut yaitu untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga sanggup lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mutu kehidupan insan (Dephut, 1990). Strategi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut yaitu dengan tiga P (3P), yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar beserta ekosistemnya;
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Proses perlindungan, pengawetan sanggup dilakukan di daerah konservasi, taman hutan raya, dan taman wisata alam; mengingat daerah konservasi itu yaitu daerah pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (Dephut, 1990).
Dari ketiga taktik tersebut satu dengan lainnya sangat berkait, sehingga untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus dilakukan bersama-sama. Artinya kalau yang dilakukan hanya satu aspek, contohnya proteksi saja tanpa dibarengi dengan pengawetan dan pemanfaatan, maka akan menimbulkan resiko biaya pengelolaan yang sangat tinggi, dengan tanpa memperoleh hasil. Sebaliknya, jikalau kegiatan tersebut hanya memfokuskan pada aspek pemanfaatan dengan tanpa memperhatikan pada proteksi dan pengawetan, maka yang akan terjadi tentu saja pemusnahan sumber daya alam hayati tersebut.
Perlindungan Sistem Penyangga Perlindungan sistem penyangga ini dimaksudkan untuk memelihara proses ekologi yang sanggup menunjang kelangsungan dan mutu kehidupan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Cara pemanfaatan wilayah proteksi dan sistem penyangga hendaknya senantiasa memperhatikan kelangsungan dan fungsi proteksi di wilayah tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 perihal Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, maka pengelolaan jenis di luar habitatnya sanggup dilakukan dalam bentuk pemeliharaan, pengembangbiakan, pengkajian, penelitian, pengembangan rehabilitasi satwa, evakuasi jenis tumbuhan dan satwa liar.
Untuk melaksanakan kegiatan konservasi ex-situ aneka macam persyarataan yang perlu dipenuhi, yaitu: tersedianya tempat yang cukup luas, kondusif dan nyaman, memenuhi standart kesehatan tumbuhan dan satwa, serta mempunyai tenaga jago dalam bidang medis dan pemeliharaan. Begitu pula kalau ingin melaksanakan perkembangbiakan jenis di luar habitatnya, maka persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu: sanggup menjaga kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik, sanggup melaksanakan penandaan dan sertifikasi, serta sanggup membuat buku daftar silsilah (Dephutbun, 1999b).
Ada aneka macam kelebihan dan kekurangan dalam penyelenggaraan kegiatan konservasi ex-situ. Kelebihannya antara lain sanggup mencegah kepunahan lokal pada aneka macam jenis tumbuhan jawaban adanya musibah dan kegiatan manusia, sanggup digunakan untuk arena perkenalan aneka macam jenis tumbuhan dan wisata alam bagi masyarakat luas, mempunyai kegunaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dalam kegiatan budidaya jenis binatang dan tumbuhan; sedangkan kelemahannya antara lain, konservasi ex-situ memerlukan kegiatan eksplorasi dan penelitian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan yaitu untuk melihat adanya kecocokan terhadap daerah atau lokasi sebelum kegiatan tersebut dilakukan; di samping itu pada kegiatan ini dibutuhkan pula dana yang cukup besar, serta tersedianya tenaga jago dan orang yang berpengalaman.
Pemanfaatan kondisi lingkungan daerah pelestarian alam hendaknya senantiasa tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan, sedangkan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar harus selalu memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, keanekaragaman jenis tumbuhan, dan satwa liar tersebut.
Pemanfaatannya sanggup dilakukan dalam bentuk pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran, budidaya tumbuhan dan obat-obatan, dan pemeliharaan untuk kesenangan (Dephutbun, 1999b). Khusus untuk perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar dalam skala kecil sanggup dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar daerah konservasi. Tentu saja jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut yaitu yang tidak dilindungi, sedangkan perdagangan dalam skala besar hanya sanggup dilakukan oleh tubuh usaha yang telah memperoleh rekomendasi Menteri, di samping harus mempunyai aneka macam persyaratan tertentu lainnya (Dephut, 1990).
Terjadinya penurunan kualitas sumber daya alam ini merupakan suatu indikasi adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan insan dengan ketersediaan sumber daya alam.
Adanya peraturan pemerintah yang kurang memperlihatkan pengutamaan pada upaya pelestarian sumber daya alam, dan lebih memprioritaskan perolehan pendapatan belaka, maka sanggup membawa dampak yang sulit dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagaimana data yang terjadi remaja ini memperlihatkan bahwa laju pengurangan luas hutan di pulau Sumatera mencapai 2 % per tahun, di pulau Jawa mencapai 0,42 % per tahun, di pulau Kalimantan mencapai 0,94 % per tahun, di pulau Sulawesi mencapai 1 % per tahun, dan di Irian Jaya mencapai 0,7 % per tahun. Adanya pengurangan luas hutan tersebut terjadi jawaban proses laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan pengundulan hutan (deforestasi).
Terjadinya degradasi dan deforestasi hutan tersebut telah memperlihatkan implikasi yang sangat luas dan mengkhawatirkan bagi kehidupan masa depan manusia. Ada aneka macam dilema yang akan terjadi pada sumber daya alam dan ekosistemnya, jikalau dalam penjabaran dan pelaksanaan otonomi daerah tersebut tidak ditangani secara hati-hati. Masalah yang akan muncul tersebut akan berupa degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagai pola adanya degradasi sumber daya kelautan, sumber daya sungai dan alirannya, sumber daya hutan, serta adanya aneka macam dampak pencemaran jawaban kegiatan pembangunan ekonomi antar daerah, dan lain-lain. Oleh alasannya yaitu itu, sumber daya alam yang semula menjadi sumber utama bagi peningkatan pendapatan daerah, jikalau pemanfaatannya dalam jangka panjang tidak disertai dengan derma kebijakan yang mengarah kepada upaya perbaikan dan memperhatikan pelestarian sumber daya alam, maka hal tersebut sudah sanggup diduga akan menjadi sumber konflik antar pemerintah daerah di masa yang akan datang.
Menyikapi fenomena degradasi sumber daya alam hayati bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah ketika ini, maka diharapkan kesadaran kolektif dan serentak pada semua lapisan masyarakat, baik para penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi, dan masyarakat pada umumnya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Saat ini kita telah mencicipi semangat pembaruan yang semakin tampil dengan wajah kebebasan yang tidak terang batas-batas dan arahnya. Hampir semua aspek kehidupan kini telah dilanda tanda-tanda tersebut, termasuk kebebasan pemanfaatan sumber daya alam yang cenderung mengarah pada perusakan dan degradasi sumber daya alam itu sendiri. Oleh lantaran itu, dalam penyelenggaraan otonomi daerah, memang dituntut untuk sanggup menggali potensi semoga sanggup menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, tetapi bukan berarti bahwa kebebasan menggali potensi ini yaitu merusak sumber daya alam yang ada. Pelaksanaan otonomi daerah tidak perlu terpaku pada usaha untuk memanfaatkan sumber daya alam dan ekosistemnya, jikalau nantinya yang akan menanggung segala kerugiannya yaitu masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan sia-sia, bila hal tersebut tidak disertai dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan masyarakat ini sanggup mencakup peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam hayati tersebut.
Strategi yang efektif dalam upaya pemberdayaan masyarakat sanggup dilakukan melalui suatu kegiatan kerjasama antara pihak Kawasan Konservasi, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Diharapkan dari upaya ini masyarakat sanggup berperan aktif dalam kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga pada kesannya kesejahteraan masyarakat sanggup meningkat pula.
Kegiatan evakuasi lingkungan harus membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di sekitar daerah konservasi. Konservasi lingkungan yang meninggalkan masyarakat lokal hanya akan menimbulkan konflik dan berujung pada kegagalan acara konservasi. Karena itu, kepentingan masyarakat harus diakomodasi dengan menjadikan mereka kawan konservasi.
Tujuan konservasi alam tidak akan tercapai tanpa kerja sama dengan masyarakat lokal lantaran mereka sangat tergantung pada sumber daya alam. Masyarakat harus tetap memperoleh keuntungan ekonomi dan sosial dari kegiatan konservasi itu.
Kegiatan pelestarian lingkungan akan berhasil bila masyarakat lokal mencicipi manfaat dari kegiatan itu secara langsung. Selama ini kegiatan konservasi lingkungan selalu diikuti konflik antara masyarakat dan pengelola daerah konservasi. Masyarakat di sekitar daerah yang selama ini bergantung pada sumber daya alam tiba-tiba terputus aksesnya untuk memperoleh penghidupan dari alam.
Manfaat daerah konservasi bagi masyarakat akan semakin tegas bila didukung kebijakan pemerintah dalam prosedur pembayaran jasa lingkungan dan administrasi kolaborasi. Dalam administrasi kolaborasi, masyarakat dan semua pihak terkait mengembangkan tugas dalam pengelolaan kawasan. Mekanisme ini bisa meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas pengelolaan kawasan.
Penerapan jasa lingkungan merupakan salah satu cara pemberian imbalan yang layak bagi masyarakat konservasi. Sebagai pola yaitu prosedur pembayaran jasa lingkungan di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Perusahaan Daerah Air Minum di sana membayar jasa lingkungan ke petani yang telah menjaga hutan di daerah tangkapan air Gunung Rinjani.
Wacana pembayaran jasa lingkungan menyerupai ini harus terus diangkat. Kita sering tidak memikirkan dari mana air yang kita minum selama ini. Bagaimana jikalau tidak ada masyarakat yang menjaga hutan di daerah tangkapan air.
Langkah lain yang penting dilakukan yaitu meminta bantuan dan penghargaan dari kelompok masyarakat akseptor manfaat eksklusif kegiatan konservasi untuk ikut menanggung biaya konservasi. Hingga ketika ini, sebut saja konsumen air minum PDAM maupun air botolan, belum menghargai dan membayar jasa keberadaan daerah konservasi dan upaya tani-hutan di daerah tangkapan air dalam mengkonservasi wilayah tersebut.
Timbal balik ekonomi dari kegiatan konservasi tersebut membutuhkan peningkatan kapasitas masyarakat. Daya tawar masyarakat harus ditingkatkan melalui aneka macam training dan fasilitasi ke pemerintah.
B. SARAN
Untuk mewujudkan generasi makmur dan sentosa, bijaksana rasanya jikalau arah gerak pembangunan yang dikembangkan berpijak pada paradigma agama, budaya lokal, dan berwawasan lingkungan. Dalam bahasa lain, mencetuskan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), berwawasan lingkungan (eco-development) dan bisa juga kita sebut dengan konsep eco-religious, alasannya yaitu memelihara lingkungan yaitu perintah suci dari sang pencipta alam raya ini, Allah SWT. Karena itu, mari kita gulirkan acara pembangunan berkelanjutan yang berwawasan agama, budaya lokal, dan berparadigma ekologis mulai detik ini.
LAMPIRAN
Upaya yang dilakukan masyarakat dalam pelestarian lingkungan dengan menjaga, melaksanakan pengawasan, penanaman, penghijauan hutan serta membentuk komunitas pencinta lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 perihal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.
Wardojo, W. 2001. Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Jember: Penerbit Universitas Jember.
Sumber http://consisteria.blogspot.com
EmoticonEmoticon