Selasa, 24 April 2018

Penyakit Kusta

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Konon penyakit kusta telah menyerang insan semenjak 300 SM dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen lantaran kusta.
Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih sanggup ditemukan dibelahan dunia ,seperti India,dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada simpulan 1940-an dengan diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga basil penyebab lepra sertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga ditemukan pengobatan multi obat pada awal 1980an dan penyakit inipun bisa ditangani kembali.
Maka dari itu, penulis menciptakan makalah yang berjudul “Penyakit Kusta (Morbus Hansen) dan Asuhan Keperawatannya” dimaksudkan semoga kita selaku tenaga kesehatan mengetahui apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana pencegahannya dan asuhan keperawatannya.

2.      Tujuan
Makalah ini dibentuk dengan tujuan sebagai berikut :
a.       Untuk menjelaskan definisi kusta.
b.      Untuk menjelasakan bagaimanakah pembagian terstruktur mengenai kusta.
c.       Untuk menjelasakan bagaimanakah etiologi kusta.
d.      Untuk menjelasakan bagaimanakah patofisiologi kusta.
e.       Untuk menjelasakan bagaimanakah manifestasi klinis kusta.
f.       Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pencegahan kusta.
g.      Untuk menjelasakan bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien kusta.



PEMBAHASAN

A.    Definisi
         Penyakit kusta yaitu penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman  Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi , selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), jalan masuk pernafasan cuilan atas,sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan t3st1s ( Amirudin.M.D, 2000 ).
         Penyakit Kusta yaitu penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta        ( Mycobacterium leprae ) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan badan lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan-kelainan yang berafiliasi dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit            ( Depkes, 2005 ).
B.     Etiologi
Kuman penyebabnya yaitu Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh G.A.Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf lurus batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron.
Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, sanggup tersebar atau dalam banyak sekali ukuran bentuk kelompok, termasuk massa ireguler besar  yang disebut sebagai globi ( Depkes , 2007).
Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari Retikulo Endotelial, waktu pembelahan sangat usang , yaitu 2-3 ahad , diluar badan insan (dalam kondisis tropis )kuman kusta dari sekret nasal sanggup bertahan hingga 9 hari (Desikan 1977,dalam Leprosy Medicine in the Tropics Edited by Robert C. Hasting , 1985). Pertumbuhan optimal kuman kusta yaitu pada suhu 27º30º C         ( Depkes, 2005).
M.leprae sanggup bertahan hidup 7-9 hari, sedangkan pada temperatur kamar dibuktikan sanggup bertahan hidup 46 hari , ada lima sifat khas :
a.       M.Leprae merupakan benalu intra seluler obligat yang tidak sanggup dibiakkan dimedia buatan.
b.      Sifat tahan asam M. Leprae sanggup diektraksi oleh piridin.
c.       M.leprae merupakan satu- satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa             (D-Dihydroxyphenylalanin).
d.      M.leprae yaitu satu-satunya spesies micobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf perifer.
e.       Ekstrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen antigenic yang stabil dengan acara imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberculoid dan negatif pada penderita lepromatous (Marwali Harahap, 2000).
C.     Patofisiologi
Penyakit kusta sanggup ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang lain secara langsung. Cara penularan penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar para jago beropini bahwa penyakit kusta sanggup ditularkan melalui jalan masuk pernafasan dan kulit.
Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi sanggup juga berlangsung hingga bertahun-tahun.Meskipun cara masuk kuman M.leprae ke dalam badan belum diketahui secara pasti, namun beberapa penelitian telah menunujukkan bahwa yang paling sering yaitu melalui kulit yang lecet pada cuilan badan yang bersuhu hirau taacuh dan pada mukosa nasal. Selain itu penularan juga sanggup terjadi apabila kontak dengan penderita dalam waktu yang sangat lama.
D.    Manifestasi Klinik dan Diagnosis
Manifestasi klinik biasanya memperlihatkan gambaran yang terang pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan investigasi fisik saja .Penderita kusta yaitu seseorang yang memperlihatkan tanda-tanda klinik kusta dengan atau tanpa investigasi bakteriologik dan memerlukan pengobatan ( Muh.Dali Amirudin, 2000).
Untuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan-kelainan yang berafiliasi dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.Untuk itu dalam memutuskan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda-tanda utama atau “Cardinal Sign,” yaitu :
1.      Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.Kelainan kulit atau lesi sanggup berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi ) atau kemerah-merahan (Eritemtous ) yang mati rasa (anestesi ).
2.      Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.ganggguan fungsi saraf ini merupakan jawaban dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer).gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a.Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa.
b.Gangguan fungsi motoris :kelemahan(parese) atau kelumpuhan /paralise).
c.Gangguan fungsi saraf otonom: kulit kereing dan retak-retak.
3.      Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA+), investigasi ini hanya dilakukan pada perkara yang mewaspadai (Dirjen PP & PL Depkes, 2005 ).

E.     Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Deteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan tingkat ketaknormalan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai tanda-tanda sisa.Tingkat keberhasilan terapi tampak lebih baik bila penyakit kusta ini dideteksi dan ditangani secara dini. Diagnosis sanggup ditegakkan menurut :
1.      Gambaran klinik
Gejala klinik tersebut diantara lain :
a. Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak.
b. Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi.
c. Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik maupun motorik.
d. Demam dan malaise.
e. Kedua tangan dan kaki membengkak.
f. Munculnya lesi-lesi gres pada kulit.
Pemeriksaan penunjang yang sanggup dilakukan untuk menegakkan diagnosis yaitu sebagai berikut:
2.      Laboratorium :
a. Darah rutin: tidak ada kelainan
b. Bakteriologi:
3.      Pemeriksaan histopatologi
Dari investigasi ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate limfosit yang meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi. Diferensiasi makrofag kearah peningkatan sel epiteloid dan sel giant memberi gambaran sel langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran nekrosis (kematian jaringan) didalam granulosum.Dimana penyembuhannya ditandai dengan fibrosis.
F.      Konsep Terapi/Pengobatan
 TERAPI MEDIK
Tujuan utama agenda pemberantasan kusta yaitu penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan kejadian penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:
a)    Tipe PB ( PAUSE BASILER)
Jenis obat dan takaran untuk orang remaja :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 takaran diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 takaran dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi memakai istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b)    Tipe MB ( MULTI BASILER)
Jenis obat dan takaran untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 takaran diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sehabis selesai minum 24 takaran dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan investigasi basil positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 takaran yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien pribadi dinyatakan RFT.
c) Dosis untuk anak
Klofazimin:
Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /Kg BB,Rifampisin:10-15mg/Kg BB
d)   Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM yaitu pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan takaran tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien pribadi dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 takaran dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan dipakai sebanyak 24 takaran dalam 24 jam.
e)    Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 takaran dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 takaran dari yang seharusnya.
G.    Pencegahan Penyakit Kusta
Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami perihal penyakit kusta yang bisa menjadi kendala bagi pelaksanaan agenda pemberantasan kusta termasuk dalam mengikutsertakan kiprah serta masyarakat, maka diharapkan upaya-upaya pencegahan untuk sanggup mengurangi prevalensi, insidens dan ketaknormalan penderita kusta. Upaya-upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer, sekunder, dan pencegahan tersier .
1.      Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat semoga tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.Secara garis besar, upaya pencegahan ini sanggup berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, contohnya personal hygiene, pendidikan kesehatan masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit, contohnya pemberian immunisasi.
2.      Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya insan untuk mencegah orang yang telah sakit semoga sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi ketaknormalan secara fisik. Pencegahan sekunder meliputi kegiatan-kegiatan menyerupai dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder yaitu untuk mengidentifikasikan orang-orang tanpa tanda-tanda yang telah sakit atau yang terang berisiko tinggi untuk menyebarkan penyakit.
3.      Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini sanggup dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, menciptakan protesa ekstremitas jawaban amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.
H.    Program Pemberantasan Kusta
Untuk mencapai tujuan nasional eliminasi kusta pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan agenda pemberantasan kusta yaitu dengan memutuskan rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.
1)      Tujuan Program Jangka Panjang
a.       Penemuan penderita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat 2 (dua) di antara penderita gres sanggup ditekan serendah mungkin.
b.      Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar bagi penderita terdaftar dan penderita baru.
c.       Tercapainya 100% selesai pengobatan untuk PB dalam jangka waktu 9 bulan dan untuk MB 18 bulan dengan melaksanakan case holding yang ketat dan cermat.
d.      Pembinaan pengobatan, semoga penderita yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan. Dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan sesuai Surat Edaran Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular pribadi Departemen Kesehatan RI Nomor : KS.00.02.4.171
e.       Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftar sehingga tidak akan terjadi cacat baru.
f.       Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat perihal penyakit kusta, semoga masyarakat memahami kusta yang bekerjsama dan mengurangi leprophobia.
g.      Pengawasan sehabis RFT (Release From Treatment) dengan memperlihatkan motivasi kepada semua penderita semoga tiba memeriksakan dirinya setiap tahun setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.
h.      Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.
2)      Tujuan Program Jangka Pendek
Tujuan agenda kusta yaitu menurunkan angka kesakitan penyakit kusta menjadi kurang dari 1/10.000 penduduk secara nasional pada tahun 2005, sehingga tidak lagi jadi problem kesehatan masyarakat.
3)      Kebijaksanaan
a.       Pelaksanaan agenda kusta diintegrasikan dalam kegiatan puskesmas.
b.      Penderita kusta dilarang diisolasi
c.       Pengobatan kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO diberikan secara gratis.


ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a.      BIODATA
Umur memperlihatkan petunjuk mengenai takaran obat yang diberikan, bawah umur dan remaja pemberian takaran obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat memilih tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta yaitu dari golongan ekonomi lemah.
b.      RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya klien dengan morbus hansen tiba berobat dengan keluhan adanya lesi sanggup tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang kala gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh
c.       RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya gampang terjadi bila dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sehabis menerima imunisasi.
d.      RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Kaprikornus salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e.       RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Klien yang menderita morbus hansen akan aib lantaran sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri lantaran penurunan fungsi badan dan komplikasi yang diderita.
f.       POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu lantaran adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri lantaran kondisinya yang tidak memungkinkan


g.      PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam lantaran reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah lantaran adanya gangguan saraf tepi motorik.Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang bila terjadi infeksi menimbulkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos bila ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, bila terjadi peradangan pada organ-organ badan akan menimbulkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler bila ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya menyerupai pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
Sistem persarafan :
a)   Kerusakan fungsi sensorik, Kelainan fungsi sensorik ini mengakibatkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki sanggup terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
b)   Kerusakan fungsi motorik Kekuatan otot tangan dan kaki sanggup menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) lantaran tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan jadinya sanggup terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan menimbulkan mata tidak sanggup dirapatkan (lagophthalmos).
c)   Kerusakan fungsi otonom,Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan jadinya sanggup pecah-pecah.

Sistem muskuloskeletal :
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, bila dibiarkan akan atropi.
Sistem integumen :
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan bila terdapat bercak.

2.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Integritas kulit yang berafiliasi dengan lesi dan proses inflamasi.
2.      Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berafiliasi dengan proses inflamasi jaringan .
3.      Intoleransi acara yang berafiliasi dengan kelemahan fisik.
4.      Gangguan konsep diri (citra diri) yang berafiliasi dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.

3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur sembuh.
Kriteria hasil :         1) Menunjukkan regenerasi jaringan
                                2) Mencapai penyembuhan sempurna waktu pada lesi
Intervensi:
 1.     Kaji/ catat warna lesi,perhatikan bila ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
Rasional: Memberikan inflamasi dasar perihal terjadi proses inflamasi dan atau mengenai sirkulasi tempat yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada tempat yang terjadi inflamasi
Rasional: Menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar
Rasional: Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional: Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan lesi.
5. Istirahatkan cuilan yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional:Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan
Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur hilang
Kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi sanggup berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
Intervensi:
1.  Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional: Memberikan gosip untuk membantu dalam memperlihatkan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
3. Ajarkan dan anjurkan melaksanakan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional: Dapat mengurangi rasa nyeri
4. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman sanggup menurunkan rasa nyeri
5. kerja sama untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: Menghilangkan rasa nyeri

Diagnosa 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik sanggup teratasi dan acara sanggup dilakukan
Kriteria hasil:          1) Pasien sanggup melaksanakan acara sehari-hari,
                           2) Kekuatan otot penuh
Intervensi:
 1.      Pertahankan posisi badan yang nyaman
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: Oedema sanggup mensugesti sirkulasi pada ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif
Rasional: Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/ sendi
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memperlihatkan periode istirahat
Rasional: Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan proteksi keluaraga/ orang yang terdekat pada latihan
Rasional: Menampilkan keluarga / oarng terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memperlihatkan terapi lebih konstan

Diagnosa 4
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan badan sanggup berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat
Kriteria hasil:          1) Pasien menyatakan penerimaan situasi diri
                                       2) Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1.    Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: Episode traumatik menimbulkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal
2.     Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan sikap menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
3. Berikan impian dalam parameter situasi individu, jangan memperlihatkan kenyakinan yang salah
Rasional: meningkatkan sikap positif dan memperlihatkan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan menurut realitas
4. Berikan penguatan positif
Rasional: Kata-kata penguatan sanggup mendukung terjadinya sikap koping positif
5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien


PENUTUP

1. Kesimpulan
a.      Kusta yaitu penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae.
b.      Kusta dibagi dalam 2 bentuk,yaitu :
§   kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
§   kusta bentuk berair (tipe lepromatosa)
c.      Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluller, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain menyerupai mukosa jalan masuk napas cuilan atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
d.     Micobakterium leprae masuk kedalam badan manusia, bila orang tersebut mempunyai respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun bila respon imunitas dari badan orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa.
e.      Manifestasi klinik dari penderita kusta yaitu adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
f.       Penularan penyakit kusta hingga ketika ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak pribadi dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan.
g.      Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara primer, sekunder dan tersier.
h.      Dalam memperlihatkan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan yaitu melaksanakan pengkajian, investigasi fisik, memilih diagnosa keperawatan, kemudian memperlihatkan tindakan perawatan yang komprehensip.
      2. Saran
·                 Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah mengadakan suatu agenda pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai  penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan kejadian penyakit.
Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui tanda-tanda dini pada kusta untuk mempermudah pengobatanya.
Karena di dunia perkara penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka perlu diadakanya penelitian perihal penanggulangan penyakit kusta yang efektif



DAFTAR PUSTAKA

Graber,Mark A,1998,Buku Saku Kedokteran university of IOWA,EGC,Jakarta
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.
Juall, Lynda,1999 Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Edisi II, EGC. Jakarta,Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.
Harahap, M. 1997. Diagnosis and Treatment of Skin Infection, Blackwell Science, Australia
Adhi, N. Dkk, 1997. Kusta, Diagnosis dan Penatalaksanaan, FK UI, Jakarta.
Sumber http://makalahtugasmu.blogspot.com


EmoticonEmoticon