Sabtu, 10 Februari 2018

Perbedaan Pemborongan Pekerjaan Dengan Penyediaan Jasa Pekerja

Hukum Dan Undang Undang   Di dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia tidak diatur pengertian atau definisi dari pemborongan pekerjaan. Pemborongan pekerjaan diatur di dalam Pasal 64 dan Pasal 65 UU No. 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan (“UUK”).
Di dalam Pasal 64 UUK disebutkan bahwa perusahaan sanggup menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Perbedaannya salah satunya yaitu Pemborongan Pekerjaan dilakukan dengan perintah pribadi atau tidak pribadi dari pemberi pekerjaan (user). Pekerja pada Pemborongan Pekerjaan pribadi dikendalikan oleh perusahaan pemborong (perusahaan peserta pemborongan) itu sendiri. Sedangkan Penyediaan Jasa Pekerjadilakukan dengan perintah pribadi dari user (perusahaan yang memakai jasa pekerja) dan kualifikasi pekerjanya ditentukan oleh user.

undangan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia tidak diatur pengertian atau definisi dari  Perbedaan Pemborongan Pekerjaan dengan Penyediaan Jasa Pekerja
Perbedaan Pemborongan Pekerjaan dengan Penyediaan Jasa Pekerja/Punditax.com.

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (outsourching) yaitu perjanjian yang dibuat secara tertulis mengenai penyerahan sebagai pekerjaan kepada perusahaan lain.

Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerjaan yaitu perjanjian yang dibuat secara tertulis untuk menyediakan jasa pekerjaan untuk mengerjakan sebagian pekerjaan perusahaan santunan pekerjaan.

Sama halnya dengan perjanjian kerja waktu tertentu (pkwt) bentuk perjanjian ini dianggap oleh sementara pihak kurang menunjukkan proteksi yang cukup bagi pekerja. Karena UU No.13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan telah memutuskan syarat-syarat untuk pembuatan kedua bentuk perjanjian ini. Syarat-syarat bertujuan untuk membatasi pekerjaan yang sanggup dilakukan bagi kedua bentuk perjanjian tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan proteksi bagi pekerja. Sama halnya dengan PKWT, batasan-batasan yang diatur sangat tidak terperinci dan sanggup menimbbulkan permasalahan dilapangan.

Penjelasan lebih lanjut sanggup Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Pemborongan Pekerjaan dan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh dikenal sebagaioutsourcing (alih daya). Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), alih daya disebut dengan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, yang diatur dalam Pasal 64UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

Perusahaan sanggup menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan ataupenyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

1.    Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Syaratnya
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan peserta pemborongan yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

Dari istilah Perjanjian Pemborongan Pekerjaan ini, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian ini, yaitu:
a.    Perusahaan pemberi pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan peserta pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.    Perusahaan peserta pemborongan, yaitu perusahaan yang berbentuk tubuh aturan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan.

Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Persyaratan pekerjaan yang sanggup diserahkan kepada perusahaan lain yaitu sebagai berikut:

a.    dilakukan secara terpisah dari acara utama baik administrasi maupun acara pelaksanaan pekerjaan;
b.    dilakukan dengan perintah pribadi atau tidak pribadi dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi klarifikasi perihal cara melakukan pekerjaan semoga sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan;
c.    merupakan acara penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya acara tersebut merupakan acara yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan acara utama sesuai dengan alur acara proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor perjuangan yang dibuat sesuai peraturan perundang-undangan; dan
d.    tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya acara tersebut merupakan acara pemanis yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Perusahaan lain yang dimaksud haruslah berbadan hukum. Selain itu, menyangkut aspek aturan pekerjanya, proteksi kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sekurang-kurangnya sama dengan proteksi kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Hubungan kerja ini sanggup didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu, dengan ketentuan, perjanjian kerja waktu tertentu harus memuat adanya pengalihan proteksi hak-hak pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melakukan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja.

Apabila ketentuan perihal syarat-syarat pekerjaan yang sanggup diserahkan kepada perusahaan lain dan ketentuan perihal kewajiban perusahaan lain tersebut berbadan aturan tidak terpenuhi, maka demi aturan status kekerabatan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan peserta pemborongan beralih menjadi kekerabatan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

2.    Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh dan Syaratnya
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

Dari istilah Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh ini, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian ini, yaitu:
a.    Perusahaan pemberi pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan peserta pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.    Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yaitu perusahaan yang berbentuk tubuh aturan Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat untuk melakukan acara jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.

Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dilarang digunakanoleh pemberi kerja untuk melakukan acara pokok atau acara yang berafiliasi pribadi dengan proses produksi, kecuali untuk acara jasa penunjang atau acara yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi.

Pada pekerjaan yang berafiliasi dengan acara perjuangan pokok atau acara yangberhubungan pribadi dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkanmempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud acara jasa penunjang atau acara yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi yaitu acara yang berafiliasi di luar perjuangan pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: perjuangan pelayanan kebersihan (cleaning service), usahapenyediaan masakan bagi pekerja/buruh (catering), perjuangan tenaga pengaman(security/satuan pengamanan), perjuangan jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta perjuangan penyediaan angkutan pekerja/buruh.

Persyaratan yang harus dipenuhi penyedia jasa pekerja/buruh untuk acara jasa penunjang atau acara yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi yaitu sebagai berikut:

a.    Adanya kekerabatan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.    Perjanjian kerja yang berlaku dalam kekerabatan kerja tersebut yaitu perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Dalam hal kekerabatan kerja didasarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada, perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:
                              i.        jaminan kelangsungan bekerja;
                             ii.        jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan; dan
                            iii.        jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk memutuskan upah.

Jika perjanjian kerja waktu tertentu tidak memuat ketentuan di atas, maka kekerabatan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh menjelma kekerabatan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu semenjak ditandatanganinya perjanjian kerja yang tidak memenuhi persyaratan.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011yang mengatur bahwa frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) abjad b UU Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan aturan mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan proteksi hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melakukan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

c.    Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Pada pada dasarnya yaitu pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak dimaksudkan untuk pekerjaan yang berhubungan pribadi dengan proses produksi saat bekerja pada perusahaan pemberi kerja. 

Perbedaan Pemborongan Pekerjaan Dengan Penyediaan Jasa Pekerja
Mengenai perbedaan pemborongan pekerjaan dengan penyediaan jasa pekerja, praktisi aturan kekerabatan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Juanda Pangaribuan, menjelaskan bahwa cakupan material pada Pemborongan Pekerjaan itu lebih luas. Berikut kami rangkum perbedaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Perjanjian Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh berdasarkan Juanda Pangaribuan:

No.
Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

Pemborongan Pekerjaan
1
Disediakan sejumlah sumber daya insan untuk satu pekerjaan tertentu yang harga atau nilainya berdasarkan honor pekerja itu sendiri yang ditambah dengan komisi/feedari perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.

Yang diborongkan yaitu satu pekerjaan tertentu yang nilainya berdasarkan jenis pekerjaannya, ruang lingkup pekerja, objek yang mau dipekerjakan.

Cakupan nilainya lebih luas dari pada Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh. Yang diperhitungkan yaitu satu jenis pekerjaan, contohnya pemborongan mendirikan suatu gedung, yang dinilai adalahmaterial untuk membangun gedung tersebut, sumber daya insan yang mengerjakan, berapa usang waktu penyelesaiannya, dan sebagainya.

2
Hasilnya dinilai dari komisi/feeyang didapat pekerja dari perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.

Hasilnya bukan dari komisi yang didapat pekerja, melainkan sisa hasil proyek yang diborongkan itu.
3
Dilakukan dengan perintah pribadi dari user(perusahaan yang memakai jasa pekerja).

Dilakukan dengan perintah pribadi atau tidak langsungdari pemberi pekerjaan (user).[17]Pekerjanya pribadi dikendalikan oleh perusahaan pemborong (perusahaan peserta pemborongan) itu sendiri.

4
Pekerja bekerja pribadi di kawasan user dan kualifikasi pekerja ditentukan oleh user.

Pekerja dan pekerjaannya tidak di kawasan user.





Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan;
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 perihal Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lainsebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2014 perihal Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 perihal Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.


Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.

Referensi:


  • Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 perihal Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (“Permenakertrans 19/2012”)
  • Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 65 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
  • Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dan Pasal 3 ayat (2) Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 65 ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
  • Pasal 65 ayat (6) UU Ketenagakerjaan
  • Pasal 65 ayat (7) UU Ketenagakerjaan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011
  • Pasal 65 ayat (8) UU Ketenagakerjaan
  • Pasal 1 angka 5 Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 1 angka 1 dan angka 3 Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
  • Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
  • Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
  • Perlu diketahui, hal ini tidak berlaku kalau dalam perjanjian kerja tidak disyaratkan adanya pengalihan proteksi hak-hak pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melakukan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 yang dibacakan pada 17 Januari 2012).
  • Pasal 29 ayat (2) Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 30 Permenakertrans 19/2012
  • Pasal 3 ayat (2) abjad b Permenakertrans 19/2012
Sumber : Hukumonline.

Sumber http://artonang.blogspot.com


EmoticonEmoticon