Kamis, 03 Agustus 2017

Mengevaluasi Flora Teh Dengan Kelapa Sawit

1. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan ialah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.Kesesuaian lahan tersebut sanggup dinilai untuk kondisi ketika ini (kesesuaian lahan aktual) atau sesudah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).Kesesuaian lahan kasatmata ialah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan masukan yang diharapkan untuk mengatasi kendala.Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berafiliasi dengan persyaratan tumbuh tumbuhan yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi sanggup berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk sanggup ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tumbuhan yang lebih sesuai.

Hasil penilaian kesesuaian lahan berdasarkan FAO (1976) dalam Rayes (2007), biasanya meliputi beberapa jenis informasi ibarat dikemukakan dibawah ini, dimana cakupan masing-masing informasi tersebut tergantung dari skala dan intensitas kajian.
  1. Kaitan fisik, sosial dan ekonomi yang mendasari dilakukannya evaluasi. Hal ini menyangkut data dan asumsi.
  2. Deskripsi tipe penggunaan lahan atau macam utama pengguaan lahan yang relevan dengan kawasan survei. Semakin intensif tingkat kajian, semakin detail dan akurat deskripsi tersebut.
  3. Peta, tabel dan bahan-bahan berupa naskah harus memperlihatkan tingkat kesesuaian satuan peta lahan dari masing-masing macam penggunaan lahan yang dinilai, beserta kriteria pencirinya. Masing-masing macam penggunaan lahan dievaluasi secara terpisah.
  4. Semakin detail survei, semakin rinci dan semakin akurat pula spesifikasi tersebut. Pada survei semi-detail kebutuhan akan drainase harus dijelaskan, sedangkan pada survei detail, sifat dan biaya pembuatan susukan drainase harus dikemukakan. 
  5. Analisis ekonomi dan sosial sebagai akhir beragamnya jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan.
  6. Data dan peta dasar yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi. Hasilnya terutama pembagian terstruktur mengenai kesesuaian lahan, didasarkan pada banyak sekali informasi yang penting bagi pengguna individu.Informasi-informasi tersebut harus tersedia baik sebagai lampiran dari laporan utama atau sebagai dokumentasi tersendiri.
2.Proses penilaian lahan dan aba-aba penggunaannya 

1. Penyusunan Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan yang merupakan campuran dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan peta topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dari peta tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah (lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan pirit, banjir/genangan dan singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data iklim terdiri dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara diperoleh dari stasiun pengamat iklim.Data iklim juga sanggup diperoleh dari peta iklim yang sudah tersedia, contohnya peta referensi curah hujan, peta zona agroklimat atau peta isohyet.Peta-peta iklim tersebut biasanya disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam penggunaannya untuk pemetaan atau penilaian lahan skala yang lebih besar, contohnya skala semi detail (1:25.000-1:50.000). Suhu udara didapatkan dari stasiun pengamat iklim di lokasi yang akan dievaluasi. 

2. Penyusunan Persyaratan Tumbuh Tanaman
Persyaratan tumbuh sanggup diperoleh dari banyak sekali referensi, ibarat pada Djaenudin et al. (2003).Untuk penilaian lahan di Kabupaten Aceh Barat beberapa modifikasi sudah dibentuk sesuai dengan kondisi lapangan dan referensi lainnya.Modifikasi yang dilakukan di antaranya ialah untuk tumbuhan cengkeh dan kakao pada tanah gambut dan drainase terhambat digolongkan sebagai tidak sesuai.Demikian pula untuk parameter tekstur tanah untuk tumbuhan tahunan, tidak hanya lapisan atas yang dipakai tetapi juga kombinasi dengan lapisan bawahnya.

3. Proses Evaluasi Kesesuaian Lahan (Matching)
Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya ialah penilaian lahan yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. Istilah pembandingan (matching) dipakai untuk menguraikan proses dimana persyaratan yang diharapkan untuk suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan kondisi lahan untuk menduga keragaan penggunaan lahan. Pembandingan antara persyaratan pertumbuhan tumbuhan atau persyaratan dari suatu tipe pengguna lahan (TPL) dan kualitas lahan (SPL) akan menghasilkan kelas kesesuaian lahan beserta faktor pembatasnya. Diantara banyak sekali TPL tersebut sanggup diketahui mana yang lebih sesuai (mana yang paling memperlihatkan laba yang lebih besar) untuk setiap SPL di kawasan yang disurvei.Persyaratan penggunaan lahan masing-masing tumbuhan sanggup mengacu pada Sys et al. (1983), Djaenudin et al. (2002).

4. Kesesuaian Lahan Terpilih / Penentuan Arahan Penggunaan Lahan Untuk Tanaman Tahunan
Untuk menyusun aba-aba penggunaan lahan dari banyak sekali alternatif komoditas yang sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas kawasan dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tumbuhan pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tumbuhan perkebunan dan tumbuhan buah-buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3) lantaran tumbuhan tahunan lebih diprioritaskan dalam proyek ini. Cara penentuan aba-aba komoditas unggulan berdasarkan kesesuaian lahan dan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 11. Dalam menyusun aba-aba ini, lahanlahan yang telah dipakai dan bersifat permanen, contohnya perkebunan dan sawah akan dipertahankan selama kelas kesesuaiannya termasuk sesuai dan tidak membahayakan keadaan lingkungan. Lahan-lahan demikian diarahkan untuk intensifikasi dalam rangka peningkatan produktivitas.Pada lahan yang belum dipakai secara intensif sebagai areal pertanian, contohnya semak/belukar, hutan yang sanggup dikonversi atau lahan pertanian terlantar diarahkan sebagai areal ekstensifikasi tumbuhan yang sesuai (Ritung dan Hidayat, 2003).

3. Menaksir Potensi untuk Pengembangan Pertanian

a. Konsep penilaian dan kesesuaian lahan
Evaluasi lahan ialah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan memakai suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil penilaian lahan akan memperlihatkan informasi dan/atau aba-aba penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Menaksir potensi pengembangan pertanian dari hasil penilaian lahan sanggup dikaitkan dengan mencari kesesuaian lahan yang didasarkan pada hasil survei.Kesesuaian lahan ialah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.Kesesuaian lahan tersebut sanggup dinilai untuk kondisi ketika ini (kesesuaian lahan aktual) atau sesudah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

Kesesuaian lahan kasatmata ialah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diharapkan untuk mengatasi kendala.Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berafiliasi dengan persyaratan tumbuh tumbuhan yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi sanggup berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk sanggup ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tumbuhan yang lebih sesuai .

b. Pengembangan Pertanian berdasar Hasil Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan meliputi interpretasi data keadaan fisik lingkungan dan tanah dalam suatu lahan. Setiap karakteristik lahan yang dipakai secara eksklusif dalam penilaian ada yang bersifat tunggal dan ada yang bersifat ganda, lantaran memiliki interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Pertanian tidak lepas dari tanah dan lingkungan.Potensi pengembangan pertanian sanggup ditinjau berdasar hasil penilaian kondisi ketersediaan air dan media perakaran (tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman).

Luas lahan pertanian di Indonesia mencapai 70,20 juta ha, terdiri atas sawah 7,9 juta ha, tegalan 14,6 juta ha (BPS 2008). Masing-masing penggunaan lahan tersebut diubahsuaikan dengan kondisi lahan, baik kondisi iklim mapupun kondisi tanahnya. Dengan demikian, dari hasil penilaian lahan tersebut sanggup dipakai sebagai penentu arah pemilihan komoditas paling sesuai semoga didapat hasil yang maksimal. Dalam menyusun aba-aba ini, lahan-lahan yang telah dipakai dan bersifat permanen, contohnya perkebunan dan sawah akan dipertahankan selama kelas kesesuaiannya termasuk sesuai dan tidak membahayakan keadaan lingkungan. Lahan-lahan demikian diarahkan untuk intensifikasi dalam rangka peningkatan produktivitas.Pada lahan yang belum dipakai secara intensif sebagai areal pertanian, contohnya semak/belukar, hutan yang sanggup dikonversi atau lahan pertanian terlantar diarahkan sebagai areal ekstensifikasi tumbuhan yang sesuai (Ritung dan Hidayat, 2003).

4. Dampak negatif yang terungkap dari kegiatan perkebunan kelapa sawit diantara nya:

1. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi.Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.

2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara babat habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.

3. Kerakusan unsur hara dan air tumbuhan monokultur ibarat sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit sanggup menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh banyak sekali macam zat fertilizer sejenis pestisida dan materi kimia lainnya.

4. Munculnya hama migran gres yang sangat ganas lantaran jenis hama gres ini akan mencari habitat gres akhir kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan lantaran keterbatasan lahan dan jenis tumbuhan akhir monokulturasi.

5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela lantaran sangat terbatasnya forum (ornop) kemanusiaan yang melaksanakan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.

6. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akhir masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan mendapatkan masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan abdnegara pemerintah akhir sistem perijinan perkebunan sawit.

7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama musibah ibarat banjir dan tanah longsor

5. Alasan alih Fungsi Lahan Tanaman Teh Ke Tanaman Kelapa Sawit

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menghipnotis alih fungsi lahan tumbuhan perkebunan Teh menjadi perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV Kabupaten Simalungun. Penelitian ini memakai data primer dengan media kuesioner dan data sekunder kurun waktu (time series) 6 tahun. Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini ialah Ordinary Least Square (OLS) pada =1%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa produktivitas perkebunan teh menurun rata-rata 61,55 Ton/ Ha/Tahun, absorpsi tenaga kerja perkebunan teh menurun rata-rata 725,67 HOK/Tahun dan produktivitas tenaga kerja perkebunan teh menurun rata-rata 1,09 Ton/Ha/Tahun. Harga teh dan jumlah tenaga kerja besar lengan berkuasa negatif dan signifikan sedangkan harga TBS besar lengan berkuasa positif dan signifikan terhadap alih fungsi (konversi) tumbuhan Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Harga Teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja secara bahu-membahu besar lengan berkuasa signifikan terhadap alih fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV Kabupaten Simalungun.

Sumber http://tugasakhiramik.blogspot.com/


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)