Implementasi Ekonomi Kerakyatan : Ekonomi rakyat tumbuh secara natural lantaran adanya sejumlah potensi ekonomi di sekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri perjuangan dan kelimpahan sumber daya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Namun pada ketika perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter mulai pada pertengahan tahun 1997 lalu, terbukti ekonomi rakyat yang tidak mengandalkan sistem moneter terutama terhadap US $, sebagian besar perjuangan rakyat tersebut bisa bertahan dan melanjutkan usahanya hingga ketika ini.
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana suara sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat budi dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain ialah demokrasi ala Indonesia. Makara ekonomi kerakyatan ialah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam klarifikasi pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai perjuangan bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi ialah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hasil penelitian Laica Marzuki (Unhas, 1999), menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan ketika ini ialah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat, dimana ekonomi rakyat sendiri ialah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang sanggup diusahakan yang selanjutnya disebut perjuangan mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Menurut Mardi Yatmo Hutomo (2003), ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan paradigma gres dan taktik kerikil pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat alasan, dimaksud adalah:
1. Karakteristik Indonesia
Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, menggandakan konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya, yang menerapkan konsep yang memperlihatkan hasil yang berbeda. Dengan mengandalkan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua hingga tiga dasawarsa memang berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup tinggi dan memperlihatkan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat. Walaupun Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle atau negara Asia yang ajaib, lantaran tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup mantap selama tiga dasa warsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.
Fakta ini memperlihatkan kepada kepada kita, bahwa konsep dan taktik pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar, teori pertumbuhan Rostow, teori pertumbuhan David Romer, teori pertumbuhan Solow, dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsi-asumsi tertentu, yang tidak semua negara mempunyai syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat, stabil dan berkeadilan, tidak sanggup memakai teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep pembangunan ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat, tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif kita.
2. Tuntutan Konstitusi
Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya dibangun, belum cukup terang sehingga tidak gampang untuk dijabarkan bahkan sanggup diinterpretasikan majemuk (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis bergotong-royong makna atau ruhnya cukup jelas. Ruh tata ekonomi perjuangan bersama uang berasas kekeluargaan ialah tata ekonomi yang memperlihatkan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisipasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun ialah bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi ialah tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk mempunyai aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional ialah tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor private atau sektor non pemerintah. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam klarifikasi pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
3. Fakta Empirik
Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar, ternyata tidak hingga melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa akhir krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak sanggup dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun, pengangguran meningkat, ialah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak berdampak serius terhadap perekonomian rakyat yang sumber penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.
Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya tidak memakai materi impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti. Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata ekonomi Indonesia bisa tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua menandakan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh jikalau pelaku ekonomi dilakukan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
4. Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat dari satu aspek memang memperlihatkan hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun dalam periode tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang Pertamina dan krisis lantaran anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional masih di atas 7 persen pertahun. Pendapatan perkapitan atau GDP perkapita juga meningkat tajam dari 60 US dolar pada tahun 1970 menjadi 1400 US dolar pada tahun 1995. Volume dan nilai eksport minyak dan non migas juga meningkat tajam. Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin makin meningkat, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar tempat makin lebar, jumlah dan ratio hutang dengan GDP juga meningkat tajam, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga meningkat.
Walaupun aneka macam kegiatan penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, kegiatan 8 jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata semuanya tidak bisa memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh alasannya ialah itu, yang kita butuhkan ketika ini bergotong-royong bukan kegiatan penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan kembali taktik pembangunan yang cocok untuk Indonesia. Kalau taktik pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka bergotong-royong semua kegiatan pembangunan ialah sekaligus menjadi kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan ekonomi kerakyatan ini ialah :
- Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
- Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
- Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
- Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Untuk kondisi Provinsi Jawa Barat, Gubernur Terpilih Periode 2008 – 2013, mempunyai misi untuk meningkatkan perekonomian rakyat yang tertuang dalam misi Gubernur ke 2,4 dan 5 pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat, yaitu :
- Memfokuskan pada pembangunan positif perekonomian masyarakat berbasis agroindustri dan laut yang berwawasan lingkungan,
- Menumbuhakan investasi dalam negeri yang bisa secara eksklusif mengangkat perekonomian dan kesejahteraan rakyat,
- Memperkuat pemberdayaan wanita dalam pembangunan ekonomi, sosial, politik dan pemberian terhadap anak.
EmoticonEmoticon