Senin, 22 Januari 2018

Faktor Lingkungan Yang Menghipnotis Pertumbuhan Dan Perkembangan Padi Gogo

Curah Hujan 
Curah hujan merupakan komponen iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit diramalkan. Setiap kawasan mempunyai teladan curah hujan berbeda-beda antara satu kawasan dengan kawasan lain. Untuk mengetahui teladan curah hujan di suatu kawasan diharapkan data  curah hujan dari kawasan tersebut selama 30 tahun (Santoso, 1984). 
Berdasarkan distribusi curah hujan, Ol deman (1984) membagi teladan curah hujan atas tiga tipe yang berbeda :
  1. Pola curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak terang perbedaan antara ekspresi dominan hujan dan ekspresi dominan kering.
  2. Pola curah hujan monomodal, yaitu dalam satu tahun hanya terdapat satu bulan yang jumlah curah hujannya tertinggi ataupun terendah. Pola curah hujan tipe ini dipengaruhi oleh musim, dan terang ada ekspresi dominan hujan dan ekspresi dominan kering. Pola curah hujan monomodal mempunyai beberapa bulan curah hujannya lebih dari 200 mm dan beberapa bulan curah hujannya kurang dari 100 mm.
  3. Pola curah hujan bimodal, yaitu selama satu tahun terjadi dua kali periode dengan curah hujan yang tinggi dan di antara curah hujan tinggi tersebut terdapat ekspresi dominan kering.
Kebutuhan curah hujan bulanan untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan tumbuhan padi gogo dipengaruhi oleh kapasitas tanah menahan air dan keadaan suhu udara. Semakin tinggi kapasitas menahan air
dari tanah semakin rendah kebutuhan curah hujan bulanan. Di Amerika Latin di kawasan yang curah hujannya selama 6-8 bulan lebih dari 2000 mm, sangat sesuai untuk pertumbuhan padi gogo dan sanggup menghasilkan
gabah kering 4-5 ton/ha (Ciat, 1984).

Cahaya Matahari.
Cahaya matahari merupakan
sumber energi bagi pertumbuhan tanaman. Butir-butir hijau daun mengabsorbsi panjang gelombang cahaya matahari 400 - 700 nm untuk membentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis. Cahaya matahari juga kuat terhadap produksi khlorofil tanaman, jumlah dan komposisi khloroplast, struktur daun, bentuk daun dan gerak menutup dan membuka stomata (Weaver dan Clement, 1980).

Menurut Larcher (1975) imbas pribadi cahaya matahari terhadap tumbuhan ada tiga hal yaitu sumber energi (photodestrucnectic effects), mengatur perkembangan tumbuhan (photocybernectic effects) dan merusak tumbuhan (photodestructiv effects). Pengaruh lain yaitu mengontrol transpirasi tumbuhan sehingga kuat terhadap peresapan unsur hara dan air dari dalam tanah.

Kebutuhan intensitas cahaya matahari pada setiap fase pertumbuhan tumbuhan padi gogo tidak sama. Intensitas cahaya matahari rendah pada fase vegetatif tidak kuat faktual tetapi pada fase reproduktif dan pematangan menimbulkan penurunan hasil gabah (Yoshida dan Parao, 1976 dalam De Datta, 1981).
Kebutuhan cahaya matahari bagi tumbuhan padi gogo di awal pertumbuhan, jumlahnya kecil kemudian meningkat dan mencapai maksimal pada fase pembungaan dan kemudian menurun hingga tumbuhan dipanen.
 
Hasil penelitian Stansel et al (1965) dan Stansel (1975) dalam De Datta, (1981) memperlihatkan bahwa masa kritis kebutuhan cahaya matahari bagi pertumbuhan tumbuhan padi dimulai pada fase pembentukan primordia bunga hingga 10 hari sebelum pematangan gabah

Suhu Udara.
Tanaman padi gogo untuk pertumbuhan normal membutuhk
an suhu udara 20 – 30 °C. Di bawah suhu 20 °C dan di atas 35 ºC merupakan suhu kritis untuk pertumbuhan tumbuhan padi gogo. Suhu kritis tersebut bervariasi berdasarkan : varietas, lamanya suhu kritis berlangsung, perubahan suhu harian siang dan malam, serta kondisi fisiologi tumbuhan padi itu sendiri (Yoshida, 1981).
 
Angin.
Angin mempunyai dua fungsi
dasar di alam yaitu memindahkan panas dari wilayah lintang rendah ke lintang tinggi sehingga terjadi keseimbangan neraca cahaya matahari antara lintang rendah dan lintang tinggi, dan memindahkan uap air hasil proses evpotranspirasi. Dengan demikian angin kuat pribadi terhadap hilangnya air melalui proses evapotranspirasi (Lawson dan Alluri, 1985).
 
Kondisi angin biasanya minimum pada waktu sekitar matahari terbit dan maksimum menjelang sore hari, dan hal ini menimbulkan variasi kondisi angin harian. Apabila angin hanya berhembus siang hari sedangkan pada malam hari kondisi udara lembab maka laju evepotranspirasi sekitar 30 % lebih tinggi dibanding dengan keadaan dimana kondisi angin hanya terpusat pada malam hari (Santoso, 1984).
 
Menurut Lawson dan Alluri (1985), lantaran sistem perakaran tumbuhan padi termasuk dangkal pada lapisan tanah maka perlu dijaga keseimbangan antara peresapan air oleh tumbuhan dan kehilangan air dari tumbuhan dan untuk itu maka kecepatan angin yang terbaik yaitu kecepatan sedang. Bila kecepatan angin terlalu lambat, maka transportasi air dan CO2 tidak efisien sehingga menimbulkan proses fotosintesis tumbuhan terbatas (Laowson, 1984). Sedangkan bila kecepatan angin terlalu cepat pada kelembaban udara yang rendah maka akan mempercepat laju kehilangan air dari tumbuhan dan tanah dan risikonya akan terjadi kekeringan (Laowson dan Alluri, 1985). Angin kencang sanggup menimbulkan kerebahan tumbuhan serta mempercepat penyebaran penyakit.
 
Ketersediaan Air Tanah
Tanaman padi gogo sumber airnya
berasal dari air hujan yang diikat oleh tanah. Air tanah yang tersedia yang sanggup dipakai oleh akar tumbuhan padi gogo selain dipengaruhi oleh jumlah curah hujan juga dipengaruhi oleh tekstur tanah (Garrity, 1984; Oldeman, 1984: Steinmetz et al, 1985), jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi (De Datta dan Vergara, 1975; Ciat, 1984; Laowson,1984; Oldeman, 1984), kedalaman
akar pada lapisan tanah (Yoshida, 1975; Forest dan Kalms, 1984), dan tinggi rendahnya permukaan air tanah (Yoshida, 1975).

Air tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tumbuhan padi gogo merupakan air yang ditahan oleh tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan kisarannya ditentukan oleh tekstur tanah. Steimetz (1985) melaporkan bahwa air tersedia bagi pertumbuhan tumbuhan padi gogo pada tipe tanah Latosol Kuning, Podsol Merah Kuning, Latosol Merah Kekuningan dan Latosol Merah Gelap berturut-turut yaitu 0.6, 0.95, 1.01 dan 1.02 mm/cm. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan tanah menahan air.

Yoshida (1975) melaporkan bahwa kemampuan menahan air pasir halus yaitu 4.3 – 8.6 mm/cm sedangkan tanah liat 77.0 mm/30 cm. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kecepatan air naik ke permukaan tanah yaitu tekstur tanah yang bergairah air naik dengan cepat dan jaraknya pendek sedangakan pada tekstur halus air naik lambat dan sanggup melalui jarak yang panjang. Menurut Kramer (1969), tinggi muka air tanah sedalam 60 cm, air naik 5 mm/hari pada tanah dengan tekstur bergairah sedangkan pada tanah dengan tekstur halus yaitu 2 mm/hari.

Kedalaman akar pada lapisan tanah juga mensugesti air tersedia bagi tumbuhan oleh lantaran air yang tersedia akan meningkat pada lapisan tanah yang lebih dalam. Varietas padi gogo yang mempunyai sistem perakaran yang dalam lebih tahan terhadap keadaan kekurangan air dibandingkan dengan yang akarnya lebih dangkal, oleh lantaran jumlah air tanah yang tersedia lebih banyak bagi tumbuhan yang berakar dalam (Yoshida,
1975; Forest dan Kalms, 1984).
 
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tumbuhan adalah
jumlah air yang dibutuhkan tumbuhan dari dalam tanah untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi dari tumbuhan sehat, tumbuh di lahan luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas, serta sanggup mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya (Doorenbos dan Pruitt, 1977). Menurut Sitaniapessy (1982) kebutuhan air tumbuhan disebut koefisien transpirasi dan merupakan jumlah air yang diserap dari dalam tanah dan diuapkan oleh tumbuhan untuk membentuk satu kilogram materi kering yang dinyatakan dalam satu kilogram air. Menurut Seeman (1979) kebutuhan air tumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanah, kebutuhan air tumbuhan sangat bersahabat hubungannya dengan evapotranspirasi.
 
Menurut Chabrolin (1970) kebutuhan air untuk pertumbuhan tumbuhan padi berkisar antara 5 – 6 mm/hari. Di Ibadan (Afrika) kebutuhan air padi gogo varietas OS6 yaitu antara 4 – 4.5 hingga 5 – 6 mm/hari (IITA, 1984). Lawson (1984) melaporkan bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan tumbuhan padi gogo lebih tinggi di kawasan kering dibandingkan di kawasan berair yaitu 7.0 mm/hari untuk daearah kering dan 3.5 mm/hari
di kawasan basah. Lebih lanjut Lawson (1984) menyatakan bahwa kisaran kebutuhan air maksimum bagi pertumbuhan tumbuhan padi gogo yaitu 4 - 6 mm/hari.

Pengaruh Kekeringan terhadap TanamanKekeringan yaitu keadaan dimana jumlah air tanah yang tersedia tidak mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan tumbuhan maksimum (Ghidyal dan Tomar, 1982). Ada dua jenis kekeringan yaitu kekeringan atmosfir (atmospheric drought) dan kekeringan tanah (soil drought). Kekeringan atmosfir disebabkan oleh suhu udara yang tinggi, kecepatan angin tinggi, atau lantaran kelembaban udara yang rendah. Sedangkan kekeringan tanah disebabkan oleh kandungan air tanah rendah tanggapan curah hujan yang rendah, permeabilitas tanah lambat atau lantaran kapasitas menyimpan air tanah rendah (Troeh et al, 1980).
 
Menurut Yoshida (1975) tumbuhan padi mengalami kekurangan air bila jumlah air yang hilang melalui transpirasi lebih besar dari jumlah air yang diserab akar dari dalam tanah. Kekurangan air tanah akan menimbulkan cekaman air (water stress) pada tanaman. Cekaman air terjadi bila evapotranspirasi maksimum atau bila air yang tersedia dari tanah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. 
Tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air menimbulkan perkembangan komponen tumbuhnya tertekan (Yoshida, 1975; Ghidyal dan Tomar, 1982). Tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering jerami, jumlah akar, berat kering akar tumbuhan padi semakin berkurang bila cekaman air meningkat. Tetapi panjang akar meningkat bila cekaman air meningkat (Ghidyal dan Tomar, 1982).
 
Partohardjono dan Makmur (1993) menandakan bahwa cekaman kekeringan tumbuhan padi yang terjadi mulai pada fase primordia bunga hingga fase pematangan biji akan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah gabah berisi per malai, berat 1000 butir gabah, nisbah gabah dan jerami, hasil gabah per ha serta meningkatnya jumlah gabah hampa per malai.

Menurut Yoshida (1975) tumbuhan padi yang mengalami cekaman kekurangan air hasilnya menurun lantaran jumlah anakan produktif rendah, persentase gabah hampa tinggi, berbunga terlambat, nisbah jumlah malai terhadap jumlah anakan rendah. Oleh lantaran persentase gabah hampa lebih tinggi pada keadaan cekaman kekurangan air maka Yoshida (1975) menyimpulkan bahwa hasil yang rendah padi gogo bukan saja diakibatkan oleh tertekannya pertumbuhan tanggapan cekaman kekurangan air tetapi juga tanggapan tingginya persentase gabah hampa.

Penurunan hasil akan semakin faktual bila periode cekaman air terjadi pada 11 hingga 13 hari sebelum pengisian biji (Yoshida, 1975) sedangkan tekanan terhadap komponen tumbuh semakin faktual bila cekaman air terjadi lebih awal pada waktu fase vegetatif (Chang dan De Datta, 1975).

Utomo dan Nazaruddin (1996) juga melaporkan bahwa cekaman kekurangan air selama pertumbuhan tumbuhan padi menimbulkan terjadinya kendala terhadap pembentukan dan pertumbuhan anakan, pembentukan malai, pembungaan dan pembuahan yang berakibat bulir padi yang dihasilkan hampa Tertekannya pertumbuhan dan rendahnya hasil padi gogo pada cekaman kekurangan air terjadi lantaran menurunya nisbah transpirasi (transpiration ratio). Hal tersebut terjadi lantaran pada cekaman kekurangan air stomata tertutup untuk menghindari kehilangan air yang lebih banyak dari jaringan tanaman. Dengan tertutupnya stomata maka laju transpirasi menurun sehingga pembentukan materi kering menurun dan hasil
gabah rendah (Yoshida, 1975).

Lawson (1984) melaporkan bahwa hasil padi gogo varietas OS6 dan ANDY-11 pada keadaan cekaman kekurangan air masing-masing yaitu sebesar 1.7 dan 2.6 ton/ha,sedangkan bila ketersediaan air tanah cukup hasil yang dicapai masing-masing varietasadalah sebesar 3.2 dan 3.7 ton/ha. Dalam hal ini masing-masing varietas menurunproduksinya sebesar 47% dan 30% lantaran cekaman kekurangan air.
 
Pengaruh Naungan terhadap Tanaman
Tanaman padi gogo tergolong tanaman
perlu cahaya banyak, sehingga kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Murty et al., 1992; Watanabe et al., 1993; Jiao et al., 1993; Yeo et al., 1994; Chowdury et al., 1994 ; Sopandie et al.,2003). Faktor ini secara pribadi mensugesti tingkat produktivitas padi gogo yang
rendah di bawah naungan.
Intensitas cahaya rendah mensugesti morfologi dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai prosedur untuk pengendalian kualitas dan kwantitas cahaya yang sanggup dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Daun genotipe padi gogo toleran berbeda dengan yang peka dilihat dari warna kehijauan daun, luas, ketebalan, serta ketegakan dan bentuknya (Sopandie et al., 1999;
Chozin et al., 2000). Selain itu, anatomi daun ibarat ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat memilih efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000). Cruz (1997) menyatakan naungan sanggup mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya.
Murty dan Sahu (1987) menjelaskan peningkatan kandungan total amino-N dan N terlarut pada varietas padi yang sensitif intensitas cahaya rendah, menimbulkan terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya kehampaan gabah. Varietas toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang lebih tinggi dari pada yang peka ketika dinaungi 50 % ketika vegetatif aktif (Sopandie et al.,1999 dan 2001a). Intensitas cahaya rendah pada kondisi naungan mensugesti produksi dan mutu biji padi gogo (Steinway et al, 2003).

Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan distribusi spektrum cahaya matahari yang diterima daun di permukaan tajuk lebih besar dibanding dengan daun di bawah naungan. Pada kondisi ternaungi cahaya yang sanggup dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat sedikit.
Pengaruh intensitas cahaya rendah terhadap hasil pada banyak sekali komoditi sudah banyak dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menimbulkan jumlahgabah/malai kecil serta persentase gabah  hampa yang tinggi, sehingga produksi biji rendah (Sopandie et al., 2003). Intensitas cahaya rendah pada ketika pembungaan padi sanggup menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menimbulkan meningkatnya gabah hampa (Chaturvedi et al., 1994). Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil kedelai (Asadi et al., 1997), jagung (Andre et al., 1993), padi gogo (Supriyono et al., 2000), ubi jalar (Nurhayati et al., 1985), dan talas (Caiger, 1986 ; Wirawati et al., 2002).

Toleransi tumbuhan untuk mempertahankan pertumbuhannya tetap baik pada kondisi intensitas cahaya rendah lantaran naungan antara lain sanggup dilakukan oleh tumbuhan dengan mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan luas daun untuk memperoleh permukaan daun yang lebih besar dalam melaksanakan absorbsi cahaya serta meningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya yang diterima tumbuhan (Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985).

Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa toleransi tumbuhan terhadap naungan sanggup dilakukan melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan oleh daun. Sopandie et al. (2003) menyatakan pada kondisi
kekurangan cahaya, tumbuhan berupaya untuk mempertahankan biar fotosintesis tetap berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan ini sanggup dicapai apabila respirasi juga efisien. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tumbuhan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara genetik, tumbuhan yang toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan pembiasaan yangtinggi terhadap perubahan lingkungan.
 
Kekuatan melawan degradasi khlorofil tanggapan kurangnya cahaya sangat penting bagi daya pembiasaan tumbuhan terhadap naungan yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas per luas daun (Hale dan Orchut, 1987), dan peningkatan jumlah khlorofil pada kloroplas (Okada et al., 1992). Hal ini ditunjukkan oleh genotipe toleran padi gogo yang mempunyai kadar klorofil a dan b lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al., 1994; Sulistyono et al., 1999).

Lubis et al. (1993), menyatakan bahwa untuk pengembangan budidaya padi gogo sebagai tumbuhan sela di bawah naungan tegakan, diharapkan varietas-varietas berumur genjah hingga sedang (80 – 120 hari), tinggi tumbuhan berkisar 110 – 125 cm, jumlah anakan sedang, bentuk batang agak serak, tahan blas, toleran Al, toleran kekeringan dannaungan.
 
Pengaruh Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah (tillage) ada
lah setiap kegiatan manipulasi mekanis terhadap sumberdaya tanah yang diharapkan untuk membuat kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah yaitu membuat kondisi tanah yang baik di kawasan perakaran tanaman, membrantas gulma dan membenamkan sisa-sisa tumbuhan ke dalam tanah.
Moenandir (2004) menyampaikan pengolahan tanah bekerjsama ialah tindakan penghancuran bongkahan tanah besar menjadi berukuran lebih kecil sehingga permukaan partikel tanah yang menimbulkan lebih luas kekerabatan antara akar tumbuhan dan tanah.
 
Keadaan ini memungkinkan tumbuhan memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan menimbulkan pertumbuhan tumbuhan baik dan hasilnya menjadi baik pula. Menurut Suhardi (1983) dengan adanya pengolahan tanah akan diperolah kondisi tanah yang baik ditinjau dari struktur tanah, porositas tanah, keseimbangan antara air,
udara dan suhu di dalam tanah. Maka dalam budidaya tumbuhan pengolahan tanah mutlak perlu untuk membuat lingkungan tanah yang cukup baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan seluruh proses pengolahan tanah akan menghasilkan :

  1. Meningkatkan sisfat-sifat fisik tanah yaitu menjamin memperbaiki struktur dan porositas tanah, sehingga antara pemasukan air dan pengeluarannya menjadi seimbang untuk kehidupan tanaman. Peredaran udara dalam tanah menjdi optimal yang akan menjamin aktvitas biologi tanah menjadi optimal.
  2. Pertumbuhan tumbuhan menjadi baik di areal pertanaman. Dengan adanya pengolahan tanah memungkinkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah menjadi lebih baik. Di dalam pertumbuhan tumbuhan di areal tanam diharapkan udara, suhu dan ketersedian air tanah yang optimal yang sanggup dibantu dengan adanya pengolahan tanah.
  3. Mempermudah pemanfaatan unsur hara atau pupuk yang diberikan di dalam tanah oleh tumbuhan sehingga pertumbuahan tumbuhan akan lebih baik.
Menurut Arsyad (1983) dengan dilakukannya pengolahan tanah, maka tanah akan menjadi gembur, sanggup lebih cepat menyerap air hujan, serta mengurangi pemikiran permukaaan atau run-off. Tetapi pada lahan yang bertofografi miring imbas tersebut hanya bersifat sementara lantaran tanah yang diolah hingga gembur akan gampang tererosi.
Pengolalahan tanah sanggup menekan pertumbuhan gulma dan perkembangannya serta membuat aerasi tanah yang baik. Tetapi bila kondisi populasi gulma telah sanggup ditekan dan aerasi tanah telah baik maka pengolahan tanah tidak diharapkan lagi, alasannya sanggup menimbulkan meningkatnya kehilangan air tanah dan kerusakan akar tanaman.
Moenandir (2004) juga menyampaikan pengolahan tanah sanggup pula merawat kelembaban tanah dengan menghindari run-off. Di kawasan semi arid, 88% air yang diperoleh sanggup hilang secara run-off. Tanah yang diolah sanggup menahan air ibarat itu dibanding tanah tanpa olah.
 
Dalam proses pengolahan tanah, kedalamanan pembajakan tanah berdasarkan Suhardi (1983) dikelompokan atas empat golongan yaitu pembajakan ringan dengan kedalaman berkisar 8 – 12 cm, sering dilakukan pada pertanaman padi sawah; pembajakan sedang dengan kedalaman 15 – 20 cm, paling banyak dilakukan dalam budidaya tumbuhan pangan, terutama pada tumbuhan padi gogo, jagung dan kentang; pembajakan dalam dengan kedalaman 30 – 35 cm dan pembajakan sangat dalam dengan kedalaman lebih dari 35 cm, ini dipakai terutama untuk tumbuhan keras.

Smith (1955) dalam Moenandir (2004) mengutarakan bahwa proses pengolahan tanah ada dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memotong-motong tanah sehingga menjadi longgar dan gampang membalikannya (15 – 20 cm). Pengolahan tahap kedua ialah untuk menghancurkan bongkahan tanah yang masih besar dan sisa tumbuhan dari pengolahan tahap pertama menjadi lebih halus lagi. Sisa-sisa tumbuhan akan terpendam dan melapuk merupakan sumber nutrisi berikutnya. Hasil simpulan yang diperoleh ialah terciptanya keadaan tanah yang baik dan sesuai unuk pertumbuhan tumbuhan serta bebas gulma.
 
Berapa kali pengolahan tanah dilaksanakan tergantung dari kebutuhan dalam mempertahankan struktur tanah (Moenandir, 2004) Menurut Hayes (1982) dan Young (1983) dikenal ada tiga macam metode pengolahan
tanah dalam budidaya tumbuhan yaitu : pengolahan tanah tepat (conventional tillage), pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (no-tillage). 
 
Pengolahan tanah tepat atau pengolahan tanah maksimum yaitu pengolahan tanah dengan melaksanakan pembajakan tanah dua atau tiga kali kemudian dilakukan penggaruan untuk penghalusan tanah, gres ditanami. Pengolahan tanah minimum atau disebut juga pengolahan tanah terbatas yaitu pengolahan tanah yang hanya dilakukan pada lokasi yang sangat memerlukan saja contohnya pada barisan tumbuhan atau pada piringan tumbuhan saja atau pengolahan tanah hanya dilakukan satu kali saja. Pada metode tanpa pengolahan tanah benih atau bibit tumbuhan yang akan ditanam ditempatkan dalam tanah pada celah yang sangat sempit atau pada parit kecil yang dibentuk sedemikian rupa sehingga lebar dan dalamnya hanya untuk menutupi benih tanaman. Pada sistem tanpa olah tanah sisa-sisa tumbuhan dibiarkan dipermukaan tanah yang berfungsi sebagai mulsa. Hasil penelitian Blevin et al, (197) menunujukan bahwa kandungan air tanah pada sistem no-tillage lebih tinggi dibandingkan dengan conventional tillage maupun minimum tillage. Perbedaan kandungan air tanah terutama terjadi pada lapisan kedalaman tanah antara 0 – 15 cm.

Barber (1971) melaporkan bahwa akar tumbuhan jagung hingga ke dalaman tanah antara 0 – 15 cm lebih panjang dan lebih berat pada sistem no-tillge dibanding conventional tillage, akan tetapi pada kedalaman di atas 15 cm, terdapat hal yang sebaliknya yaitu akar lebih berat dan lebih panjang pada sisitem conventional tillage. Pada lahan padi gogo pengolahan tanah yang berlebihan tidak diharapkan bila gulma sanggup dikendalikan dengan herbisida pratanam (Seth et al, 1971 dalam De datta dan Liagas, 1983).
Hasil penelitian di Way Abung, Lampung (Anonimous, 1979) menunjukukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, hasil gabah kering, persentase gabah berisi dan berat 1000 butir gabah pada padi gogo varietas IET-1444 lebih tinggi pada lahan yang diolah satu atau dua kali dibanding tanpa olah tanah ataupun tanah hanya dikik.. Pengolahan tanah satu kali lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah dua kali.

Pengaruh Bahan Organik
Bahan orgnaik sebgai materi pupuk kuat terhadap sifat-sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah) dan pertumbuhan tumbuhan (Hardjowigeno,1986; Sutanto, 2002). Pupuk organik berperan sebagai granulator yaitu memperbaiki sruktur tanah, sumber unsur hara makro dan unsur mikro terhadap tumbuhan walaupun dalam jumlah yang rendah, menambah kemampuan tanah menahan air dan menahan unsur-unsur hara tanah (kapasitas tukar kation (KTK) tanah menjadi tinggi) serta sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga kegiatan biologi tanah meningkat. Semua tumbuhan sanggup menjadi lebih baik pertumbuhannya bila diberi pupuk organik. Pada tanah masam pupuk organik sanggup meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan sanggup meningkatkan ketersediaan unsur mikro dalam tanah melalui khelat unsur mikro dengan materi organik.
 
Noor (1996) menyampaikan pengelolaan materi organik dalam budidaya pertanian lahan kering sangat penting. Disebutkan bahwa fungsi materi organik dalam pertanian lahan kering : meningkatkan jumlah dan stabilitas agreagat tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan daya simpan air tanah, memperkaya hara dalam tanah dan menigkatkan kegiatan biologi tanah.
 
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat-sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah disebutkan :
  • Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tumbuhan yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
  • Memperbaiki struktur tanah, menimbulkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan gampang ditembus akar.
  • Mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat.
  • Meningkatkan daya menahan air sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.
  • Membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik; menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur bergairah dan meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).
  • Meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Akibatnaya jikalau tanah yang dipupuk dengan materi organik dengan takaran tinggi, hara tumbuhan tidak gampang tercuci.
  • Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik binatang tingkat tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik lantaran ketersediaan masakan lebih terjamin.
  • Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
  • Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi materi organik.
Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) memperlihatkan beberapa laba materi organik tanah bagi pertanian yaitu menyediakan sebagian besar nitrogen dan welirang yang diserab tanaman, menyediakan sebagian besar kapsitas tukar kation tanah, membantu pengagregatan tanah dengan demikian memperbaiki sifat fisika tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan tanah, mengubah sifat menambat air tanah, materi organik sanggup membentuk adonan dengan unsur hara yang mencegah pembersihan unsur tersebut. Dilaporkan, di Ghana daya tanah untuk menambat air menurun dari 57% menjadi 37% apabila materi organik tanah menurun dari 5% menjadi 3%.

Sutanto (2002) juga menjelaskan bahwa materi organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan menjadi sumber energi dan masakan untuk majemuk mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang majemuk menjadi aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses dekomposisi menghasilkan majemuk senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dan anorganik tersebut disemat atau diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif atau senyawa organik hasil proses dekomposisi. Senyawa-senyawa tersebut mengutungakan pertumbuhan tumbuhan sebagai hara dan senyawa pengatur pertumbuhan.

Mori (1986) menjelaskan beberapa senyawa organik berfungsi sebagai materi sementasi dalam mengikat partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah. Agregat tanah dan tanah yang berstruktur merupakan habitat yang menguntungkan untuk majemuk mikro-flora dan fauna tanah. Keanekaragaman komunitas mikroorganisme di dalam tanah kemungkinan akan menekan terjadinya ledakan patogen yang merusak tamanan. Tanah yang mempunyai struktur yang baik mempunyai kemampuan mengikaat air dan permeabilitas yang baik. Perubahan tanah yang bersifat serbacakup akan menghasilkan perbaikan kondisi perakaran tumbuhan dan memperbaiki hasil dan kualitas tanaman

Pichot (1971) dalam Sanchez (1992) telah juga menandakan penggunaan pupuk organik meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik dan kalsium sanggup ditukar sehingga menimbulkan kenaikan pH tanah secara nyata. Nakada (1981) dalam Sutanto (2002) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si tanah lantaran sumbangan materi organik kompos dalam jangka panjang. Pemberian kompos bisa meningkatkan mikroba penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan materi organik tanah yang gampang terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.

Mlguno (1996) dalam Sutanto (2002) menggambarkan secara ringkas perubahan sifat fisika, kimia dan biologi tanah dengan adanya sumbangan materi organik ibarat disajikan pada Gambar 1 berikut :



Gambar 1. Pengaruh Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Tanah
(Sumber : Sutanto, 2002)

Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com


EmoticonEmoticon