Minggu, 23 Desember 2018

Pendidikan Abjad Bangsa - Membuat Proses Pembelajaran Berbasis Abjad


MENCIPTAKAN PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER


Indonesia memerlukan sumberdaya insan dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya insan tersebut, pendidikan mempunyai kiprah yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi berbagi kemampuan dan membentuk huruf serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, terperinci bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.

Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan huruf penerima didik sehingga bisa bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Dan untuk itu perlu adanya pengembangan pembelajaran berbasis huruf guna menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.

Untuk itu penulis menulis makalah yang berkaitan dengan pengembangan pembelajaran berbasis huruf dan taktik pembelajaranya.

A.    Membangun Pembelajaran Berbasis Karakter

Pelaksanaan kurikulum berbasis huruf di dalam proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai penilaian pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail berikut ini.

1.      Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan yakni analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan materi asuh berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai huruf yang secara substansi sanggup diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai huruf ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang sanggup dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses pembelajaran.

Secara mudah pengembangan silabus sanggup dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom) huruf sempurna di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) huruf yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi sanggup ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang sanggup dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, disesuaikan atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap huruf yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, alasannya yakni akan menentukan nilai-nilai huruf apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran.

Sebagaimana langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan huruf yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-langkah : 
1)      Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran sanggup dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi sampai satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya berbagi kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter. 
2)      Pendekatan/metode pembelajaran diubah (disesuaikan) supaya pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi penerima didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga berbagi karakter. 
3)      Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau ditambah supaya sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi penerima didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan berbagi karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk berbagi huruf penerima didik. 
4)      Bagian penilaian direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian penerima didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang sanggup digunakan untuk mengetahui perkembangan huruf yakni observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai huruf sebaiknya tidak dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, contohnya :
a)      BT: Belum Terlihat,apabila penerima didik belum memperlihatkan tanda-tandaawal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator. 
b)      MT: Mulai Terlihat,apabila penerima didik sudah mulai memperlihatkan adanya tandatandaperilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  tetapi belum konsisten. 
c)      MB: Mulai Berkembang,apabila penerima didik sudah memperlihatkan banyak sekali tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten. 
d)     MK: Menjadi Kebiasaan atau membudaya, apabila penerima didik terus menerus memperlihatkan  perilaku/karakter  yang  dinyatakan  dalam  indikator  secara konsisten (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).

Bahan asuh disiapkan. Bahan asuh yang biasanya diambil dari buku asuh (buku teks) perlu disiapkan dengan  merevisi  atau menambah  nilai-nilai  karakter ke dalam pembahasan  materi  yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah memenuhi  sejumlah  kriteria kelayakan buku  ajar,  yaitu kelayakan isi,  penyajian,  bahasa,  dan  grafika,  akan  tetapi materinya  masih belum secara memadai mengintegrasikan pendidikan huruf di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan embelajaran dengan berpatokan pada kegiatan kegiatan pembelajaran pada buku-buku  tersebut,  pendidikan  karakter  secara memadai belum berjalan. Oleh alasannya yakni itu, sejalan dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter, materi asuh perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru yakni dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang sekaligus sanggup berbagi karakter. Cara lainnya yakni dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan mencar ilmu pada buku asuh yang dipakai. Selain  itu, pembiasaan sanggup dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya

2.      Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan  pembelajaran  dari  tahapan  kegiatan  pendahuluan,  inti, dan epilog dipilih  dan dilaksanakan supaya penerima didik mempraktikkan nilai-nilai huruf yang ditargetkan.
a.      Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
1)      menyiapkan penerima didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
2)      mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi  yang akan dipelajari.
3)      menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
4)      menyampaikan cakupan materi dan klarifikasi uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang sanggup dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau huruf pada tahap pembelajaran ini. Berikut yakni beberapa contoh. 
1)      Guru tiba sempurna waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin).
2)      Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika
3)      memasuki ruang  kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun,
4)      peduli)
5)      Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religious)
6)      Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
7)      Mendoakan siswa yang tidak hadir alasannya yakni sakit atau alasannya yakni halangan lainnya  (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
8)      Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yangditanamkan: disiplin)
9)      Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan:disiplin, santun, peduli)
10)  Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
11)  Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, memberikan butirkarakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD.

b.      Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana sanggup dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi penerima didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan berbagi sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, penerima didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap penerima didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, penerima didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.

Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial sanggup membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.
1)      Eksplorasi
a)      Melibatkan penerima didik mencari gosip yang luas dan dalam wacana topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan mencar ilmu dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
b)      Menggunakan bermacam-macam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber mencar ilmu lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
c)      Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara penerima didik dengan guru, lingkungan, dan sumber mencar ilmu lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
d)     Melibatkan penerima didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
e)      Memfasilitasi penerima didik melaksanakan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)

2)      Elaborasi
a)      Membiasakan penerima didik membaca dan menulis yang bermacam-macam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
b)      Memfasilitasi penerima didik melalui kontribusi tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan gres baik secara verbal maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
c)      Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menuntaskan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
d)     Memfasilitasi penerima didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
e)      Memfasilitasi penerima didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi mencar ilmu (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
f)       Memfasilitasi penerima didik menciptakan laporan eksplorasi yang dilakukan baik verbal maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
g)      Memfasilitasi penerima didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
h)      Memfasilitasi penerima didik melaksanakan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
i)        Memfasilitasi penerima didik melaksanakan kegiatan yang menumbuhkan pujian dan rasa percaya diri penerima didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
3)      Elaborasi
a)      Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan penerima didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
b)      Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan klarifikasi terperinci penerima didik melalui banyak sekali sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
c)      Memfasilitasi penerima didik melaksanakan refleksi untuk memperoleh pengalaman mencar ilmu yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
d)     Memfasilitasi penerima didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru :
§  berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan penerima didik yang menghadapi kesulitan, dengan memakai bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
§  membantu menuntaskan problem (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
§  memberi contoh supaya penerima didik sanggup melaksanakan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
§  memberi gosip untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
§  memberikan motivasi kepada penerima didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
4)      Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
a)      Bersama-sama dengan penerima didik dan/atau sendiri menciptakan rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b)      Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
c)      Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
d)     Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, aktivitas pengayaan, layanan konseling dan/atau memperlihatkan kiprah baik kiprah individual maupun kelompok sesuai dengan hasil mencar ilmu penerima didik; dan
e)      Menyampaikan planning pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai diantaranya :

Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal sampai final pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai huruf yang hendak ditanamkannya.

Kedua, pemberian reward kepada siswa yang memperlihatkan huruf yang dikehendaki dan kontribusi punishment kepada mereka yang berperilaku dengan huruf yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud sanggup berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.

Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang tiba terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau beropini kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak dikala ada sahabat mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.

3.      Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi  atau  penilaian  merupakan  bagian  yang  sangat  penting  dalam  proses pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif penerima didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya.

Penilaian huruf lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik penerima didik dibandingkan pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benardan objektif, guru harus memahami prinsip- prinsip  penilaian  yang  benar  sesuai  dengan  standar  penilaian  yang sudah ditetapkan oleh para hebat penilaian. Pemerintah (Kemdiknas/Kemdikbud) sudah memutuskan Standar Penilaian Pendidikan yang sanggup  dipedomani  oleh  guru  dalam melaksanakan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 wacana Standar Penilaian Pendidikan.

Dalam standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melaksanakan penilaian, termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya menciptakan instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaianyang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya skala Likert)

B.     Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Karakter

1.      Strategi Peningkatan Tahap Perkembangan Moral
Strategi Pembelajaran huruf intinya yakni merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan supaya penerima didik gampang belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, kontribusi kemudahan tersebut dalam kerangka untuk berbagi huruf baik, atau supaya penerima didik sanggup berbagi huruf baiknya sendiri.

Pilihan taktik pada pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan huruf yang mana yang dikembangkan.Ketika sebuah forum pendidikan cenderung menentukan pendekatan kognitivistik maka taktik pembelajarannya cenderung kognitivistik, ketika pendekatan behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada behavioristik, dan ketika menentukan pendekatan komprehenship maka cenderung memakai komprehenship pula, dimana banyak sekali pendekatan sanggup digunakan secara saling melengkapi.

Berikut ini disajikan, pertama, strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran diarahkan pada peningkatan perkembangan moral penerima didik, pembelajaran diarahkan dalam kerangka meningkatkan pertimbangan moral penerima didik;kedua, strategi yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan kognitif ini diperkenalkan oleh Kohlberg.

Langkah-langkah Pembelajaran :
Pengembangan taktik pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan komprehensif ini setidak-tidaknya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) penerima didik dilibatkan untuk mengalami/melakukan tindakan moral tertentu (moral action)dalam situasi kehidupan riil; (2) refleksi dan diskusi terhadap tindakan moral tertentu dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran diri atau mempertajam perasaan moral(moral feeling); (3) melalui tindakan moral dan refleksi terhadap tindakan moral tersbut pengetahuan moral (moral knowing) peserta didik juga berkembang. Jika langkah-langkah pembelajaran tersebut dilakukan, maka pelaksanaan pembelajaran akan berlaku secara konstruktivistik.

Model Komprehensif yang Memadukan Pikiran dan Hati
Model ini dilandasi oleh sebuah pandangan bahwa, sikap baik akan terjadi pada diri penerima didik jikalau sikap itu merupakan perwujudan dengan pertimbangan pikiran (ilmu pengetahuan empiric) dan dikendalikan dengan hati (ajaran agama-agama). Jika seseorang memakai pertimbangan rasionalnya dan dikendalikan dengan fatwa Tuhan maka akan terwujud sikap baik (menggambarkan sikap orang-orang yang berakal).

Prinsip pembelajaran yang mementingkan keseimbangan aspek piker dan hati dilakukan dengan prinsip/langkah-langkah :
1)      Libatkan siswa dalam pengalaman belajaran secara otentik   (melakukan) eksklusif atau melalui simulasi.
2)      Lakukan refleksi terhadap pengalaman mencar ilmu siswa secara otentik tersebut dengan mengungkap keadaan nilai yang ada pada diri penerima didik, yang terfokus pada legalisasi akan rendahnya penghargaan pada nilai-nilai, atau pelanggaran pada standard penilaian
3)      Pengakuan kesalahan/pelanggaran pada standard penilaian dan bertobat dan berjanji untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran yang sama.
4)      Ingatkan dan perkuat dengan fatwa agama-agama untuk penguatan nilai-nilai dan karakter.
5)      Berdoa yang bersifat motivasional untuk pencapaian nilai-nilai karakter ideal yang diharapkan.
6)      Model ini banyak dikembangkan oleh Abdullah Gymnastiar, yang dipraktikkan dalam lingkungan Pondok Pesantren Daarut-Tauhied Bandung.

2.      Strategi Pendekatan Kontekstual dalam Penyampaian Kurikulum Pembelajaran berbasis Karakter
Selain pendekatan yang sudah dikemukakan, penulis juga mengemukakan pendekatan lain, yaitu pendekatan kontekstual. Pendekatan konteekstual merupakan konsep mencar ilmu yang membantu pendidik mengaitkan antara kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia positif penerima didi dan mendorong penerima didik menciptakan kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

Penyampaian kurikulum dalam proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari pendidik kepada penerima didik. Strategi pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil final yang berupa angka numerik. Peserta didik perlu mengerti makna belajar, manfaatnya, status mereka sebagai penerima didik dan cara mencapainya. Peserta didik diharapkan menyadari bahwa yang sedang mereka pelajari akan berkhasiat kelak. Jadi, disini kiprah pendidik hanya sebagai pengarah dan pembimbing.

Kontekstual hanya sebuah pendekatan dan juga sebagai suatu taktik pembelajaran berbasis karakter. Pendekatan kontekstual dikembangkan dengan tujuan supaya pembelajaran berjalan lebih produktif, bermakna, dan benar-benar menanamkan huruf pada penerima didik. Dalam hal ini kiprah guru yakni membantu penerima didik mencapai tujuannya. Maksudnya, pendidik lebih banyak berurusan dengan taktik daripada memberi informasi. Tugas pendidik mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang gres bagi anggota kelas (peserta didik). Pendekatan pembelajaran kontekstual sanggup dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang sudah ada.

Berbagai alasan mengapa pendekatan kontekstual sanggup digunakan yakni bahwa selama ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih berfokus kepada pendidik sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah menjadi pilihan taktik utama pembelajaran. Oleh alasannya yakni itu, diharapkan sebuah taktik pembelajaran yag tidak memaksa siswa untuk menghafalkan semua materi, tetapi sebuah taktik yang mendorong penerima didi untuk mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri dan kemudian mengamalkannya di kehidupan sehari-hari.

Alasan lain yakni bahwa pengetahuan bukan merupakan seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, tetapi sesuatu yang harus dikonstruksikan sendiri oleh penerima didik. Oleh alasannya yakni itu, diharapkan taktik mencar ilmu yang harus diterapkan kepada penerima ddik, yaitu sebagai berikut :
1)      Menekankan pentingnya pemecahan suatu masalah.
2)      Mengakui perlunya kegiatan mencar ilmu mengajar dilakukan dalam banyak sekali konteks ibarat rumah dan masyarakat.
3)      Mengajarkan dan memantau penerima didik supaya sanggup mencar ilmu berdikari dan efektif.
4)      Menekankan pelajaran pada konteks kehidupan penerima didik yang berbeda-beda.
5)      Mendorong penerima didik untuk mencar ilmu dari sesama dan mencar ilmu bersama.
Pembelajaran kontekstual yakni konsep mencar ilmu yang membantu pendidik mengaitkan antara materi kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia positif dan peseta didik menciptakan kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.Hal penting yang perlu diperhatikan yakni perlunya pendidik membekali diri dengan banyak sekali sikap positif ibarat harapan untuk selalu memperbaiki diri, selalu ingin tahu hal baru, dan bersedia mendapatkan kegagalan ataupun kritikan.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sanggup dijadikan sebagai alat untuk membangun huruf bangsa. Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan aktif penerima didik dalam belajar. Baik dalam kiprah berdikari maupun kelompok.

Disamping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya nulai-nilai huruf bangsa. Pembelajaran kontekstual sanggup diterapkan umtuk membangun nilai-nilai huruf siswa melalui pendekatan pembelajaran yang baik. Pendekatan pembelajaran itu yakni sebagai berikut :
1)      Constructivisme, Pendidik meyakinkan pada pikiran penerima didik bahwa ia akan lebih mencar ilmu bermakna jikalau ia bisa bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan membentuk atau membangun pengetahuan serta ketrampilan barunya sendiri.
2)      Inquiry. Pendidik dan penerima didik melaksanakan proses inovasi pengetahuan secara mandiri, dan menjadi inti dari ppembelajaran kontekstual. Komponen ini sangat mendorong tumbuhnya jiwa kemandirian penerima didik.
3)      Questioning, Pendidik dan penerima didik senantiasa berbagi pertanyaan supaya menumbuhkan rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan. Hal ini juga merupakan alat bagi siswauntuk sanggup menuntaskan problem mencar ilmu ketika menghadapi tantangan.
4)      Learning community. Pendidik senantiasa membiasakan membangun mencar ilmu kelompok, atau sanggup juga dengan berpasangan. Kemudian penerima didik dilatih dan dimantapkan pengetahuannnya untuk bekerja secara perorangan. Komponen itu sangat penting bagi upaya terwujudnya nilai demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan selalu berorientasi pada keunggulan.
5)      Modelling. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan tertentu ada model yang bisa ditiru, baik dari pendidik, penerima didik maupun alat peraga yang dgunakan untuk mempermudah pemahaman siswa. Komponen ini sanggup melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, keyakinan dan taqwa, cinta tanah air, dan menumbuhkan jiwa kreatif. Hal ini bisa dipelajari contohnya ketika mata pelajarn Geografi mengambarkan wacana kekayaan alam indonesia beserta persebarannya dengan memakai media peta.
6)      Reflection. Cara berpikir wacana apa yang gres dipelajari atau berpikir wacana sesuatu yang sudah dilakukan. Refleksi sanggup berupa pernyataanlangsung wacana sesuatu yang diperolehnya pada hari itu, baik berupa ctatan ataujurnal di buku penerima didik. Komponen ini sanggup melahirkan kesadaranuntuk senantiasa berintropeksi diri setiap kali telah melaksanakan suatu hal.
7)      Authentic assessmentProses pengumpulan data yang bisa memperlihatkan citra perkembangan mencar ilmu penerima didik., baik oleh pendidik maupun oleh penerima didik. Bagi siswa, komponen ini membiasakan siswa untuk mengukur diri apakah sudah lebih baik atau belum, apakah sudah ada kemajuan atau belum, apakah ada kendala dan bagaimana cara mengatasinya. Peserta didik yang semenjak dini terbiasa dengangauthentic assessment akan menjadi tulang unggung negara dalam membangun bangsa.

3.      Strategi Pengembangan Karakter Dengan Model Pembelajaran Berbasis Pancasila

a.      Perlunya Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
Pendidikan merupakan suatu proses untuk menuju ke arah yang menjadi baik atau lebih baik. Pendidikan juga merupakan sarana dalam membentuk huruf anak semenjak dini dalam rangka menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter. Di Indonesia kini ini, pendidikan huruf juga berarti melaksanakan perjuangan sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan huruf rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat mencar ilmu yang tinggi, tanpa berbagi rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa optimisme diri. Dalam membangun huruf bangsa harus diawali dari lingkup yang paling kecil, terutama di lingkungan sekolah. Upaya-upaya dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan huruf akan lebih gampang ketilka diwujudkan melalui pembelajaran disekolah. Pembelajaran disekolah ini sanggup mengadopsi nilai-nilai  karakter bangsa yang luhur terutama yang terdapat pada Pancasila.
b.      Proses Pengimplementasian dan Penerapan Model Pembelajaran Karakter Berbasis Pancasila
Keberagaman nilai pancasila merupakan suatu modal yang sangat besar dalam penerapan dan pengembangan pembelajaran huruf di dunia pendidikan. Nilai-nilai dasar Pancasila sangatlah kompleks dalam peroses pembentukan huruf penerima didik yang kini mulai ditinggalkan. Melalui pendidikan yang di terapkan di sekolah, pembelajaran berbasis huruf Pancasila hendaknya ditanamkan melalui sebuah kebiasaan.

Dalam nilai-nilai sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sanggup diterapkan didalam maupun di luar jam pembelajaran.

Nilai pada sila pertama ini berupa  sikap percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing serta saling menghormati dan berhubungan antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. Model pembelajaran dari sila ini sanggup berupa memperlihatkan jam istirahat kepada penerima didik pada dikala jam sholat Dzuhur, supaya mereka sanggup sholat berjamaah di masjid ataupun mushola sekolah. Selain itu yang terpenting yakni penanaman sikap saling toleransi antar umat beragama supaya terjalin suasana yang rukun dan terbebas dari rasa diskriminasi. 

Sila kedua, yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab mempunyai nilai-nilai yang berupa pangakuan persamaan hak dan kewajiban antara sesama insan serta merasa bahwasannya setiap individu merupakan pecahan dari seluruhuman manusia, dimana mereka harus saling menghormati  dan berhubungan antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini, sekolah hendaknya memperlihatkan apresiasi kepada penerima didik dalam membangun dan berbagi sikap saling menghargai dan saling menghormati antara penerima didik satu dengan lainnya. Model pembelajaran yang sanggup di diterapkan menurut sila ini berupa diskusi dan presentasi dalam pembelajaran guna membentuk pemberadaban sesama. Melalui diskusi, akan muncul banyak sekali argumen-argumen yang mana akan menimbulkan sikap saling menghargai pendapat antar anggota kelompok. Hal ini juga akan menyadarkan kepada penerima didik bahwa setiap insan mempunyai pendapat yang berbeda-beda.

Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia mempunyai nilai-nilai yang berupa menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan, cinta akan tanah air, serta gembira sebagai warga negara Indonesia. Proses pembelajaran pada sila ini sanggup situnjukkan dengan banyaknya perbedaan yang terdapat pada setiap peserta  didik. Perbedaan - perbedaan yang ada akan sangan bermanfaat apabila dibarengi dengan tumbuh suburnya rasa persatuan. Untuk menumbuhkan persatuan, setiap penerima didik dibimbing untuk cinta terhadap tanah air. Cinta dengan bahasa daerah, adat, kebudayaannya tetapi tidak untuk diperdebatkan perbedaannya merupakan upaya sederhana dan strategis guna menggapai kekuatan persatuan. Dalam perjalanannya, maka akan muncul pandangan bahwa perbedaan itu akan selalu ada, dan perbedaan itu tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Oleh alasannya yakni itu, perbedaan yang ada haruslah disatukan supaya menjadi sebuah kekuatan yang besar. 

Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan mempunyai nilai berupa tidak memaksakan kehendak orang lain, selalu menguamakan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan, serta keputusa yang di ambil harus sanggup dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat insan serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Model yang sanggup diterapkan dari sila ini yakni dengan cara mengenalkan kebiasaan mentaati tata tertib dengan sungguh-sungguh sehingga terbangun  generasi yang tahu, mau dan bisa berdisiplin. Kebebasan beropini memang hak warga negara akan tetapi penerima didik perlu ditumbuhkan pengertian dan pemahaman bahwa kebebasan beropini yang dimaksud harus bertanggung jawab. Artinya kebebasan setiap warga negara berada di samping kebebasan beropini orang lain.

Silla kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mempunyai nilai-nilai berupa sikap adil terhadap sesama, saling menghormati hak-hak orang lain, serta bahu-membahu berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Metode dari sila ini sanggup berupa penanaman kepada penerima didik sebuah konsep adil terhadap sosial (orang lain ) sebagaimana orang lain itu ibarat dirinya sendiri. Artinya, orang lain harus dirasakan sebagai wahana juang dari seorang individu. Pendek kata, berjuang untuk sesama bukan untuk dirinya sendiri merupakan indikasi dari sikap adil terhadap sosial. Menengok sahabat yang sakit atau kena peristiwa alam dan mengumpulkan dana sosial untuk peristiwa alam di tempat lain yakni bentuk-bentuk pembiasaan yang perlu ditumbuh suburkan kepada peserta didik.Pembentukan huruf pada seseorang, khususnya penerima didik akan tertanam berpengaruh dalam pikiran seseorang apabila kebiasaan itu diulang terus menerus setiap harinya selama 21 hari. Setelah lewat dari 21 hari, maka kebiasaan tersebut akan terulang secara otomatis. Dalam proses pembiasaan tersebut, hendaknya dilakukan pengawasan dan bimbingan serta yang terpenting selalu dilakukan penilaian dalam penerapan kesehariannya.

REFERENSI :
1.      Lickona, T.(2002) Character Matters. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara. Lickona, T.(2002) Educating for Character.
2.      Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
3.      Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika
4.      Aditama Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang sempurna untuk membangun bangsa. Jakarata.
5.      BP Migas dan Star Energy. Kemendiknas (2010a), Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa, Jakarta:
6.      Kemendiknas . Kemendiknas (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta
7.      Alexandria: ASCD Samani, M. & Hariyanto, (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosda Karya


Sumber Lain :
giletules.blogspot.com/search?q=pendidikan-karakter-bangsa
giletules.blogspot.com/search?q=pendidikan-karakter-bangsa
giletules.blogspot.com/search?q=pendidikan-karakter-bangsa
giletules.blogspot.com/search?q=pendidikan-karakter-bangsa
            giletules.blogspot.com/search?q=pendidikan-karakter-bangsa





Sumber http://ekonominator.blogspot.com


EmoticonEmoticon