Krisis ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mensugesti sektor lainnya di seluruh dunia. Ini sanggup kita lihat bahwa negara adikuasa yang memegang kendali ekonomi pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor ekonominya. Bencana pasar keuangan akhir rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Bangkrutnya Lehman Brothers eksklusif mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di daerah Asia ibarat di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen. Termasuk bursa saham di daerah Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar.
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang besar lengan berkuasa yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari dilema tersebut ialah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat ringkih yang meyebabkan collaps terkena efek krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang mengakibatkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain mengakibatkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini sanggup merusak mendasar perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
KONDISI KRISIS EKONOMI 2008
Kondisi krisis ketika ini dipicu oleh hal-hal yang jauh berbeda dengan krisis 2008 dimana krisis bermula dari lebih satu negara di Eropa. Sementara pada 2008, hanya disebabkan kredit macet dari pembiayaan rumah atau subprime mortgage di AS.
"Karena dari 2008 bottom up mortgage, penyebabnya single country yaitu AS. Sehingga penanganannya lebih mudah. Walau recovery-nya hingga sekarang berjalan lamban," tuturnya.
"Di euro zone penyebabnya top down. Disebabkan utang pemerintah di zona itu besar dan tidak disiplinnya mereka dalam menjalankan kewajiban. Krisis ketika ini, negara yang terlibat multy countries," tambahnya.
Bila di AS memakai solusi injeksi likuiditas melalui jadwal quantitave easing. Namun solusi yang sama tidak bisa dilakukan di Eropa serta memilik potensi menjalar ke negara dengan perekonomian terkuat di Eropa ibarat Jerman dan Perancis.
"Penanganannya akan lebih sulit lagi. Karena euro zone juga harus memulihkan kepercayaan pasar, mendorong pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan," jelasnya.
Kendati demikian, ia mengatakan, kondisi mendasar perekonomian Indonesia masih cukup besar lengan berkuasa untuk menghadapi krisis ketika ini terutama bila pemerintah sanggup menjaga pertumbuhan perekonomian domestik.
"Berdasar pengalaman lalu, Indonesia mempunyai daya tahan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain dalam menghadapi krisis 2008," tegasnya.
PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI
****Krisis Ekonomi 2008 diyakini terjadi lantaran inflasi global, pengangguran meningkat, minyak yang tinggi dan harga pangan, nilai dolar menurun, pasar perumahan yang mengerikan, dan krisis subprime mortgage. Meski krisis ekonomi terjadi di seluruh dunia, artikel ini akan terdiri dari tips wacana bagaimana penelitian Krisis Ekonomi Amerika Serikat tahun 2008 dan 2009.
*** dari faktor penyebabnya, krisis Ekonomi global pada ketika ini berbeda dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada ketika itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negeri. Tetapi kalau kita tidak hati-hati dan waspada dalam menyikapi permasalahan ini, tidak tidak mungkin efek krisis keuangan global pada tahun 2008 ini akan sama atau bahkan lebih jelek kalau dibandingkan dengan efek dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.
***Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah menunjukkan indikasi yang besar lengan berkuasa terhadap tiga hal. Pertama, dapat dipercaya pemerintah telah hingga pada titik nadir. Penyebab utamanya ialah lantaran langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga mempunyai eksistensi di negeri ini seolah-olah dilupakan dari wacana evakuasi perekonomian yang tengah menggema.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas ialah lantaran proses pembiasaan ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun menimbulkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Hancurnya dapat dipercaya pemerintah yang dibarengi dengan tingginya ketidakpastian itu telah mengakibatkan terkikisnya kepercayaan (trust). Yang terjadi cukup umur ini tidak hanya sekadar pudarnya trust masyarakat terhadap pemerintah dan sebaliknya, melainkan juga antara pihak luar negeri dengan pemerintah, serta di antara sesama kelompok masyarakat. Yang terakhir disebutkan itu tercermin dengan sangat terang dari keberingasan massa terhadap simbol-simbol kekuasaan serta kemewahan dan terhadap kelompok etnis Cina, ibarat yang dikenal dengan insiden Mei 1998.
Sementara itu, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sanggup dilihat dari respons masyarakat yang kerap kali berlawanan dengan tujuan kebijakan yang ditempuh pemerintah. Misalnya, kebijakan pemerintah yang seharusnya berupaya menggiring ekspektasi masyarakat ke arah kanan, justru telah menimbulkan respons masyarakat menuju ke arah kiri, dan sebaliknya. Faktor lainnya ialah semakin timpangnya distribusi pendapatan dan kekayaan, sehingga menimbulkan lunturnya solidaritas sosial.
Seluruh dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang besar lengan berkuasa yang mempunyai teknologi yang canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur perekonomiannnya. Fakta dari dilema tersebut ialah bahwa ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat ringkih yang meyebabkan collaps terkena efek krisis ekonomi global.
Krisis finansial global yang mengakibatkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain mengakibatkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini sanggup merusak mendasar perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
KONDISI KRISIS EKONOMI 2008
Kondisi krisis ketika ini dipicu oleh hal-hal yang jauh berbeda dengan krisis 2008 dimana krisis bermula dari lebih satu negara di Eropa. Sementara pada 2008, hanya disebabkan kredit macet dari pembiayaan rumah atau subprime mortgage di AS.
"Karena dari 2008 bottom up mortgage, penyebabnya single country yaitu AS. Sehingga penanganannya lebih mudah. Walau recovery-nya hingga sekarang berjalan lamban," tuturnya.
"Di euro zone penyebabnya top down. Disebabkan utang pemerintah di zona itu besar dan tidak disiplinnya mereka dalam menjalankan kewajiban. Krisis ketika ini, negara yang terlibat multy countries," tambahnya.
Bila di AS memakai solusi injeksi likuiditas melalui jadwal quantitave easing. Namun solusi yang sama tidak bisa dilakukan di Eropa serta memilik potensi menjalar ke negara dengan perekonomian terkuat di Eropa ibarat Jerman dan Perancis.
"Penanganannya akan lebih sulit lagi. Karena euro zone juga harus memulihkan kepercayaan pasar, mendorong pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan," jelasnya.
Kendati demikian, ia mengatakan, kondisi mendasar perekonomian Indonesia masih cukup besar lengan berkuasa untuk menghadapi krisis ketika ini terutama bila pemerintah sanggup menjaga pertumbuhan perekonomian domestik.
"Berdasar pengalaman lalu, Indonesia mempunyai daya tahan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain dalam menghadapi krisis 2008," tegasnya.
PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI
****Krisis Ekonomi 2008 diyakini terjadi lantaran inflasi global, pengangguran meningkat, minyak yang tinggi dan harga pangan, nilai dolar menurun, pasar perumahan yang mengerikan, dan krisis subprime mortgage. Meski krisis ekonomi terjadi di seluruh dunia, artikel ini akan terdiri dari tips wacana bagaimana penelitian Krisis Ekonomi Amerika Serikat tahun 2008 dan 2009.
*** dari faktor penyebabnya, krisis Ekonomi global pada ketika ini berbeda dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada ketika itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negeri. Tetapi kalau kita tidak hati-hati dan waspada dalam menyikapi permasalahan ini, tidak tidak mungkin efek krisis keuangan global pada tahun 2008 ini akan sama atau bahkan lebih jelek kalau dibandingkan dengan efek dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.
***Krisis ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling tidak telah menunjukkan indikasi yang besar lengan berkuasa terhadap tiga hal. Pertama, dapat dipercaya pemerintah telah hingga pada titik nadir. Penyebab utamanya ialah lantaran langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang berputar-putar.
Selain itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga mempunyai eksistensi di negeri ini seolah-olah dilupakan dari wacana evakuasi perekonomian yang tengah menggema.
Salah satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas ialah lantaran proses pembiasaan ekonomi dan politik (economic and political adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan cukup tinggi, namun menimbulkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Hancurnya dapat dipercaya pemerintah yang dibarengi dengan tingginya ketidakpastian itu telah mengakibatkan terkikisnya kepercayaan (trust). Yang terjadi cukup umur ini tidak hanya sekadar pudarnya trust masyarakat terhadap pemerintah dan sebaliknya, melainkan juga antara pihak luar negeri dengan pemerintah, serta di antara sesama kelompok masyarakat. Yang terakhir disebutkan itu tercermin dengan sangat terang dari keberingasan massa terhadap simbol-simbol kekuasaan serta kemewahan dan terhadap kelompok etnis Cina, ibarat yang dikenal dengan insiden Mei 1998.
Sementara itu, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sanggup dilihat dari respons masyarakat yang kerap kali berlawanan dengan tujuan kebijakan yang ditempuh pemerintah. Misalnya, kebijakan pemerintah yang seharusnya berupaya menggiring ekspektasi masyarakat ke arah kanan, justru telah menimbulkan respons masyarakat menuju ke arah kiri, dan sebaliknya. Faktor lainnya ialah semakin timpangnya distribusi pendapatan dan kekayaan, sehingga menimbulkan lunturnya solidaritas sosial.
Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com
EmoticonEmoticon