Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui banyak sekali macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia mirip termaktub dalam pembukaan UUD 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat ialah suatu keadaan yang selalu menjadi harapan seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori wacana pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam aktivitas pembangunannya ialah teori modernisasi. Modernisasi merupakan jawaban ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua sehabis berakhirnya Perang Dunia II.
Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. banyak sekali aktivitas dukungan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba.
Modernisasi; Konsep Awal Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube
Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903), sangat dipengaruhi oleh hebat biologi penggagas ilham evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan memperlihatkan bahwa perubahan sosial juga ialah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap tamat yang sempurna.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah tepat apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat intinya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh kontradiksi di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya proteksi atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.
Pemikiran Spencer sanggup dikatakan sebagai dasar dalam teori modernisasi, walaupun Webster (1984) tidak memasukkan nama Spencer sebagai dasar ajaran teori modernisasi. Teorinya wacana evolusi masyarakat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri yang harus dilalui melalui perubahan struktur dan fungsi serta kompleksitas organisasi senada dengan perkiraan dasar konsep modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl (1980) dan Dube (1988). Asumsi modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dibidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi sebagai jalan masuk utama. Berhubung dengan perkembangan ekonomi, sebagian penduduk tempat tinggalnya tergeser ke lingkungan kota-kota. Masyarakat modern telah tumbuh tipe kepribadian tertentu yang dominan. Tipe kepribadian mirip itu menimbulkan orang sanggup hidup di dalam dan memelihara masyarakat modern.
Sedangkan Dube beropini bahwa terdapat tiga perkiraan dasar konsep modernisasi yaitu ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan duduk kasus kemanusiaan dan pemenuhan standart kehidupan yang layak, modernisasi membutuhkan perjuangan keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai. Kedua perkiraan tersebut apabila disandingkan dengan ajaran Spencer wacana proses evolusi sosial pada kelompok masyarakat, terdapat kesamaan. Tujuan tamat dari modernisasi berdasarkan Schoorl dan Dube ialah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih terperinci Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan diferensiasi hingga pembentukan stratifikasi dan hirarki.
Ciri insan modern berdasarkan Dube ditentukan oleh struktur, institusi, perilaku dan perubahan nilai pada pribadi, sosial dan budaya. Masyarakat modern bisa mendapatkan dan menghasilkan penemuan baru, membangun kekuatan bersama serta meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Oleh karenanya modernisasi sangat memerlukan hubungan yang selaras antara kepribadian dan sistem sosial budaya. Sifat terpenting dari modernisasi ialah rasionalitas. Kemampuan berpikir secara rasional sangat dituntut dalam proses modernisasi. Kemampuan berpikir secara rasional menjadi sangat penting dalam menjelaskan banyak sekali tanda-tanda sosial yang ada. Masyarakat modern tidak mengenal lagi klarifikasi yang irasional mirip yang dikenal oleh masyarakat tradisional. Rasionalitas menjadi dasar dan aksara pada hubungan antar individu dan pandangan masyarakat terhadap masa depan yang mereka idam-idamkan. Hal yang sama disampaikan oleh Schoorl, walaupun tidak sebegitu mendetail mirip Dube. Namun demikian terdapat ciri penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat plural yang diidentikkan dengan masyarakat modern. Masyarakat plural merupakan masyarakat yang telah mengalami perubahan struktur dan stratifikasi sosial.
Lerner dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh :
Empati : kemampuan untuk mencicipi apa yang dirasakan oleh orang lain.
Mobilitas : kemampuan untuk melaksanakan “gerak sosial” atau dengan kata lain kemampuan “beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status dan tugas atau tugas ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan individu untuk berpindah status.
Partisipasi : Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern keaktifan individu sangat dibutuhkan sehingga sanggup memunculkan gagasan gres dalam pengambilan keputusan.
Konsep yang disampaikan oleh Lerner tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat modern Schoorl, yaitu pluralitas dan demokrasi. Perkembangan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi pertumbuhan biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer.
Schoorl dan Dube yang keduanya sama-sama mengulas duduk kasus modernisasi memperlihatkan ada perbedaan pandangan. Schoorl cenderung optimis melihat modernisasi sebagai bentuk teori pembangunan bagi negara dunia ketiga, sebaliknya Dube mengkritik modernisasi dengan mengungkapkan kelemahan-kelemahannya. Schoorl bahkan memperlihatkan modernisasi di segala bidang sebagai sebuah kewajiban negara berkembang apabila ingin menjadi negara maju, tidak terkecuali modernisasi pedesaan.
Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, mempunyai tekanan yang berpengaruh meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan orisinil negara ketiga sanggup selalu eksis, namun setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl, 1988). Schoorl membela modernisasi lantaran dengan gamblang menyatakan modernisasi lebih baik dari sekedar westernisasi. Dube mengatakan pernyataan yang tegas bahkan cenderung memojokkan modernisasi dengan mengungkapkan banyak sekali kelemahan modernisasi, antara lain keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Lebih lanjut Dube menjelaskan kelemahan modernisasi antara lain :
Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada organisasi modern tidak sanggup diikuti oleh semua negara.
Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.
Keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.
Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak sanggup diikuti oleh semua negara.
Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.
Keberhasilan negara barat dalam melaksanakan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga bisa mengeruk SDA dengan gampang dari negara berkembang dengan murah dan mudah.
Keberhasilan negara barat dalam melaksanakan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga bisa mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang dengan murah dan mudah. Modernisasi tidak ubahnya mirip kolonialisme gaya gres dan engara maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik modernisasi juga mengatakan banyak sekali masukan untuk memperbaiki modernisasi. Pendekatan-pendekatan yang dipakai lebih “memanusiakan manusia”.
Kegagalan Modernisasi; Kajian Empirik Dove dan Sajogyo
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam pembangunan menimbulkan beberapa permasalahan gres yang hingga sekarang menjadi duduk kasus krusial Bangsa Indonesia. Penelitian wacana modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya memperlihatkan dampak negatif modernisasi di kawasan pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akhir benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya gres yang masuk bersama dengan modernisasi.
Dove dalam penelitiannya di membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil teladan di kawasan Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove memperlihatkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah menjadikan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut semenjak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang bisa membelenggu kebebasan asasi insan termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya sanggup menuntaskan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan gres yang dianggap lebih superior.
Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menimbulkan perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menimbulkan perubahan pola pembagian kerja laki-laki dan wanita. Munsulnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menimbulkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.
Modernisasi, Masih Bisakah Dipertahankan ?
Berbagai ulasan wacana modernisasi yang telah disajikan di depan membawa kita pada pertanyaan tamat yang layak untuk didiskusikan. Modernisasi masih bisakah dipertahankan sebagai perspektif pembangunan bangsa kita. Modernisasi tentu harus kita oleh lebih jauh lagi dan tidak menerimanya sebagai teori Tuhan yang berharga mati. Perbaikan-perbaikan konsep modernisasi yang diselaraskan dengan budaya serta pengetahuan lokal masyarakat akan menjadi sebuah konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kemanusiaan.
Sumber http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com
EmoticonEmoticon